Izinkan Aku Bawa Cinta Ini
Part 18
||🌺🌺🌺||
Dani memandang ponsel milik Danish yang tergeletak di atas kasur Altha. Sedangkan si empunya tengah asyik memainkan PS dengan Liam, ketiganya berada di apartemen Altha saat ini.
"Nish!" panggil Dani yang membuat Danish mendengus karena panggilan itu. "Hp, lo nyala. Coba liat!" titah Dani.
"Nanti aja," sahut Danish yang masih asyik dengan PSnya. Dani pun tak ambil pusing, dia kembali mengalihkan fokusnya pada ponsel di tangan. Namun, ponsel Danish yang selalu berkedip sangat mengganggunya. Dani bangkit untuk meraih ponsel itu dan melihat titik lokasi di layarnya.
"Titik lokasi?" Danish menoleh saat dia mendengar ucapan Dani.
"Ngapain Altha aktifin titik lokasinya?" Danish berucap dalam keadaan bingung. Sedangkan Dani masih tidak mengerti.
"Iya, itu baru aja gue buat sama Altha. Kita pasang di kendaraan kita. Masih perlu diuji lagi, sih. Baru gitu gue kasih ke kalian," jawab Danish yang kembali mengalihkan pada PSnya.
"Buat apa?" tanya Liam menimpali.
"Buat jaga-jaga aja kalau kita lagi sendiri, trus di jalan dapat masalah. Pan, kalau panik biasanya kita nggak sempet buat aktifin lokasi di HP. Atau, bahaya yang nggak biarin kita aktifin lokasi dari hp."
"Jadi, intinya kalau salah satu dari kita dalam bahaya, kita tinggal aktifin dari kendaraan tanpa musuh tahu, suapa yang lain bisa cepat datang buat bantu?" terka Dani.
"Yups. Mangkanya gue sama Altha buat it—" Ucapan Danish terhenti, dia memandang Dani terkejut dengan mata melotot.
"Goblok!" Maki Dani pada Danish. Mereka pun segera berlari keluar. Liam yang tidak tahu apa-apa hanya pasrah saat Danish menarik tangannya.
"Di layar ada keterangan Aktif sejak setengah jam yang lalu. Altha pasti udah sekarat saat ini." Dani berbicara dengan nada yang sedikit keras. Jangan lupa geraman yang keluar darinya.
"Jangan mikir kek gitu. Altha itu jago," ucap Danish mencoba menenangkan Dani. Danish tahu, sebagai sepupu Dani pasti merasa khawatir yang berlebih.
Ketiganya memasuki mobil milik Dani. "Altha memang jago, tiga orang sekaligus bisa dia kalahkan dengan mudah. Tapi coba kalian pikir, kalau emang dia bisa atasi, Altha nggak mungkin sampai aktifin alat itu." Danish membenarkan ucapan Dani. Altha adalah petarung yang handal. Dia tidak pernah takut melawan siapa pun. Jika Altha sampai mengaktifkan alat itu, keadaannya pasti sangat terdesak.
"Ada apa, sih?" Akhirnya, Liam bertanya.
"Altha dalam bahaya," ucap Danish tanpa basa-basi.
"Kata siapa?" Liam menatap bingung Dani dan juga Danish.
Danish mendesis dan menatap tajam Liam. "Mending, lo diem!" Liam meneguk salivanya melihat tatapan tajam dari Danish. Tak biasanya teman lemesnya ini seperti ini. Dia pun akhirnya memilih bungkam.
Dani melanjutkan mobilnya cepat ke tempat titik lokasi di mana Altha berada. Saat sampai di sana, ketiganya cukup terkejut melihat motor Altha yang tergeletak di jalan. Ban motor yang dalam keadaan sobek serta spion yang pecah, juga beberapa goresan di body motornya seperti sengaja digores oleh benda tajam membuat Danish meringis melihatnya.
"Ini, kan, motornya Altha? Lah, Althanya ke mana?" tanya Liam dengan menunjuk motor Altha yang tergeletak mengenaskan.
"Cari di sekitar sini!" titah Dani. Ketiganya mulai berpencar untuk mencari keberadaan Altha. Mereka memutari daerah itu. Memasuki tiap gang yang ada. Bertanya pada orang yang ada berharap salah satu dari mereka ada yang melihat Altha. Semua usaha mereka sia-sia. Altha tidak dapat mereka temukan.
"Nggak ada," ucap Liam.
"Gue juga nihil," sambung Danish.
"Apa mungkin Altha dibawa seseorang?" tebak Dani. Ketiganya saling memandang.
"Tapi, kira-kira siapa?" Di saat semua memikirkan di mana keberadaan Altha, ponsel milik Dani berbunyi. Dia meraih ponselnya dan langsung menjawab panggilan itu setelah melihat nomor Altha di layarnya.
"Halo, Al. Lo di mana?" cerca Dani tanpa menunggu suara di seberang sana.
Barulah saat seseorang itu bersuara, Dani menampilkan wajah marahnya. "Bangsat!" umpat Dani saat sambungan itu terputus.
"Siapa?" tanya Liam dan Danish secara bersamaan.
"Ternyata yang nyerang Altha adalah David," jelas Dani.
"Jadi, Altha sekarang ditahan David?" tebak Liam.
Dani menggeleng. "Gue nggak tahu," ucap Dani.
"David hanya bilang kalau dia puas udah mukulin Altha sampai babak belur," sambungnya kemudian.
Ketiganya kembali terdiam. "Kita datangi aja markas David," usul Danish dengan menjentikkan jarinya.
Dani menggeleng. "Jangan," tolak Dani. "itu terlalu bahaya buat kita."
"Kalau begitu, mendingan kita balik ke apartemen Altha saja. Kita pikirin rencana selanjutnya," putus Liam memberikan solusi. Dani dan Danish pun setuju karena merasa mereka saat ini hanya mendapatkan jalan buntu. Mungkin mereka akan meminta bantuan keluarga Maheshali nanti.
🌺🌺🌺
"Terima kasih, Bapak-bapak." Sisy memberikan senyum ramah pada sekumpulan Bapak-bapak yang sudah membantunya.
Sisy segera menghampiri ibunya yang tengah menyiapkan air hangat. "Ibu," panggil Sisy.
Sinta tersenyum. "Nih, kamu bawa, terus bersihkan luka-lukanya, Nak Altha." Sinta memberikan baskom berisi air hangat pada Sisy.
"Terima kasih, ya, Bu." Sinta mengangguk.
"Sudah. Sana." titah Sinta. Sisy segera menuju kamarnya di mana seorang Altha tengah terbaring di sana. Saat pulang sekolah tadi, Sisy melihat motor yang tergeletak di pinggir jalan. Sisy merasa kenal dengan motor itu. Saat langkahnya semakin mendekati motor itu, alangkah terkejutnya dia saat melihat Altha yang tengah terduduk sambil menyandar pada dinding rumah warga.
Kondisi Altha sangat memprihatinkan saat Sisy menemukannya. Wajah yang dipenuhi lebam dan seragam yang sudah robek tak layak pakai. Baru saja Sisy memanggil nama Altha, namun pemuda itu tiba-tiba saja tak sadarkan diri.
Tubuh Sisy yang memang lebih kecil dari Altha tentu saja tidak dapat membawa pemuda itu. Rasa syukur dia ucapkan saat melihat beberapa orang lewat dan mau membantunya. Mereka pun mau kembali untuk mengambilkan motor si korban.
Sisy mulai mencelupkan handuk kecil pada air hangat dan memerasnya, membersihkan luka-luka yang ada di wajah Altha. Dia melakukannya dengan begitu hati-hati. Ketika selesai, gadis itu mulai memberikan obat merah sedikit demi sedikit pada luka secara merata. Tinggal menunggu pemuda itu sadar.
🌺🌺🌺
"Sssh." Baru juga Altha membuka matanya, rasa sakit sudah menyerang seluruh tubuh. Bukan seperti drama-drama yang ada di mana Altha yang akan amnesia saat terbangun dari pingsannya. Dia ingat betul apa yang telah menimpa dirinya.
Pengeroyokan yang dilakukan David terhadapnya menumbuhkan rasa dendam. Altha mengedarkan pandangan. Suasana asing dia dapat. Akan tetapi, pemuda itu merasa seperti pernah melihat tempat ini. Tapi lupa.
Tunggu! Sebelum dia kehilangan kesadarannya tadi, kalau tidak salah dia melihat—Baru saja Altha akan mengingat, suara pintu terbuka membuatnya mengalihkan pandangannya. Orang yang ada dalam pikirannya tadi, sekarang dengan jelas ada di depannya. Ah, iya. Ini adalah kamar gadis ini.
"Kak Altha sudah sadar?" tanya Sisy yang meletakkan nampan pada meja di samping tempat tidurnya.
"Udah lihat masih tanya," ketus Altha dalam menjawab pertanyaan Sisy.
Sisy menampilkan senyumnya. "Ya udah! Kakak makan dulu sekarang, ya?" Sisy menyodorkan mangkuk berisi sup ayam pada Altha yang hanya dibalas lirikan oleh Altha.
Sisy yang tahu arti lirikan Altha pun menjawab, "Kakak tenang aja, ini masakan Ibu aku, kok. Bukan masakan aku." Entah apa maksud dari ucapan Sisy barusan. Yang jelas, Altha merasa tersindir akan hal itu.
Altha mencoba mengangkat tangannya yang masih terasa sakit. Lama-kelamaan, sakit itu makin terasa membuat Altha memekik seketika. "Kak Altha nggak papa?" tanya Sisy khawatir.
Altha jelas melihat kekhawatiran itu. "Ya udah. Aku suapin aja, ya, Kak," ijin Sisy pada Altha. Tanpa banyak kata Altha mengangguk dalam diamnya.
"Buka mulutnya, Kak," perintah Sisy. Kembali, Altha dengan mudahnya menurut. Dia terpaku akan wajah Sisy yang tampak serius menyuapinya. Tanpa mengalihkan tatapan Altha selalu membuka mulutnya saat sendok sup itu diarahkan ke mulutnya.
Hingga beberapa saat kemudian, sup yang Sisy bawa telah habis. " Yey, habis," girang Sisy saat melihat mangkuk di tangannya telah kosong.
"Aku taruh ini dulu ke belakang dulu, ya, Kak," ijin Sisy sembari meraih nampan di atas meja. Tanpa melihat Altha, Sisy pun keluar dari kamar. Satu sudut bibir Altha terangkat, entah kenapa dia merasa tersanjung akan sikap Sisy yang lembut padanya hari ini. Dia merasa bahagia? Entahlah, Altha tak tahu.
Tak lama, Sisy pun kembali. "Ada yang Kakak butuhkan?" Mendapat pertanyaan itu, Altha seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Hingga sesuatu terlintas di pikirannya.
Tatapan Altha kini memicing. Sisy yang melihatnya pun tampak bingung. "Waktu gue pingsan, lo nggak grep-grep gue, kan?" tuduh Altha sembari menunjuk Sisy.
Sisy melotot dibuatnya. Dengan cepat Sisy menggelengkan kepalanya. "Aku nggak apa-apain Kak Altha, kok?"
"Bener?"
"Iya, Kak. Sumpah." Dua jari Sisy angkat membentuk huruf V.
Altha hanya menganggukkan kepalanya. Detik selanjutnya dia menyadari sesuatu, Altha memeriksa saku lalu meja di sampingnya. Apa yang dia cari tidak dapat dia temukan.
"HP gue mana?"
"Sisy nggak tahu, Kak." Gadis itu takut Altha akan menuduhnya mencuri.
Altha menghela napas dalam. "Lo punya HP, kan?" tanya Altha yang dijawab anggukan oleh Sisy.
"Telepon Dani. Suruh dia jemput gue!" titah Altha kemudian tanpa kata tolong. Membuat Sisy mencebik kesal dan menggerutu di belakang Altha.
"Astagfirullah." Dia merasa tidak sopan telah menggerutu di belakang Altha.
Segeralah Sisy meraih ponselnya untuk menghubungi Dani. Gerakan itu terhenti kala dia menyadari sesuatu. "Kenapa? Nggak punya pulsa, ya?" tuding Altha.
"Bu—bukan, Kak."
"Lalu?"
"Aku nggak punya nomornya Kak Dani," cicit Sisy. Altha berdecak dan segera memberitahukan nomor Dani pada Sisy. Gadis itu mendial nomor yang baru saja diberitahu oleh Altha. Awalnya, panggilannya tidak mendapat jawaban.
Akan tetapi, tak berapa lama panggilan itu terjawab dan Sisy segera menyampaikan pesan Altha pada Dani. Setelah panggilan itu selesai, Altha memilih untuk memejamkan matanya. Percayalah, tubuhnya benar-benar terasa sakit. Bahkan untuk duduk makan tadi saja, dia menahannya sekuat tenaga.
"Sial, lo harus dapat balasannya, Vid," batin Altha berucap. Setelahnya, Altha mulai memejamkan mata. Tanpa tahu adanya Sisy yang setia menatapnya dengan senyuman.
🦊🦊🦊🦊🦊🐩🐩🐩🐩🦊🦊🦊🦊🦊
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Bawa Cinta Ini
Romance🐼 Follow dulu sebelum membaca 🐼 Start : 11 Februari 2020 End. : 15 Juli 2020 Jika kamu mencari kisah remaja anak motor, bukan di sini tempatnya. Jika kamu mencari kisah remaja di mana si cewek yang bucin sama cowoknya, bukan di sini tempatnya. Ji...