Comment inget!
Pintu terbuka, terlihat sosok yang ditutupi kain kafan putih diranjang.
Jisoo mulai mendekati sosok tersebut. Dengan tenaga yang masih tersisa, dirinya menguatkan diri untuk melangkahkan kakinya.
"Papa" panggil Jisoo lirih setelah sampai disamping ranjang.
Dibuka kain kafan itu perlahan, dan menampakkan wajah ayahnya yang sudah pucat pasi.
Tak tahan, Jisoo mengeluarkan tangisnya. Dipegang erat gagang ranjang agar dirinya tak jatuh.
Jisoo melemah, seperti sudah tak ada lagi jiwa dalam dirinya.
"Papa, Jisoo dateng" ucap Jisoo yang setelahnya mengecup dahi ayahnya.
"Papa bangun cepet, apa papa gak mau lihat Jisoo?" Tanyanya dengan tangisan yang tertahan.
Dibuka semakin lebar kain kafan tersebut, sampai sebatas pinggang sang ayah. Lalu digenggam erat tangan ayahnya.
"Papa, Jisoo kangen, papa jangan pergi, Jisoo mohon"
Jisoo tau, seberapa banyak dirinya mengoceh tak mungkin mendapat jawaban dari sang ayah.
Karena kini, Ayahnya telah tiada.
"Udah tiga setengah tahun kita gak ketemu, Pa. Jisoo kangen banget"
Semakin erat genggaman tangan tersebut, dan semakin erat pula isak tangisnya.
"Papa tau? Tiap hari, Jisoo selalu mikirin papa, bahkan tiap malam, Jisoo selalu berdoa ke Tuhan yang terbaik untuk Papa, dimimpi pun Papa ada disana. Jis-Jisoo sayang papa"
Tangisan itu mendadak menjadi keras, sangat keras dan begitu menyakitkan, bahkan Irene dan yang lain yang berada diluar bisa mendengarnya dan merasakannya.
"Papa sayang Jisoo kan? Kalau sayang ayo bangun, kita main petak umpet bareng lagi nanti kayak dulu"
Jisoo mengusap sedikit air matanya.
"Jisoo terlalu sakit ditinggal mama, please, jangan nambah sakit Jisoo dengan papa ninggalin Jisoo gini"
"Jisoo tau Jisoo banyak salah sama papa, Jisoo udah durhaka sama papa, maka dari itu Jisoo mau minta maaf sekarang sama papa, ayo papa bangun"
"Papa gak denger? Jisoo minta papa bangun, please.. Jisoo gak bakal nakal lagi papa"
Jisoo merasakan hatinya yang ingin meledak.
"Hati Jisoo sakit ngelihat papa gini, sama kayak Jisoo ngelihat mama dulu"
Jisoo masih setia menangis, tapi kini tangisannya sedikit reda.
"Papa mau pergi selamanya? Ayo ajak Jisoo, biar kita pergi bareng-bareng, Jisoo gak mau papa pergi sendiri"
"Tante Mila pernah bilang, kalau kita gak boleh biarin orang yang kita sayang merasakan kesendirian, makanya Jisoo pengen papa ngajak Jisoo pergi juga, Jisoo gak mau lihat papa merasa sendiri"
"Untuk soal mama, Jisoo udah maafin papa dari dulu, bahkan Jisoo gak pernah ngerasa papa salah sepenuhnya"
"Pa, Jisoo kangen curhat ke papa lagi"
"Tante Mila sibuk, jadi gak ada tempat buat Jisoo curhat"
"Jadi Jisoo curhat sekarang aja ya?"
Diusap lagi pipi basahnya. Jisoo mencoba untuk lebih tenang. Ditarik nafas panjang-panjang lalu dia hembuskan.
"Jisoo lagi sedih belakangan ini Pa, dua temen Jisoo ada yang baru putus cinta, Jisoo sedih lihat mereka sedih. Yang satu karena dikhianatin, terus lagi satu karena capek ldr-an"
"Papa tau ldr-an kan?"
Jisoo tetap melanjutkan curhatannya, seolah-olah ayahnya ikut mendengarkannya.
"Nih Jisoo kasih tau, ldr itu hubungan jarak jauh, kayak papa sama Jisoo, tapi bedanya kalau papa sama Jisoo jaraknya cuma beberapa kilometer, beda sama temen Jisoo, dia ldr-an Inggris-Indonesia. Berat gak tuh pa?"
"Jisoo juga ngerasa berat, tapi sejujurnya, Jisoo sedikit bahagia temen Jisoo yang ldr-an itu putus, karena dia jadi gak ngerasain sakit lebih lama terus, hubungan jarak jauh itu nyakitin, kayak papa sama Jisoo, terlalu sakit untuk menahan rasa rindu."
"Oh iya, dulu waktu Jisoo SD, papa pernah minta Jisoo buat ngenalin temen-temen Jisoo ke papa kan? Sekarang Jisoo mau ngenalin temen-temen Jisoo di SMA"
Jisoo mengeluarkan ponsel disakunya. Ditunjukkan foto dirinya bersama seluruh teman kelasnya.
"Ini, Jennie pa" tunjuk Jisoo pada foto yang menampakan penampakan Jennie disana.
"Dia sahabat Jisoo yang paling-paling ter-best, Jisoo udah anggep kayak saudara sendiri, Jisoo sayang sama dia, dia juga baik banget sama Jisoo terus Jennie ini punya kembaran loh pa, nih orangnya beda jauh kan mukanya? Emang jelek sih kembarannya gak kayak Jennie yang cantik, tapi sama-sama baik kok."
Kini tangannya bergeser sedikit kekanan.
"Nah kalau ini namanya Seulgi, terus disampingnya Jihyo"
Dilirik sedikit wajah pucat ayahnya.
"Seulgi ini baru jadian sama yang ini, yang agak bantet ini, tapi mereka cocok kok, terus kalau Jihyo ini yang Jisoo ceritain tadi, yang habis putus cinta karena ldr-an"
"Terus ini, Lisa, lisa cantik kan pa? Kayak barbie" Jisoo terkekeh.
"Ini Sana, dia itu sering digodain dikelas karena emang lucu aja kalau dia lagi marah gitu, terus ini Taehyung si tukang kardus kelasnya Jisoo, ini Sungjae, ini Ten sama Jungkook, ini Mingyu"
Sampai pada akhir Jisoo menunjuk tepat ditengah foto tersebut.
"Ini Suho namanya, ketua kelas Jisoo, dia kesayangan Jisoo juga, Jisoo udah anggep dia kayak papa, eh tapi tetep papa yang nomer satu kok. Suho itu anak temennya tante Mila, dia baik, ganteng, kadang ngeselin, dia juga penyayang, dan Suho juga yang terus nemenin Jisoo sehari setelah Jisoo milih pergi dari rumah sampai sekarang. Suho selalu ada buat Jisoo."
Setelah selesai, Jisoo memasukkan kembali ponselnya.
"Pa, udah segitu aja, habis ini papa bakal dibawa kerumah abadi, tadi gak sengaja Jisoo denger suster ngomong gitu."
Sekali lagi Jisoo kecup dahi sang ayah, namun agak lama.
"Selamat tinggal pahlawan terhebatnya Jisoo, selamat bahagia disana sama mama, Jisoo putrimu akan selalu mendoakan mu disini"
Ditutup kembali kain kafan itu. Setelah itu Jisoo melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Pintu terbuka, menampakan mereka-mereka yang masih setia berada disana.
"Berapa jam lagi papa dimakamin?" Tanya nya pada Irene.
"Dua jam lagi"
Jisoo mengangguk, setelahnya pergi meninggalkan mereka semua.
Jennie yang hendak menyusul segera dicegah oleh Suho.
"Biarin dia sendiri dulu, dia butuh waktu"
Jennie mengurungkan segera niatnya, dirinya mengerti, sahabatnya sedang tak ingin diganggu kali ini.
IPA vs IPS
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA vs IPS [BlackVelvet]
Fanfic[Republish] [Slow Update] Udah hal yang wajar kalau anak jurusan IPA dan IPS disuatu sekolah saling bermusuhan. Mengikuti warisan para alumni sebelumnya, dua jurusan di SMA Angkasa Raya juga begitu. Kebencian timbul dimasing-masing orang tanpa didug...