3. Kejutan

145 61 23
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Niat menjadi tonggak utama untuk melakukan sesuatu, tanpa niat usaha sekecil pun terasa berat.

~N a l u r i~

🌼🌼🌼

Kakinya berpacu, keringat mengguyur. Awan mendung membungkus langit meneduhkan bumi. Enteng saja, ia disandingkan dengan cewek untuk melakukan praktik lari atletik. Siapa yang sampai pada putaran ketiga tercepat otomatis nilainya di atas kkm.

Satya terlalu menganggap remeh cewek itu. Memang pergerakan nya tak sebanding dengan Satya. Tapi lihat ia bisa mendahului satya. Kakinya yang panjang membawanya untuk segera menyelesaikan putaran terakhir. Sementara Satya masih menyelesaikan putaran kedua. Dan ya, dia lebih cepat melewati garis finish.

Memang suda kodratnya namanya tumpang tindih dengan cewek itu.

"Ariana Nazara El Syania 90."

"Arjuna Dimasatya 75. Bapak masih baik ya, jangan kalah sama cewek," katanya dengan membenarkan kacamatanya yang hendak terlepas.

Tawa sekita menggelegar tertuju pada Satya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal selanjutnya deretan gigi putihnya ia pamerkan. Seakan mentertawai diri sendiri. berbeda dengan Ariana yang seakan tersenyum tulus menatap Satya lekat. Mata dan senyumannya itu seakan mempunyai makna tersirat untuk Satya.

Bagi satya ariana itu terlalu misterius. setiap tutur kata dan tindak tanduknya itu seakan memiliki arti arti yang tersembunyi, dan mempunyai makna tersendiri. Setiap lengkungan bibirnya itu seakan memberi asa pada Satya dan juga ia merasa senyuman itu hanya kepalsuan tameng dibalik misteriusnya sikap Ariana. Tapi sudahlah, tidak baik berprasangka buruk pada sesama. Lagi pula Satya belum terlalu dekat dengan Ariana.

Setelah selesai praktik satya bergegas berganti baju. Karena tubuhnya lengket ia sempatkan untuk mandi. Rasa gerah kini sedikit terusir. Demi menghilangkan rasa gerah itu Satya menghidupkan kipas angin yang ada di kelasnya. Angin mulai menerpa, sebelum kelas kembali ramai dan pengap karena terlalu banyak muatan dan juga karbondioksida yang mereka keluarkan ia akan menikmati sapuan angin selagi masih sepi.

Damai. Sepi. Ia menikmati angin buatan itu egois. Lalu matanya mengerjap berat, dilipatnya tangan di atas lupa tak lupa dengan headset yang menyumpal telinganya. Ia sembunyikan wajahnya di balik lipatan itu kemudian kelopak kedua matanya tanpa aba-aba tertutup sempurna .

🌼🌼🌼

Jam berdenting bersanding dengan suara yang paling membosankan sejagat raya. Panas telinga terasa saat mendengar ocehan dari depan kelas. Suara bak penggantar tidur itu berhasil membuat beberapa siswa di serang kantuk. Lihat saja, ada yang menopang kepala dengan tangan, bahkan ada yang terang-terangan menunjukkan tidurnya.

Tapi berbeda dengan gadis bangku paling depan. Tangannya sibuk memegang pena menari-nari di atas kertas. Duduknya tegap, pandangannya terpaku pada mulut yang berkomat-kamit menyampaikan materi.

Berbanding balik dengan si pemalas di belakangnya.

Dengkuran halus terdengar, matanya terpejam tak lupa dengan mulut menganga. Begitu pulas tidurnya hingga ia tak menyadari Bu Candra kini ada di sampingnya.

NaluriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang