Putra Bangsa (Bagian 1)

50 12 1
                                    

Tiga tahun sudah aku berada di sini. Sekolah dengan pendidikan nomor satu se provinsi. Tanpa teman-teman terbaik ku. Tanpa keluarga disampingku.

Di sekolah ini aku mempunyai dua teman yang sangat baik kepadaku. Mereka adalah Dion dan Kevin. Sebenarnya banyak sekali temanku disini. Tapi hanya mereka berdua yang selalu bersamaku. Kemanapun.

Kami selalu menghabiskan waktu luang di asrama dengan mencuci pakaian. Kadang kami bermain ke salah satu mall terbesar di kota. Ya tentu saja, aku di traktir oleh mereka berdua.

Mereka berdua adalah anak orang-orang yang punya. Bahkan ayahnya Kevin adalah seorang direktur utama di salah satu perusahaan terbesar di kota. Begitu juga dengan Dion, ayahnya adalah seorang pebisnis hebat. Setiap hari selalu bepergian keluar negeri untuk bertemu rekan bisnisnya.

Tak bisa terbayangkan sebelumnya jika aku bisa berteman dengan mereka. Kadang aku merasa minder jika bersama mereka. Secara aku tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Mungkin hanya satu titik tinta pada kertas putih tak berpola.

Mereka sangat baik kepadaku. Tidak pernah memilih teman dari latar belakang sebenarnya. Aku sangat salut kepada mereka.

***

"Ardo, kamu mau ikut makan siang denganku." Kevin menghampiriku saat aku sedang di Lobi asrama.

Aku selalu menghabiskan waktuku di lobi asrama. Meskipun hanya untuk membaca atau mengerjakan tugas. Karena di lobi ada sebuah komputer yang selalu kosong. Maka dari itu aku selalu menggunakannya untuk mengerjakan tugas.

"Kamu mau makan siang diamana? Bukankah kita seharusnya makan dia di kafeteria yang sudah disediakan." Ujarku.

"Eh, tapi aku sedang ingin makan makanan yang enak sekarang." Ujar Kevin.

Memang makanan yang di sediakan tidak begitu enak. Lidahku sudah terbiasa dengan itu semua. Karena mamak sering memasak makanan seadanya saat kondisi keuangan menipis. Tapi tidak dengan lidah orang kota. Mereka merasa makanan itu tidak cocok dengan lidah mereka.

"Ayolah do, kamu pasti mau kan. Dion juga akan ikut bersama. Urusan uang biar aku yang membayarnya." Seperti biasa Kevin pasti mentraktir ku.

"Iya, iya, aku mau. Tapi kita sambil belajar ya disana." Ujarku.

"Nah, benar kita belajar disana. Itu sangat menyenangkan." Ujar Kevin.

"Hei, kalian sedang apa disini?" Dion datang menghampiri dan bertanya.

"Yon, siang ini kita makan di luar ya." Ajak Kevin.

"Siap. Ayo segera, aku lapar."

Tak membutuhkan waktu lama kami bertiga segera keluar gerbang dan menaiki taksi. Setiap hari libur seperti ini kami memang sering belajar di luar. Entah itu di kafe atau tempat-tempat makan lainnya. Meskipun kami masih anak SMP tapi tidak ada salahnya kami berprilaku seperti anak kuliahan, bukan.

"Kevin, kamu bawa ponselkan?" Tanyaku kepada kevin saat di dalam taksi.

Semua teman ku di Putra Bangsa ini memang selalu membawa ponsel. Bahkan mereka menghabiskan waktu dengan bermain ponsel.

"Ada, memang kenapa?"

"Aku ingin menelpon ayahku di desa. Boleh?"

"Tentu saja boleh, do."

Sudah tiga tahun aku tidak pulang ke desa Argapura. Bukannya aku tidak ingin. Tapi karena tidak ada uang untuk pulang. Jika ayah sedang mendapat tugas ke kota. Sesekali ayah mengunjungi ku di asrama. Itupun hanya sebentar.

Kemudian, aku segera menelpon nomor ayah yang telah ku simpan di ponsel milik Kevin.

Tutt tutt tutt...

Time TravellersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang