Langit sangat indah pagi ini. Biru cerah. Bagaikan lautan lautan lepas yang berada di udara. Awan cumulus berada di bawahnya seperti gumpalan permen karet. Berwarna putih pekat tanpa ada awan hitam setitik pun. Sangat indah.
Hari ini keempat sahabatku akan datang. Mereka di antar oleh paman Sam menggunakan mobil milik wak gani.
"Burlian, kau cepat mandi." Mamak memerintahkan Burlian untuk mandi.
"Iya, mak." Jawabnya singkat. Burlian memang selalu memperlambat diri. Dia selalu memainkan sesuatu yang sebenarnya itu bukan mainan.
"Do, apa barang-barangmu sudah kau masukkan ke dalam koper semua?" Mamak bertanya kepadaku.
"Sudah mak, semua pakaian dan makanan sudah aku masukkan kedalam koper." Aku di belikan dua buah koper oleh pak Anwar. Beliau tahu kondisi ekonomi keluargaku. Maka dari itu, beliau membelikan koper untukku.
"Visa dan paspor sudah do?" Tanya ayah.
"Visa, paspor, dan barang-barang yang penting aku simpan di dalam ransel yah. Supaya lebih mudah jika ada sesuatu."
Tiba-tiba ayah memberikan ku sesuatu. Bentuknya kotak. Dilapisi oleh kertas kado. Entah apa isi didalamnya.
"Ini apa yah?" Tanyaku saat mengambilnya.
"Kau buka saja." Aku mengangguk. Kemudian membuka kertas kado itu.
"Hah? Ini untukku yah?" Aku terkejut ketika melihat isinya. Ternyata dibalik kertas kado itu terdapat ponsel yang cukup canggih menurutku.
"Iya do, itu untukku. Kami membelikannya agar kau selalu bisa menghubungi kami." Ujar ayah.
"Ayah dapat uang darimana bisa membelikan ku ponsel mahal ini?" Tanyaku menyelidik.
"Ayah ada sedikit rezeki dan di tambah tabungan mamak. Kau tahukan mamak menabung untuk kau sekolah. Tapi sama sekali tidak terpakai. Karena sekolah mu gratis. Maka mamak memutuskan untuk membelikan mu ponsel agar kami bisa selalu menghubungi mu." Ayah menjelaskan.
Tabungan mamak memang masih utuh. Karena aku mendapat beasiswa. Sebenarnya jika aku tidak mendapat beasiswa, mamak akan pergunakan uang tabungannya untuk keperluan sekolahku dan juga Burlian.
"Iya do, kau jaga baik-baik ponsel itu. Maafkan mamak tidak bisa membelikan ponsel yang lebih bagus." Ujar mamak.
"Baik. Mak, yah, terima kasih."
"Iya do."
Ardo, Ardo, Ardo. Terdengar dari kejauhan ada yang memanggil namaku. Kemudian, aku segera mencari asal suara itu. Menuruni anak tangga. Satu persatu. Melewati lobi asrama. Dan sampai di pintu masuk asrama.
"Assalamu'alaikum do," Keempat temanku mengucap salam serentak ketika berpapasan denganku.
"Wa'alaikumsalam." Kami berlima berpelukan. Melepas rindu yang sudah lama terpendam. Melompat-lompat riang. Memperagakan jabatan tangan yang selalu kami lakukan saat SD.
Mereka tiba tepat pada pukul 09.35. Masih ada waktu untuk melepas rindu dan menceritakan apa yang telah kami alami selama berpisah.
"Ayo masuk." Aku mengajak mereka masuk.
"Do, bagaimana kau sekolah di sini?" Tanya Sultan.
"Aku sangat senang, Tan. Disini aku lebih mengetahui banyak hal." Aku menjawab ketika kami menaiki anak tangga.
"Do, kau akan berangkat jam berapa?" Tanya Reski.
"Jam dua siang Res."
Kami semua tiba di kamar asrama ku. Ayah dan mamak segera menghampiri. Keempat temanku bersalaman kepada ayah dan mamak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Travellers
Science FictionIni merupakan kisah empat orang sahabat, teman satu kampung, teman satu sekolah, bahkan teman bermain setiap harinya. Mereka semua terinspirasi oleh kisah seorang ilmuan yang membuat mesin waktu. Kemudian melakukan perjalanan ke masa lalu hingga ke...