2. Keluhku

179 67 25
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Pengajaran dan pelatihan sabar itu adalah ujian. Derajat ditinggikan karena ujiNya, Dia lebih tau apa yang terbaik. Sabarmu bisa kau tuai dan ibrah pasti kau rasakan. Tinggal menunggu, kalamNya sudah merencanakannya.

~N a l u r i~

🌼🌼🌼

Detik itu juga nafas Ariana tercekat, belum mendapatkan sehari sekolah ia sudah dikejutkan dengan munculnya cowok yang tiba-tiba memeluknya.

Rasanya speechless ketika tubuhnya ditarik mendekap erat dada bidang milik cowok itu. Mungkin dia yang dimaksud Salwa.

Setelah dirasanya dekapan itu mengendur segera Ariana lepaskan dengan risi. Takjub. Sadar akan kejadian baru saja matanya berbinar. Tubuhnya tak bereaksi apa-apa ia tak bergemetar, tak merasakan kemarahan. Tangannya pun juga, ia tak menggegam sesuatu benda tajam. Biasanya disaat seperti ini Ariana akan mengamuk berganti identitas dan langsung menodong siapapun yang ada bersamanya. Tapi kali ini tidak, bahkan terbalik. Lelaki itu--Satya--sesudahnya malah bergemetar tak karuan dan mengeluarkan keringat dingin. Ia tak sia-sia pergi ke negri seberang untuk pengobatan dirinya. Syukur yang ia rapalkan saat menyadari semua yang terjadi.

Dilihatnya Satya yang sedang salah tingkah akibat memeluk dirinya tiba-tiba.

"Maaf. Aku pergi dulu," katanya dengan nada bergetar.

Ariana bergeming, membiarkan cowok itu pergi tanpa rasa bersalah.

Salwa malu sendiri. Mau ditaruh mana mukanya, bisa-bisanya Abangnya itu respect memeluk Ariana tanpa pamit.

Ia meringis malu sembari menatap Ariana canggung. Tapi berbeda dengan Ariana, ia seakan biasa saja bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat.

Matanya yang sayu itu seakan mengatakan tidak apa. Perlahan tangannya terulur kembali menggegam tangan Salwa seolah memaafkan perbuatan kakaknya.

🌼🌼🌼

Suara cicitan terdengar. Peluhnya terjatuh di bawah sinar jingga yang membakar kulit. Sesekali ia melempar senyum kepada siswa yang perlahan melenggang. Beberapa juga ada yang bersamanya, menemani atau sekadar menonton aksinya.

Benda bulat itu kini ada dalam kendalinya dan sesekali masuk kedalam net yang mempunyai tinggi dua kali lipat dari tubuhnya.

Di pojok sana terlihat Salwa yang sedang menunggu dirinya untuk pulang. Kepalanya tertunduk terfokus pada benda pipih bernyala terang itu.

Padahal di rumahnya ia sering bermain basket bersama pamannya, tapi tetap saja, ia rindu bermain dengan kawannya. Candaan iseng mereka selalu terngiang di telinganya. Tapi entahlah kini semua melenggang hanya ada dua anak yang kini bermain dengannya. Itupun Satya tak kenal. Sebenarnya apa yang salah dari Satya, sejak tadi temannya menghindar, bagaimana tak canggung tak ada satupun yang mau berbicara dengannya. Ditambah lagi Ariana yang kini sekelas dengannya, duduk di bangku depannya pula. Satya semakin tak bisa berkutik.

Mentari kini semakin condong ke ufuk barat, petala langit kian menjingga. Begitu pula dengan tubuhnya semakin basah karena peluh yang ia keluarkan.

NaluriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang