08. Keadaan Yang Sebenarnya

12.2K 1.7K 64
                                    

"Ngapain Nyoung?"

Jinyoung menoleh, terlihat sosok Nayeon yang sedang berada diambang pintu kelas yang tepat berhadapan dengannya.

"Gak ngapain cuma lagi nyari udara seger aja" balasnya, kemudian kembali ke posisi awalnya.

Saat ini dirinya sedang berada di balkon sekolah tepatnya yang berada di depan kelasnya. Awalnya hanya iseng saja, karena bosan berdiam diri dikelas, tapi tak sengaja atensinya menangkap sesuatu yang membuat tubuhnya tak ingin berpindah dari sana.

Pandangannya tak pernah lepas dari sana, lapangan yang berada tak jauh dari gedung kelasnya. Terlihat beberapa anak yang sedang berduduk santai sambil mengobrol yang tampaknya sangat asyik itu.

Bukan ke mereka yang berada disana, matanya hanya tertuju pada satu sosok yang juga berada disana. Sosok itu tak pernah luput dari pikirannya. Satu sosok yang selalu terngiang-ngiang dihidupnya sampai saat ini. Sosok itu yang pernah mengisi kekosongan hatinya.

"Lihat apa sih sampai serius gitu?" Tanya Nayeon ikut menimbrung disamping pria itu.

Tanpa menghiraukan ucapan sang gadis, Jinyoung tetap fokus memperhatikan 'dia'.

"Nyoung" panggil Nayeon yang tak kunjung mendapat sahutan.

Dengan terpaksa dirinya menyentuh bahu pria itu, "Lo lihatin apa sih, Nyoung?"

Jinyoung tersadar, mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menolehkan kepala kearah gadis yang berada disebelahnya, "Sorry-sorry, lo ngomong apa tadi Nay?"

Nayeon mendengus, "Lo lihatin apaan? Sampai serius gitu bahkan sampai gak denger omongan gue"

"Kepo lo"

"Dih, gue tau kok sebenarnya lo lagi lihat apa"

"Udah tau ngapain nanya?"

"Ya cuma mancing aja, siapa tau lo mau berbagi cerita ke gue gitu"

Jinyoung kembali melihat ke objek yang sejak tadi terus membuat dirinya tak lepas dari sana.

"Nay, apa salah kalau gue benci lihat dia bahagia sama yang lain?" Tanya Jinyoung pelan.

Nayeon tak langsung menjawab, diikuti arah pandangan pria itu. Tak ada beberapa detik, dirinya sudah menemukan apa yang sejak tadi pria itu lihat.

"Ehm, menurut gue sih salah"

"Salahnya dimana?" Ucap Jinyoung.

"Kalau lo kayak gitu namanya lo egois"

Jinyoung mengangkat sedikit alisnya, "Egois dalam hal?"

Nayeon tampak berfikir terlebih dahulu, "Menurut gue nih ya, kalau lo cinta sama dia harusnya lo ikut bahagia pas lihat dia bahagia walaupun gak sama lo"

"Gue cinta sama dia Nay, sangat bahkan, gue ngerasa hidup gue hampa sekarang tanpa dia"

Nayeon mengerutkan dahinya, matanya menelisik raut wajah Jinyoung, "Berarti dia pernah ada di hidup lo sebelumnya?" Tanya nya.

Jinyoung mengangguk.

"Dia orang pertama yang gue izinin masuk kedalam hati gue, dia orang pertama yang bisa bikin gue ngerasain indahnya jatuh cinta, dan dia juga orang pertama yang buat gue hancur sehancur-hancurnya" lirih Jinyoung, terlihat guratan kesedihan yang begutu mendalam diwajahnya.

Nayeon yang melihatnya menjadi iba, diusapkan pelan bahu pria itu.

"Emang masalahnya apa? Sampai dia harus pergi dari lo?"

Tak langsung menjawab, Jinyoung melihat sejenak ke sosok yang dirinya bicarakan itu.

"Seperti yang lo bilang, gue egois Nay"

"Maksud lo? Jelasin yang rinci"

"Gue terlalu egois buat dia, gue terlalu brengsek Nay, gue sempet menyia-nyiakan dia gitu aja, gue-gue Nyesel Nay"

"Ngapain lo sia-sia in sih dia, udah tau dia berharga buat lo"

"Gue juga gak ngerti sama pemikiran gue sendiri"

Nayeon diam, membiarkan Jinyoung untuk meneruskan kalimatnya.

"Gue SMP beda sama gue yang sekarang, dulu gue bukan anak yang baik kayak sekarang, gue yang dulu suka nyari masalah, keluar-masuk ruang BK, bikin anak orang masuk rumah sakit, intinya beda banget sama gue yang sekarang. Dia anak baru, walaupun gitu, hampir semua anak dikelas suka sama dia termasuk gue sendiri, dia ceria, cantik, manis, banyak kelebihan dari dia. Gue beraniin diri buat memulai pendekatan sama dia, dan ternyata dia oke-oke aja. Beberapa bulan kita deket sampai pada akhirnya gue mutusin buat resmiin dia jadi pacar gue. Kabar gue macarin dia menyebar ke seluruh sekolah. Dan kebanyakan yang gak setuju sama hubungan kita"

Suara Jinyoung mulai berubah menjadi serak. Nayeon tau, pria itu menahan keras tangisannya agar tidak muncul.

"Sampai suatu saat, gue denger secara langsung dari mereka yang gak suka sama hubungan kita, mereka bilang gue terlalu brengsek buat cewek se-sempurna dia. Pemikiran gue cetek waktu itu, ntah kenapa perkataan mereka langsung gitu aja masuk ke hati gue, dan bikin gue sakit hati dengernya, dari situ gue mulai jaga jarak sama dia, bahkan permintaan dia buat ketemuan gue tolak gitu aja, gue mencoba buat menjernihkan pikiran gue dulu dan ngambil keputusan yang benar, sampai bulan ke-3 gue mutusin buat pisah sama dia. Tanpa ngasih alasan sesungguhnya, gue inget banget, setelah memutuskan itu gue ninggalin dia dicafe tempat pertama kita kencan. Dan disuasana yang sama, hujan"

Nayeon mengerutkan dahi, "Lo yang mutusin kan? Tapi kenapa lo seakan-akan nyesel?"

"Gue nyesel karena terlalu bodoh, egois, gue mikirin hati gue sendiri, gue terlalu takut kalau telinga gue denger omongan yang sama dari mereka dan buat hati gue sakit, tapi gue gak mikirin perasaannya dia gimana, gue seenaknya mutusin hubungan gitu aja, tanpa ngasih alasan yang jelas ke dia"

"Yaudah sih, lo yang nyiptain itu semua, terima resikonya, gak ada guna nya menyesal, jadiin itu pelajaran" ucap Nayeon menepuk pelan bahu Jinyoung.

Jinyoung mengangguk, "Sekarang yang gue harapin cuma maaf dari dia"

Tangan Nayeon yang sedang berada di bahu Jinyoung berpindah, digenggam erat tangan kekar pria itu, "Gue yakin, dia eh bukan, maksud gue, Jisoo bakal maafin lo"

"Lo tau darim-"

"ANJIR BAMBAM PULPEN GUE BAWA SINI!!! SUKA BANGET SIH NYOLONG PULPEN ORANG!! GAK MODAL BANGET SIH!!, GUE LAP-"

Rose yang baru saja hendak mengejar Bambam, menghentikan langkahnya, begitu terkejut akan pemandangan yang berada dihadapannya kini.

"L-l-lo be-ber-dua.. Nay? Jinyoung? Tangan lo berdua ngapain saling gengga- WOY TEMEN-TEMEN, ADA HOT NEWS! SIAPKAN HATI MENERIMA MAKAN GRATIS!"

IPA vs IPS

IPA vs IPS [BlackVelvet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang