🐼 20 🐼

1.1K 141 18
                                    

Izinkan Aku Bawa Cinta Ini

Part / 20

||🌺🌺🌺||



Altha memandang gerbang sekolah yang sudah tertutup dengan pandangan tak acuh. Tidak ingin ambil pusing dia memutar motornya untuk melewati jalan rahasia yang biasa dia lewati ketika dirinya dan teman-temannya terlambat.

Baru saja dia akan memutar, seorang gadis tampak terburu-buru mengendarai sepeda anginnya. Altha menyeringai kala tahu itu adalah Sisy. Sepertinya gadis itu juga terlambat. Terlihat Sisy menghentikan sepedanya dan mengembuskan napas dalam dengan pandangan nanar ke arah gerbang sekolah.

Altha terkikik sejenak sebelum menghampiri, dengan santai dia melintas di depan gerbang sekolah tanpa takut satpam akan melihatnya. Wajah terkejut Sisy begitu asyik dinikmati saat pandangan mereka bertemu. "Gue nggak nyangka anak rajin kayak lo bisa telat juga," ucap Altha yang saat ini sudah berada di depan Sisy.

"Kak Altha ...." Sisy memandang Altha dalam lalu menunduk mengingat ucapan pemuda itu sebelumnya. Jujur dia pun juga kecewa pada dirinya sendiri karena terlambat. Belum pernah dalam sejarah Sisy hal itu terjadi. Ya, kita tahu selama ini dia berangkat sepagi apa.

Namun, karena dia memutuskan jualan kuenya hari ini libur, dia memutuskan untuk bangun tidak seperti biasa. Sayabgnya malah kebablasan. Mungkin terlalu lelah.

Altha yang melihat itu tampak menaikkan alisnya. "Kenapa?" tanyanya.

Sisy menggeleng. Membuat Altha sempat tersenyum tipis. "Lebih baik, lo ikut gue!" Kali ini, Altha menuntun motornya.

Sisy menatap Altha bingung saat pemuda itu menuntun motornya. "Mau ke mana?" Pertanyaan itu menghentikan langkah Altha. "kita, kan harus masuk, Kak?"

Altha menstandarkan motornya lalu mendekati Sisy, satu telunjuknya dia arahkan pada kening gadis di hadapannya. Sisy yang berada di dekat Altha dengan jarak begitu dekat seperti ini, hanya bisa berusaha mengontrol debaran jantungnya agar tetap stabil. Semua itu sia-sia saat kedua pipi mulai terasa panas. Pasti kini sudah memerah.

Bahkan Altha yang menyadarinya pun menerbitkan senyum yang malah semakin membuat Sisy terpana. "He!" Suara Altha menyadarkan gadis itu. Bola matanya mengerjap beberapa kali.

"Itu gerbang udah ditutup. Lo mau kena hukum kalau lewat sana?"

"Ma—mau gimana lagi? Sisy nggak mau kalau harus bolos," lirih Sisy.

Altha memutar bola matanya. "Siapa yang nyuruh lo bolos?" tanyanya geram sekaligus gemas.

"Terus?"

"Udah! Ikut aja kenapa? Atau mau gue tinggal?" Tentu saja Sisy segera menggelengkan kepalanya. "Mangkanya ikuti gue!"

Dengan menuntun sepedanya, Sisy mulai mengikuti Altha. Keduanya berjalan bersama dalam keadaan diam. Siapa pun yang melihat ini pasti akan bertanya-tanya. "Sebenarnya kita mau ke mana, Kak?" tanya Sisy.

"Diem!" Tentu saja Sisy langsung menutup mulutnya. Tak lama, mereka sampai di sebuah warung kecil. Sisy yang merasa bingung tapi tidak berani bertanya hanya memandang pergerakan Altha saja.

"Parkir sepeda lo di samping motor gue!" titah Altha. "Bu Jum. Altha titip motor sama sepeda." Sisy melihat seorang Ibu-ibu menoleh saat Altha berkata. Disusul dengan acungan jempol oleh Ibu itu.

"Yuk!" Altha meraih tangan Sisy dan membawanya ke belakang warung. Seketika itu juga dia merasa panik.

"Kak, Kakak mau bawa aku ke mana? Kakak mau ngapain?" Panik Sisy.

Altha berdecak. "Katanya, lo pengen masuk sekolah. Ya ini jalan satu-satunya buat kita masuk tanpa ketahuan satpam," tunjuk Altha pada sebuah tangga yang tak Sisy sadari sebelumnya.

"Kita lewat sini?" tanya Sisy yang langsung dibalas anggukan pemuda di hadapannya. "Tapi, kan ini dilarang, Kak. Sama aja kita curang."

Altha mengembuskan napas, dia memijit keningnya. Berurusan dengan anak taat memang merepotkan menurut Altha. Kalau tahu akan menjadi ribet, dia tidak akan mengajak gadis ini dan membiarkannya saja lewat gerbang dan mendapat hukuman. "Ya udah kalau lo nggak mau masuk. Terserah. Yang penting sekarang, gue mau masuk." Pemuda itu pun bersiap menaiki tangga.

Sisy tampak bingung. Namun, detik selanjutnya dia memilih untuk mengikuti saran Altha. "Ya udah deh Sisy ikut, Kak."

Senyum terbit di bibir Altha. "Ya udah. Naik sono!" titahnya.

Sisy sedikit ragu melihat tembok pembatas sekolah yang sangat tinggi itu, juga tangga yang sudah terlihat tua. Namun, dia tidak mempunyai pilihan lain. Sisy melawan rasa takut dan mulai menaiki tangga yang akan berbunyi saat dipijaki.

"Ini aman, kan, Kak? Nggak akan patah, kan?" tanya Sisy dengan suara bergetar. Rasa takut mendominasi dirinya.

Altha memutar bola mata kembali. Sudah berapa kali dia melakukan itu sejak bertemu Sisy pagi ini? "Enggak," jawabnya malas.

"Kakak jangan ngintip." Sisy memandang Altha yang ada di bawahnya dengan penuh peringatan.

Altha yang mendengar itu melongo seketika. "Dih, siapa juga yang mau ngintipin, lo?" ucapnya sembari bergidik. Dia memandang remeh pada Sisy. "Masih banyak yang lebih cantik yang bisa gue intipin daripada elo," tekan Altha kemudian.


Jujur, Sisy sedikit tercubit akan ucapan itu. Meski sudah terbiasa mendapat kata kasar dari Altha, entah kenapa itu masih meninggalkan rasa sedikit nyeri pada hatinya. "Iya. Sisy emang jelek," ucapnya lirih. Dia kembali melanjutkan untuk memanjat. Meninggalkan Altha yang menatapnya dengan perasaan bersalah.

Merasa bersalah? Tidak. Untuk apa Altha merasa bersalah? "Kak Altha. Ini turunnya gimana?" Pertanyaan Sisy membuyarkan pikirannya. Dia segera menatap lamat Sisy yang saat ini sudah berada di atas tembok.

"Lo loncatlah," jawab Altha.

"Apa?" Jangan tanya wajah terkejut gadis yang kini berada di atas ity. Bagi Altha, mungkin ini adalah hal yang biasa, tapi bagi Sisy, ini sangat menakutkan.

"Iya. Loncat."

"Kakak, Sisy nggak berani ...," rengek Sisy sembari menatap ke bagian dalam tembok. Rengekan Sisy yang pertama kali ditunjukkan pada Altha. Suara manja yang entah kenapa membuat pemuda itu suka mendengarnya.

“Kak, Sisy nggak berani," ulang Sisy saat tak mendapat respon dari Altha.

Altha berdecak, dia segera memanjat tangga itu dan duduk di hadapan Sisy. "Gue bakal turun duluan. Nanti gue akan jaga, dan nangkap lo saat lo loncat. Oke?" Terlihat keraguan dari gadis di hadapannya ketika mengangguk. Altha segera meloncat terlebih dahulu dan memosisikan dirinya untuk menangkap Sisy.

"Ayo loncat!" Sisy tampak ragu-ragu. "Ayo cepetan!" Mendengar ucapan Altha, dia melompat seketika tanpa ancang-ancang. Jika kalian membayangkan jatuhnya mereka akan seperti novel di mana Sisy berada di atas tubuh Altha yang terlentang, maka kalian benar adanya.

"Nggak usah kek di novel-novel, ya. Kita saling tatap terus kita saling suka. Nggak akan. Buruan bangun!" titah Altha. Tentu saja itu membuat Sisy segera bangun dengan wajah cemberut.

Sebenarnya, Altha sempat terpesona dengan wajah yang ternyata memiliki cantik natural milik Sisy. Baru disadari saat mereka begitu dekat. Namun, dengan pintarnya dia menyamarkan perasaan kagum itu

"Gila! Lo berat banget, ya," ucap Altha sembari memijit pinggangnya.

Sisy yang masih membersihkan bajunya melotot seketika saat Altha mengatainya berat. "Enak aja. Sisy nggak gendut, ya." Wajahnya menatap garang pada sosok di hadapannya. Saat ini, Sisy dalam mode tidak sadar siapa Altha baginya. Seperti gadis yang lain, dia juga sensitif saat membahas berat badan.

Kembali, Altha memutar bola matanya. "Yang ngatain lo gendut siapa? Gue bilang lo itu berat." Altha menjelaskan ucapannya.

"Ya sama aja itu tandanya ngatain Sisy gendut," ucap Sisy kekeh.

"Kok, lo nyolot, sih?"

"Ya, Kakak duluan yang ngatain Sisy gendut."

"Gue nggak ngatain lo gendut," elak Altha kali ini dengan suara kerasnya.

"Sama aj—"

"Siapa di sana?" Suara teriakan itu menghentikan perdebatan mereka. Meski belum terlihat orangnya, keduanya jelas tahu kalau itu adalah suara dari Pak Joko.

"Gawat, ketahuan." Altha segera menyeret Sisy dari sana. Berlari menghindari tertangkapnya mereka oleh Pak Joko.

"Hei, berhenti kalian!" Suara itu terdengar jelas di belakang keduanya. Meski masih terdengar jauh, Altha semakin cepat menyeret Sisy.

Sisy yang kewalahan berusaha tetap berlari meski terseok-seok. "Kak Altha, pelan-pelan."

"Ya elah. Mana ada ceritanya kabur dengan pelan-pelan? Bego banget, sih?" gerutu Altha. Dalam keadaan sama-sama lari Sisy mencebikkan bibir saat mendapatkan julukan bego.

Langkah Altha terhenti saat mendapati jalan buntu. Akibat dari rasa panik dia sampai salah mengambil arah. Jika mereka berbalik, tentu saja akan tertangkap. Pandangannya tertuju pada ruangan lab Bahasa. Altha pernah menonton kejadian seperti ini di tivi. Saat ini, dia berharap adegan yang ditonton bisa membantunya.

Mencoba membuka pintu ruangan lab, senyum Altha terbit saat pintu itu dapat dibuka. "Ayo masuk!" Tanpa diajak pun, Sisy pasti akan mengikutinya. Toh mereka saat ini sedang dikejar Pak Joko. Belum lagi tangan Sisy yang sedari tadi ditarik oleh Altha.

"Ssttt diam!" Satu tangan Altha digunakan untuk menutup mulut Sisy, dan satu tangannya lagi dia gunakan untuk menyibak sedikit tirai ruangan. Mengintip sedikit keluar dan melihat Pak Joko yang saat ini berada di luar.

Jika Altha tengah fokus mengintai Pak Joko, Sisy malah lebih fokus memandang wajah tampan Altha yang saat ini jaraknya begitu dekat dengannya. Lagi-lagi dalam keadaan seperti ini. Seolah pelarian mereka bukanlah hal penting, dia hanya menikmati embusan hangat napas pemuda itu yang terasa di wajahnya.

Jantung Sisy terasa berdetak lebih kencang dari biasanya. Bagaimana tidak? Jika saat ini Altha mengapit tubuhnya di antara pintu dan tubuh pemuda itu? Belum lagi degupan jantung Altha yang begitu terasa akibat dari lari tadi membuatnya terasa nyaman.

Hingga Altha mengalihkan pandangan ke arahnya, Sisy dapat melihat mata legam nan indah itu semakin membuatnya tak mampu mengalihkan pandangan. Seolah tenggelam oleh tatapan tajam namun meneduhkan baginya.

Hingga sedikit terkejut dia rasa saat Altha mulai mendekatkan wajahnya, namun entah kenapa tubuhnya tak juga ingin menghindar. Embusan napas semakin hangat terasa. Jarak wajah di antara keduanya semakin dekat. Hingga—



||🍓🍓🍓||

Selamat malam

Sudah up

Double, ya

😋😋😋

Izinkan Aku Bawa Cinta IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang