And Thanks aveyours.
***
Makan malam itu menjadi berantakan setelah sebelumnya menyajikan pertemuan hangat saling melempar tawa dan senyuman. Memang tidak ada teriakan memaki atau pukulan yang membuat luka tetapi beberapa orang yang ada di sana memiliki lebam di hati mereka masing-masing. Makan malam itu benar-benar berubah menjadi sebuah perperangan dan serangan akhir dikeluarkan oleh Park Jimin yang membuat seluruhnya hening telak. Entah serangan itu bisa dikatakan sebagai kemenangan atau melebur bersama kesedihan bersama.
Acara itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi, sang Ayah terlihat marah. Ketika pertanyaan dilayangkan atas apa yang terjadi, Jimin terlebih dahulu memilih menyelamatkan Taeri. Segera bangkit dari kursi dan meminta Taeri menyingkir dari ruangan itu. "Tunggu di ruang tamu, aku akan menyusulmu setelah menyelesaikannya dan kita akan pulang," ujar Jimin pelan di depan keluarganya. Siapapun yang akan melihat itu pasti merasa bingung sebab Jimin terlihat masih begitu mempedulikan Taeri,begitu juga sebaliknya. Bertanya-tanya kalau begitu apa alasan mereka bercerai.
Jimin menoleh pada salah seorang yang kebingungan atas apa yang terjadi—Jeon Jungkook, si adik tirinya. Satu-satunya orang yang bisa dia percaya. "Jungkook, tolong temani Taeri ya," pinta Jimin dengan lembut.
Jungkook terkesiap. Tentu saja dia mau menemani Taeri karena mereka bertiga tahu jelas kalau dirinya menyukai Taeri sejak lama. Dia benar-benar mencintai Taeri. Namun seharusnya itu malah menjadi pertimbangan Park Jimin untuk menjauhkan dirinya pada Taeri sama seperti sebelumnya. Malam ini Park Jimin memberikan kejutan bertubi-tubi. "Jungkook?"
"B-baik hyung..." jawab Jungkook terbata-bata sebab masih terkejut dan bertanya-tanya. Jungkook menatap Taeri yang juga menatapnya. Mengulurkan tangannya untuk segera pergi dari sana seraya Jimin berbicara dengan keluarganya. Seharusnya Jungkook senang, tetapi rasanya jadi menyakitkan karena dia merasakan semuanya telah berbeda sejak dirinya memberi tahu perasaan pada Taeri.
Jungkook sadar bahwa tatapan Taeri bukan sesuatu yang penuh cinta padanya. Tatapan lembut itu lebih menunjukan rasa bersalah, sebab tidak bisa membalas perasaannya dan itu lebih menyakitkan menjadi alasan kesedihan Taeri.
Langit malam ini rasanya lebih pekat menjelaga dengan hamparan bintang yang rasanya sinarnya lebih temaram, seakan ikut berduka-cita. Suasana hening sedari tadi menyelimuti sejak kedua kaki Jungkook ataupun Taeri mendarat di teras rumah megah itu. Hawa dingin membuat Taeri memeluk tubuhnya sendiri lebih erat untuk menemukan kehangatan sambil mengusap-usap kulitnya. Jungkook bisa saja membiarkan situasi itu tetap berlanjut tetapi sedetikpun sejak tadi dia sama sekali tidak melepaskan pandangan pada Taeri. Malahan bisa dibilang ia salah tingkah sendiri, merasa canggung dengan isi kepala penuh pertanyaan.
Pada akhirnya Jungkook memilih untuk membuka suara. "Aku tidak mengerti apa yang hyung lakukan..."
Jungkook mendapatkan atensi Taeri sepenuhnya. Menoleh menatap manik Jungkook yang berkelip. Pemuda itu buru-buru mengalihkan pandangan sebelum menjadi kacau sebab perasaan itu masih meledak-ledak di dalam dada. "Tadi—hyung benar-benar serius dengan ucapannya. Dia mencintaimu, tetapi kenapa dia malah mengakhirinya bahkan di depan yang lainnya?" suara Jungkook melemah terlihat begitu frustasi sebab terlalu khawatir bahwa Taeri akan terluka. Dia memilih untuk menatap langit menghindari raut wajah Taeri.
"Aku mengerti," jawab Taeri singkat. Jungkook terkejut dan segera menoleh—kembali menatap Taeri. Alih-alih menangis atau menunjukan wajah sendu, Taeri malah memberikan senyuman senyuman pada Jungkook. Tidak berlangsung lama, Taeri kembali menatap langit sambil melipat kedua tangan di depan dada. Ada wajah penuh rasa bangga di sana yang semakin membuat Jungkook bingung. Ternyata bukan hanya Jimin, Taeri juga sama membingungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Plan ✓
Romance[ SUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU DENGAN VERSI LEBIH LENGKAP, SERU DAN BERBEDA ] Aku tidak pernah mengerti mengapa gelas-gelas alkohol itu selalu habis namun tidak merusak sedikitpun isi otak Park Jimin. Masih saja pintar, licik dan bajingan...