18.Salah kah?

2.9K 234 10
                                    

Dua bulan kemudian

"Ihh, ngapain juga nikah sama brondong kalau akhirnya jadi jablay," ucap Rika salah satu teman mengajar Zara. Rika adalah salah satu guru yang seusia Zara. Dia sudah menikah dan mempunyai satu anak.

"Cinta buta itu namanya. Laki-laki mapan yang mau serius malah ditolak dan lebih memilih mantan murid yang masih kuliah. Yang ada juga kita diporotin untuk biaya kuliahnya. Eh, di sana dia melirik gadis yang lebih muda pula," timpal Hesti sinis, guru IPA yang memang tidak suka dengan Zara.

"Eh, ibu-ibu. Ngapain kalian sibuk ngurusin kehidupan orang lain," sela Bu Rida yang kebetulan mendengarkan pembicaraan kedua guru itu. Bu Rida memang dekat dengan Zara. Sebagai sesama guru bahasa Inggris, dia sudah seperti kakak bagi Zara.

Telinga Bu Rida menjadi panas mendengar sesama guru saling menjelekkan.

"Rika, urus saja suami kamu yang suka main tangan itu. Dan kamu Hesti, urus anak laki-lakimu itu yang suka jalan sama tante-tante!!," teriak Bu Rida.

Ayumi yang berada di belakang Bu Rida tersenyum geli melihat muka masam kedua tukang gosip itu. Mereka berdua pun langsung bungkam setelah mendapatkan teguran dari Bu Rida.

Zara yang berada tidak jauh dari ruangan guru, mengurungkan niatnya untuk masuk karena tidak sengaja mendengarkan semua ucapan ibu-ibu di dalam sana. Dia kemudian membalikkan badan dan berjalan menuju ke perpustakaan.

Di perpustakaan, dia mengeluarkan ponsel dari saku blazernya. Ada berapa panggilan video call dari Dirga yang tidak dia gubris tadi. Zara melihat lagi di ponsel, ada SMS juga dari Dirga. Mungkin karena Zara tidak mengangkat panggilan video call darinya, Dirga lantas mengirim SMS saja.

( Ra, kakek kurang sehat. Kamu bisa melihat kakek di rumah? Kasihan kakek sendirian di sana )

'Ya Allah, kakek sakit?. Aku sudah lama tidak ke Korean food,' batin Zara. Sejak pulang dari Korea, Zara tinggal bersama orang tuanya. Untuk sementara waktu dia tinggal di sana karena Dirga kan, masih di Korea.

Pulang dari mengajar, dia pun  menyempatkan diri untuk mampir mengunjungi kakek Zahid. Rumahnya tepat berada di belakang resto Korean Food, miliknya.

"Mas Ari, kakek di mana?," tanya Zara kepada waiters yang sudah lama ikut kakek Zahid itu.

"Kakek sedang demam, Mba. Beliau ada di rumah belakang sedang istirahat," jawab Ari.

Zara kemudian langsung menuju ke rumah kakek. Rumah itu tidak terlalu besar untuk ukuran beliau. Kamarnya hanya dua, satu ditempati beliau dan satunya lagi adalah kamar Dirga.

"Assalamualaikum. Kakek..." Panggil Zara masuk ke dalam rumah yang sengaja tidak dikunci itu.

"Waalaikumsalam. Masuk, Ra. Kakek di kamar," sahut kakek Zahid.

"Ya Allah, kakek sakit apa?. Kita ke dokter saja ya, kek," kata Zara panik melihat kakek Zahid terbaring di atas ranjang.

"Hanya demam, Ra. Nggak usah repot-repot. Kakek sudah minum obat tadi," tolak kakek Zahid.

Zara sedih sekali melihat kakek sendirian di masa tuanya. Seharusnya beliau menikmati masa tuanya bersama anak dan cucunya. Bukan sendirian seperti ini. Kalau Dirga sudah selesai kuliah, kami nanti bisa tinggal di sini untuk merawat kakek.

Setelah memastikan kakek Zahid tidak begitu mengkhawatirkan, Zara pamit pulang ke rumah. Lagi pula sudah ada Ari yang menemani kakek selama Dirga di Korea.

***

Tiba di rumah

"Bagaimana keadaan kakek, Za?," tanya Afifah, Mama Zara ketika dia sampai di rumah.

"Kakek demam karena masuk angin, Ma. Kakek sudah minum obat, jadi aku tenang meninggalkannya bersama Ari," jelas Zara sambil duduk di sofa.

"Syukurlah kalau tidak apa-apa. Mama takutnya kakek sakit parah," ujar Afifah dengan raut wajah cemas.

"Ma, aku ke kamar dulu ya. Mau mandi," ujar Zara berdiri dari sofa lalu berjalan menuju kamarnya.

Setelah membersihkan diri, Zara mengecek lagi ponselnya. Tidak ada telpon atau pesan dari Dirga. Zara membaringkan badannya di atas ranjang. Tatapannya menerawang ke langit-langit kamar.

'Salah kah jika aku menerima lamaran Dirga. Dia memang belum memiliki pekerjaan mapan. Tapi penghasilannya sebagai asisten dosen, dia transfer ke rekening ku setiap bulan walaupun tidak banyak,' batin Zara.

'Aku mencintainya juga bukan karena aku buta dengan perasaanku. Aku sudah istiqoroh agar diberikan pilihan yang baik menurut agamaku , laki-laki yang bisa menjadi imamku dunia akhirat.'

Bulir bening meluncur dari sudut mata Zara. Ketika dia memejamkan matanya, airmatanya pun tak terbendung lagi. Zara larut dalam isakan tangis sambil menahan kerinduan di hatinya.

My Student, I'm in Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang