5. Rasa

87 31 6
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Menilai dengan satu sudut pandang tidak kemungkinan besar salah. Dua sudut yang berbeda mempunyai nilai yang berbeda. Jangan asal menilai sesuatu jika belum tahu kebenaran yang sebenarnya.

~N a l u r i~

🌼🌼🌼

Nuansa putih sedikit berbau obat itu kini menjadi tempat terbaringnya seorang wanita paruh baya. Matanya terjaga, mulutnya seolah berbicara tapi tak bersuara. Dikepalanya terdapat perban, dipunggung tangannya terdapat jarum infus yang melekat.

Disamping brankar tempat beradanya darah dagingnya yang ia kandung selama sembilan bulan lamanya membesarkannya tanpa seorang ayah.

Tapi semua dunianya runtuh ketika dirinya ditolak. Menolak sebuah pengakuan. Pengakuan sebagai anak.

"Ma ... makan ya?" Ariana mencoba berucap walau senyum getir menghiasi.

"Gak mau. Aku bukan Mama kamu, anak aku lagi pergi," ucapnya seraya menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Ariana mendesah pelan.

Suara tapakan kaki mendominasi kemudian berlanjut dengan terbukanya pintu ruangan.

Tubuh tegap dan kaki panjang itu mendekat ke arah brankar. Tangannya membawa sesuatu.

"Nah ... ini anakku sudah datang," katanya dengan senyum mengembang.

"Ibu makan dulu ya .... Habis itu minum obat terus istirahat," katanya sembari menyodorkan makanan.

"Sat. Aku mau kita bicara empat mata sekarang."

"Tapi...." Belum selesai melengkapi kalimatnya ia sudah ditarik keluar.

Ariana mengajaknya bicara empat mata bukan tanpa alasan. Tapi ia ingin membicarakan ibunya. Sejak ibunya melihat Satya, ibunya menjadi menganggap Satya-lah anaknya. Sejak itulah ibu Ariana selalu bicara 'ini anakku, ini anakku dengan menarik tangan Satya'. Siapa yang tidak cemburu jika ibunya berpaling dari anaknya sendiri.

"Kamu nanti harus jelasin Sat siapa anaknya yang asli. Aku minta bantuannya sat ... tolong. Aku udah lama gak ketemu Mama, sekali ketemunya mama gak anggep aku Sat." Ariana memasang wajah sendu. Bukan dibuat-buat Ariana memang sedang bersedih tapi disisi lain ia juga merasakan kebahagiaan.

Satya mengangguk, "iya Ann. Nanti kalau Mama kamu udah selesai makan kita omongin baik-baik biar paham." Satya tersenyum menyakinkan Ariana.

Kemudian mereka masuk mendapati ibunya sedang asyik melahap makanan.

"Enak. Kok kamu tau kesukaan Mama. Mama kan udah lama gak ketemu kamu."

"Dulu kamu itu suka minum susu. Tapi sekarang enggak, ya kan? Soalnya kamu alergi susu sapi, sejak itu kamu udah gak minum susu sapi lagi." Apa yang dibicarakan Nada---ibunya Ariana itu memang ada benarnya. Dari dulu Satya memang dilarang meminum susu sapi, tapi perihal alergi Satya tak tahu itu.

"Terus yah ... papa kamu tuh dulu pernah gak sengaja kasih susu sapi. Sangking khawatirnya kamu di tenggelemin di kolam belakang. Hahahaha."

NaluriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang