1. Mimpi

222 69 47
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Sadari, jangan terlalu berharap. Bisa saja ia hanya memanfaatkanmu.

~N a l u r i~

🌼🌼🌼

Kedua tangan itu saling terjalin bersama dengan sorot mata yang enggan berpaling. Semburat merah pipi mereka saling beradu, seperti baru pertama kali merasakan jatuh cinta.

Ini mungkin kisah cinta yang Satya inginkan. Terus terang, Satya itu mudah jatuh cinta dan juga hatinya mudah remuk karena termakan oleh harapan palsu dan di tinggal menyisakan perih. Memang ia mudah jatuh cinta tapi Satya tak asik langsung menembak begitu saja, ia kini sudah kapok di permainkan oleh harapan palsu dari tiga populasi mantan Satya.

Selalu saja kisah cintanya berakhir kandas. Tak salah jika ia sekarang menyandang status jomblo selama sebelas bulan terakhir ini. Tapi sudahlah itu hanya kenangan masa lalu.

Setelah mereka saling beradu tatap Satya mencoba menyelipkan anak rambut pirang itu di telinga--perempuan yang kini bersamanya. Panas dingin yang Satya rasakan saat ada sentuhan lembut dan hangat di pipinya yang sejak tadi bersemu merah.

Sekarang perempuan itu pergi berlari meninggalkan noda gincu di pipi Satya. Ia hanya mematung memandang punggung perempuan itu yang kian lama makin menjauh. Perlahan ia meraba pipinya dengan dada yang terpacu hebat.

Dia, dialah cinta yang Satya cari selama ini. Takkan pergi walau semesta menentang. Cinta sejati yang kokoh berdiri setegar karang.

Kini perempuan itu masih berlari menghilang bersama serpihan daun yang perlahan melebur menjadi satu dengan debu.

"Tunggu.... jangan pergi," rintihnya pelan dengan mata masih terpejam.

"Woi kebo! Bangun, udah kesiangan!" Suara itu mengusik mimpi Satya dan kini dipadu dengan pukulan guling yang semakin membuat Satya terbangun.

Satya perlahan membuka kedua kelopak matanya lalu mengerjap mengumpulkan nyawa yang mungkin masih tertinggal di dalam mimpi tadi. Setelah seribu nyawanya terkumpul ia menatap jam di atas nakas. Tiba-tiba ia gelagapan tentang adanya ucapan adiknya tadi.

Ah malu rasanya dihari pertama tahun ajaran baru ia harus telat. Satya terlanjur terlelap menikmati mimpi favorit paginya, ia sempat berpikir bahwa mimpi itu sebuah pertanda baik yang akan segera datang menjemputnya. Semoga.

Satya melesat merapikan dirinya dengan baju seragam putih abu-abu yang melekat ditubuhnya. Aroma bergamot kini mendominasi dirinya. Ia satu-satunya cowok melankolis yang ada di rumpun kelasnya.

Satya bukanlah bad boy ataupun most wanted atau apalah itu yang menyangkut tentang ketenaran. Ia hanyalah cowok yang tak begitu menonjol dalam bidang akademik tapi jangan heran, dalam bidang drible men-dribel dia jagonya. Dia basketballer. Ya begitulah bakatnya itu tak ia tonjolkan katanya merendah untuk meroket. Alay sekali bukan?

Satya kini tinggal bersama pamannya. Baru genap dua tahun lalu ia ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Hidup dengan pamannya ia merasa sangat bersyukur, kebutuhannya semua tercukupi. Tapi ia sempat heran Om Arga--pamannya itu menyayanginya lebih dari orang tuanya seperti anak sendiri lebih tepatnya.

Setahu Satya, Arga itu hidup sebatang kara. Tak ada anak maupun istri, tapi hidupnya sangat mewah. Untuk apa hidup mewah tapi tak bahagia. Mungkin karena ia kesepian bertahun lamanya jadi Satya memaklumi semua simpati Arga kepadanya dan juga adiknya.

NaluriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang