🐼 2 🐼

1.7K 173 40
                                    


Izinkan Aku Bawa Cinta Ini


Part / 2


||🌺🌺🌺||



Tidak seperti biasanya, hari ini wajah Sisy tampak termenung. Bahkan Pak Joko satpam sekolah pun menyadarinya. Hari ini, Sisy memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya. Ia tak ingin jika suatu hari Altha mengetahui siapa dirinya dan berakibat fatal baginya. Jujur, Sisy merasa berat untuk mengakhirinya.


Naira yang saat ini menemani Sisy merasa iba akan keadaan sahabatnya. Seperti janjinya kemarin, hari ini Naira menemani Sisy datang ke sekolah lebih pagi. "Hari ini lo bawa apa, Sy?" Naira mencoba memecahkan keheningan di antara mereka.


"Rainbow cake."


"Wah, enak tuh kayaknya." Sisy tersenyum. "Gue salut sama lo, Sy. Masih SMA udah bisa masak dan bikin kue. Kapan-kapan, gue dibikinin juga dong! Kan, gue juga mau."


"Iya, nanti aku buatin untuk kamu dan yang lain."


"Sisy, Naira." Keduanya membalikkan badan saat mendengar seseorang memanggil nama mereka. Dilihatnya seorang murid laki-laki yang berjalan ke arah mereka. "Kalian udah datang?"


"Iya." Sisy dan Naira sama-sama mengangguk. Keduanya cukup terkejut mendapati murid lain selain mereka di sekolah dalam keadaan sepagi ini.


"Kak Aidan.” Keanu Aidan Syahbana. Ketua OSIS SMA Hight Star. “Tumben, Kak udah datang sepagi ini?" Dari banyaknya kata yang ada, entah kenapa Sisy malah menanyakan hal itu. Dengan gigih Sisy mencoba untuk menutupi kepanikannya.


Aidan terkekeh. "Ada tugas yang bukunya kakak nggak punya. Jadi kakak datang lebih pagi untuk ke perpustakaan." Sisy mengangguk. Tatapan Aidan itu terlihat lembut pada Sisy, seakan menyiratkan suatu hal. Namun, Sisy tidak menyadari akan hal itu.


Berbeda dengan Sisy, Naira tahu betul arti tatapan itu. Oh, ayolah. Tatapan itu sangat jelas artinya. Entah karena Sisy yang terlalu polos, atau karena ia sudah buta dengan cintanya pada Altha. Di dalam hati Naira merutuki kebodohan sahabatnya ini. "Ya udah. Kakak duluan, ya!" Aidan berlalu dari hadapan Sisy dan Naira. Selepas kepergian Aidan, mereka melanjutkan perjalanan mereka.


"Sy, Lo nggak ngerasa ada yang beda sama tatapannya Aidan sama lo gitu?" Sisy menautkan kedua alisnya.

"Beda gimana?" tanya Sisy yang tak mengerti arah pembicaraan Naira. Nah, kan benar.


"Ck. Lo nggak ngerasa gitu, kalau Aidan itu suka sama, lo?" Naira mengerutkan keningnya, ia menatap Sisy bingung saat Sisy menanggapi ucapannya dengan tawa. "Kenapa?"


"Kamu ngaco deh, Ra. Mana mungkin kak Aidan suka sama aku?"


"Kenapa enggak?" Sisy menghentikan tawanya. Melirik ke atas seolah berpikir.

"Kak Aidan itu setara dengan Kak Altha. Hampir sama lah meski beda. Kalau suka sama cewek, pasti ceweknya itu yang cantik dan pintar. Nggak kayak aku gini."


Naira mendengus kesal. "Kalau lo tahu selera Altha dan Aidan seperti apa, kenapa lo suka sama Altha? dan kenapa nggak suka sama Aidan aja?" Naira tersenyum mengejek. Sedangkan Sisy tampak terdiam mendengar pertanyaan Naira.


"Ya ... ya ... makanya aku diam-diam sukanya sama Kak Altha,” jawabnya asal. Hal itu membuat Naira memutar bola matanya malas.


"Sa ae lo." Naira menoyor kepala Sisy karena merasa jengkel akan sikap sahabatnya ini.


"Naira ih. Nggak boleh gitu." Sisy mengusap keningnya. "Udah ayo! Nanti keburu yang lain datang." Keduanya kembali melanjutkan perjalanan.


Keduanya berhenti di depan kelas Altha. "Sy, Lo nggak papa, kan, masuk sendiri? Tiba-tiba gue kebelet nih." Sisy memandang Naira yang terlihat lucu dengan gaya kebeletnya. Ia pun mengangguk. Setelahnya, Naira meninggalkan Sisy sendiri di depan kelas Altha.


Sisy melangkah memasuki kelas seperti biasanya. Langsung menuju bangku yang memang menjadi tujuannya. Dibukanya paperbag berisikan bekal itu dan mengeluarkannya sebentar dari paperbag. Sepucuk surat berwarna pink sudah ada di atas kotak bekal itu. Hari ini, selain memberikan kotak bekal untuk yang terakhir kalinya, Sisy juga ingin meminta maaf kepada Altha melalui surat itu.


Sisy tersenyum masam memandang kotak bekal yang ada di tangannya. Tak ingin ada yang memergokinya, Sisy pun segera meletakkan bekal itu di tempat biasa. Namun— "Ini dia pelakunya, Al." Suara dari pintu mengejutkan Sisy, dan tidak sengaja membuat bekal yang ada di tangannya terjatuh ke lantai.


Sisy menoleh dan melotot. Di sana, di depan pintu kelas. Berdiri Altha dan ketiga temannya. Sadar akan dirinya yang ketahuan, membuat Sisy panik. Sehingga tak sadar tangannya meremas ujung seragamnya hingga kusut.


Altha dan teman-temannya mendekati Sisy. Membuat Sisy diliputi perasaan gelisah. Saat ke empatnya sampai di hadapan Sisy, Sisy menundukkan wajahnya seketika. Sisy melihat salah satu teman Altha yang bernama Danish memungut kotak bekal yang terjatuh beserta suratnya.


"Heh, nama lo siapa?" Altha bertanya dengan nada dinginnya. Namun, Sisy hanya dian.


“Yah. Gagu dia, Al,” ucap Liam dengan nada mengejeknya.


Altha tersenyum sinis. “Gue tanya sekali lagi, siapa nama lo”


"Sy ... Sisy," jawab Sisy terbata.
"Kenapa lo ngasih bekal ini ke gue? Dan kenapa lo nggak pernah ngasih tahu identitas lo?" Sisy tak berani menjawab dan semakin meremas seragamnya. "Kok diem?" tanya Altha lagi. Namun, Sisy tetap bungkam.


"Jawab!" Karena kesal pertanyaannya tidak dijawab, Altha pun membentak Sisy.


"Ada surat nih, Al. Kayaknya dari dia deh." Altha tidak menanggapi ucapan Danish. Ia terus menatap Sisy di hadapannya yang sedang menunduk ketakutan.


"Sini biar gue baca." Liam yang anaknya memang usil, langsung meraih kertas yang ada di tangan Danish.


"Gue baca ya.” Liam membuka kertas berwarna pink itu , lalu mulai membacanya. “Oh Kak Altha. Maaf kalau bekalku selama ini membuat kak Altha tidak nyaman. Tidak ada maksud apa-apa dari bekal itu. Aku ikhlas memberinya untuk kakak. Karena aku cinta sama kakak. Aku tidak berani bilang secara terang-terangan seperti yang lainnya. Tapi, setelah ini janji nggak lagi. Maaf, ya! Ini bekal terakhir dari aku. Aku mohon, kali ini dimakan, ya! Dari your secret admirer. Wih, romantis bener." Liam mengakhiri aksi membacanya. Tentu dengan isi surat yang ia buat melenceng. Meski garis besar isinya memang sama, tapi Liam membacanya dengan berlebihan.


"Lo suka sama Altha?" Sisy tetap diam dan menundukkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Liam.


"Lo suka sama gue?" kali ini Altha kembali bertanya. "Ngaca dong, lo," tunjuk Altha pada Sisy. Membuat mata Sisy mulai memanas karena ucapan Altha.


"Mimpi lo nggak usah ketinggian. Lo pikir dengan lo ngasih gue bekal, gue bakal terima cinta lo? Asal lo tahu, ya. Lo itu nggak level sama gue." Mata yang sebelumnya hanya berembun kini embun itu telah cair. Mengalir jatuh ke pipi Sisy.


Sebuah dorongan pada punggungnya membuat Sisy terdorong begitu saja. Ternyata, Liam dan Danish mendorong Sisy perlahan ke luar kelas. Sekolah yang memang sudah dalam keadaan ramai membuat atensi semua murid beralih pada Sisy yang baru saja didorong hingga jatuh di depan kelas Altha.


"Murid udik kayak lo nggak usah mimpi jadi pacar gue." Sisy benar-benar merasa sakit saat ini. Sosok Altha yang begitu ia puja tidak ia sangka bisa berbuat hal sekejam ini. Ia hanya bisa menunduk dengan keadaan terduduk di lantai. Tidak berani mengangkat wajahnya karena ia yakin, saat ini pasti ia menjadi bahan tontonan sekolah.


"Sisy!" Suara seseorang yang memanggilnya membuat ia mendongakkan kepala. Terlihat Aidan dan Naira berlari ke arahnya yang masih terduduk di lantai. Kali ini, air mata kembali jatuh dari pelupuk matanya.


"Sisy bangun." Aidan dan Naira membantu Sisy bangkit, merangkul pundak Sisy yang bergetar. Pandangan Aidan kini beralih pada Altha. "Lo emang laki-laki yang nggak punya otak, ya. Dia perempuan. Dan lo perlakuin dia kayak gini?"


"Nggak usah ikut campur, lo." Kini, adu mulut Aidan dan Altha menjadi pusat perhatian para murid. Dua orang yang sama-sama tampan dan selalu bersaing di segala bidang tengah beradu di depan kelas.


"Lo emang perlu dikasih pelajaran, ya."


"Siapa takut?" Aidan dan Altha sama-sama memasang wajah kebencian. Mereka bersiap untuk adu jotos. Namun, Sisy segera menahan lengan Aidan. Ia tak ingin terjadi keributan yang akan menimbulkan masalah pada Aidan.

"Udah, Kak," ucap Sisy dengan suara seraknya. Sisy memandang Aidan dengan tatapan memohonnya.

"Ingat, Al. Lo akan menyesal." Aidan menunjuk Altha tepat di depan wajahnya.


"Nggak akan," ucap Altha sombong sembari menepis tangan Aidan kasar.


"Kita lihat nanti." Selepas itu, Aidan segera membawa Sisy pergi dari sana. Altha yang melihat itu hanya tersenyum miring.


Aidan, dalam langkahnya ia berjanji, tidak akan pernah membiarkan Sisy menangis karena Altha lagi.



||🌺🌺🌺||

Hay,,,
Yuk jangan lupa voth dan comentnya.
Ada typo tolong koreksi ya.
☺️☺️☺️

🐼Salam🐼
🍓 EdhaStory🍓
💔💔💔💔💔

Izinkan Aku Bawa Cinta IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang