Hari Perpisahan

55 14 0
                                    

Pukul 07.20..

Langit hari ini cerah tidak seperti hari-hari sebelumnya. Bagaikan samudera lepas yang di lihat dari atas. Biru. Tanpa ada setitik pun awan putih di bawahnya.

Jalanan cukup ramai oleh lalu lalang warga desa. Di waktu ini para warga memulai aktifitasnya. Ada yang berkebun, bertani, berjualan dengan sepeda, atau berjualan dengan berjalan kaki.

Hari ini adalah hari dimana kami akan menerima hasil ujian kelulusan yang telah dilakukan satu minggu yang lalu.

Jantungku berdebar tak karuan. Berdetak cepat, melebihi batas normal. Keringat mengalir perlahan. Satu persatu. Membasahi seragam sekolahku.

"Bagaimana ini, aku takut melihat hasil ujianku." Sultan menggigit jari. Ketakutan.

"Kau tidak perlu khawatir. Nilai kau pasti bagus, tan." Aku menenangkan Sultan.

Kami semua menunggu di luar kelas. Duduk di lantai tanpa keramik. Hanya semen abu yang cukup kasar. Di dalam kelas orangtua kami berada. Menunggu hasil ujian kelulusan. Satu persatu di panggil.

Adelardo Radmilo.  Terdengar dari luar namaku terpanggil. Keringat semakin menjadi-jadi. Baju seragam ku benar-benar basah. Bagaikan tercebur kedalam air.

Namaku memang tidak seperti nama kampung. Tapi aku asli lahir di desa Argapura. Entah dari mana mamak dan ayah memberikan nama itu kepadaku.

Tiga puluh menit berlalu.

"Baik, bapak-bapak dan ibu-ibu. Kami ucapkan terima kasih kepada kalian. Karena sudah menyempatkan datang untuk mengambil hasil ujian ini. Anak-anak kalian memang luar biasa." Terdengar pak Anwar menutup acaranya.

Pintu terbuka. Orangtua kami saling bergantian keluar. Mamak dan ayah belum terlihat.

"Ardo, kau bisa masuk sebentar." Pak Anwar menyuruhku masuk ke kelas.

"Iya pak. Teman-teman kalian pulang terlebih dahulu saja. Aku akan pulang bersama orang tuaku." Mereka semua mengangguk.

Saat di dalam kelas. Kulihat raut wajah ayah dan mamak yang bahagia. Mata mereka berkaca-kaca. Mamak meneteskan air mata.

"Ardo selamat kau menjadi lulusan terbaik di sekolah ini. Tapi bukan hanya di sekolah ini. Kau juga menjadi lulusan terbaik sekota provinsi." Pak Anwar. Kemudian Ayah dan mamak memeluk ku dengan sangat erat. Air mataku mengalir. Membasahi bagian depan pakaian mamak.

"Ardo, kau juga mendapatkan  beasiswa ke SMPS  Putra Bangsa." Pak Anwar memberikan ku kejutan lagi.

Aku terdiam. Itu adalah sekolah impian ku. Sekolah dengan bayaran mahal. Saat itu aku berpikir bahwa mamak dan ayah tidak akan bisa membiayai ku jika masuk ke Putra Bangsa. Karena memang ekonomi keluarga kami terbatas.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika aku bisa mendapatkan beasiswa ke SMPS Putra Bangsa. Aku tak henti-hentinya menangis dan bersyukur kepada Tuhan.

Antara senang dan sedih. Disisi lain aku sangat senang sekali bisa mendapatkan beasiswa ke Putra Bangsa. Tapi disamping itu, aku sangat sedih. Karena aku dan keempat temanku sudah berjanji akan selalu bersama-sama. Dan juga aku harus meninggalkan rumah.

"Ardo, mamak bangga padamu." Mamak mengelus rambutku dan mencium ku.

"Ayah juga bangga padamu, nak. Kita sebaiknya segera pulang kerumah."

"Terima kasih, mak, yah." Jawabku dengan suara tersendat.

"Pak Anwar terima kasih atas semuanya. Untuk urusan beasiswa bisa kita bicarakan lagi di rumah." Ujar ayah. Kemudian kami bersalaman dan segera pulang ke rumah.

Time TravellersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang