Page 14 • Daryn

42.7K 5.8K 160
                                    

Gerakan tanganku mendadak terhenti. Aku baru sadar kalau sebelumnya, sedang menulis laporan dengan menyontek milik Safa yang kufoto. Lalu sekarang, apa yang harus kulakukan? Bukankah akan sangat konyol kalau aku menyontek laporan secara terang-terangan di hadapannya? Memang sih, dia bukan asisten praktikum ini. Tapi kan, tetap saja ini merusak reputasiku yang berusaha kujaga mati-matian.

"Santai aja kali, sama gue!" Dia menyunggingkan senyum lebar.

Kepalaku sontak terangkat. Jangan-jangan dia tahu kalau aku menyontek laporan? Masalahnya di mejaku hanya ada buku laporan praktikum, laptop yang menampilkan laman utama google, dan alat tulis. Tidak ada buku panduan praktikum yang normalnya dijadikan acuan untuk mengerjakan laporan.

"Walaupun gue pinter, dulu juga gue suka nyontek punya temen kok. Kadang kalau lagi males mikir gitu, lebih praktis nyontek kan? Nggak masalah, santai aja."

Aku bisa merasakan aliran darahku mengalir lebih cepat ke seluruh wajahku, sehingga wajahku memerah. Tuh kan, orang bego juga pasti tahu kalau sekarang aku sedang menyontek laporan.

"Tapi gue suka nyontek laporan temen itu cuma pas awal-awal praktikum aja. Lama-lama gue udah mulai terbiasa nulis laporan dan ngerti triknya. Jadi nggak pernah nyontek lagi. Malah gue jadi ketagihan nulis laporan." Lanjutnya santai.

Bola mataku terbelalak. Mahasiswa mana yang bisa-bisanya ketagihan menulis laporan?! Bahkan temanku yang paling pintar di kelas saja, tetap suka mengeluh di Instastory setiap kali mengerjakan laporan. Beberapa asisten praktikum yang pernah kutemui juga sering mengeluhkan soal itu. Mereka terlihat sangat tersiksa dengan tumpukan deadline laporan yang tidak ada habisnya. Baru kali ini aku mendengar seseorang bilang ketagihan menulis laporan dengan nada santai, dan tanpa ada unsur sarkasm sama sekali.

Rasanya aku ingin menyangkal semua ucapannya yang sejak tadi berisi rentetan kalimat penuh kesombongan.

Aku mengernyitkan dahi dengan nada kesal. "Ketagihan?!"

Dia mengangguk mantap. "Iya. Seru kali nulis laporan tuh! Apalagi kalau udah nemu jurnal yang pas! Wah, asyik banget tuh!"

Lagi-lagi pandanganku semakin heran. Tidak percaya dengan penemuan langka yang baru kulihat ini. Rasanya ini jauh lebih langka dari keberadaan badak bercula satu yang kini keberadaannya nyaris punah.

"Nggak usah natap gue kayak kagum banget gitu deh! Gue lebih suka dipuji karena ganteng, daripada dipuji karna pinter." Dia terkekeh.

Semakin lama ngobrol dengan dia, jantungku mulai bisa beradaptasi dengan keadaan ini. Susah payah aku berusaha menahan diri untuk tidak membalas kalimatnya dengan melontarkan pujian yang dia inginkan.

"Mau buka joki nulis laporan nggak, Mas? Berapa deh, tarifnya aku bayar." Aku menyengir lebar, berusaha melontarkan candaan.

Dia tertawa geli. "Asli gue pengin banget deh! Tapi mana bisa begitu? Reputasi gue sebagai asisten paling teladan di laboratorium bisa ancur tuh, kalau ketahuan buka joki bikin laporan!"

Aku ikut tertawa kecil. Dia benar-benar tahu bagaimana caranya bisa membuatku nyaman. Pembawaannya santai, sangat berbeda dengan auranya yang galak dan tegas saat di lab. Apa dia memang punya kepribadian ganda yang tidak banyak diketahui orang?

"Mending lo aja yang buka joki bikin laporan. Sini, gue kasih tau triknya! Gampang kok! Pasti nanti lo juga ketagihan kayak gue!" Tanpa menunggu persetujuanku, dia menarik buku laporan praktikumku, juga memutar laptopku agar menghadap ke arahnya.

Selanjutnya dia menjelaskan dengan detail bagaimana menulis laporan yang baik dan benar. Sangat runtut, detail, dan jelas. Bahkan bahasa yang dia pakai persis seperti sedang menjelaskan materi di dalam laboratorium. Sukses membuatku terpesona dengan raut seriusnya saat menerangkan.

Thoughts Unsaid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang