"Jangan lari-lari, Jiminie," ucap seorang wanita cantik berusia tiga puluhan, pada sang putra bernama Jimin yang masih berusia empat tahun itu.
"Awas nanti ja--" Belum sempat wanita itu menyelesaikan perkataannya, sang putra sudah lebih dulu terjatuh. Membuatnya sedikit berlari kemudian membawa sang putra ke atas pangkuannya.
"Kan sudah Ibu bilang jangan lari-lari, sayang. Jadi jatuh gini, kan?"
"Hiks ... s-sakit, Ibu."
Park Haeji, wanita itu mengusak lembut surai Jimin bermaksud untuk menenangkannya. Ditiupnya luka kecil di lutut sang putra, Haeji usap lelehan air mata dipipi gembil Jimin dan tak lupa juga ia kecup sayang setiap bagian wajah putra tercintanya.
"Sst, tidak apa-apa. Jangan menangis, jagoan Ibu kan kuat." Bagai sebuah mantra, Jimin kecil yang beberapa saat lalu menangis hebat, seketika terdiam mendengar ucapan sang ibu.
"Hihi ... Jiminie tidak nangis, kok. Jiminie kan kuat!" Haeji terkikik geli melihat tingkah polos sang putra, Jiminnya ini memang paling bisa membuat Haeji tertawa.
"Sayangnya Ibu."
"Hihi, geli Ibu, geli ...," protes Jimin saat tangan usil Haeji mulai menggelitiki perutnya. Namun, wanita itu tidak memperdulikan protesan sang putra. Haeji justru semakin gencar menggelitiki Jimin dan membuatnya tertawa bahagia.
Suara gelak tawa Haeji dan Jimin tak luput dari pendengaran bocah lain yang hanya bisa tersenyum sendu melihat tingkah sang ibu dan adiknya. Bocah berusia sepuluh tahun itu melangkah pergi dari tempat persembunyiannya, memilih duduk di bangku taman samping rumahnya, daripada terus berdiam diri menyaksikan keakraban ibu dan adiknya yang mungkin akan membuatnya semakin sakit hati.
"Taehyungie rindu Ibu, apa Ibu rindu Taehyung juga?" gumamnya sendiri.
Entah apa yang lucu dari kata-katanya, Taehyung tertawa, selepas ia mengungkapkan rasa rindunya pada sang ibunda. Namun, tak lama kemudian tawa itu berubah menjadi isakan, disusul isakan-isakan lain yang membuat siapa saja pasti akan merasa iba, melihat betapa menyedihkannya bocah ini.
"Hiks, I-Ibu ... Ibu, hiks ...." Tangisan Taehyung semakin kuat. Namun, pikirannya justru sibuk menerawang jauh, teringat pada kedua sosok malaikat yang lima tahun lalu membawanya pergi dari sebuah panti asuhan. Menjajikannya sebuah keluarga bahagia padanya.
"Taehyungie mau ikut sama Ibu?" Bocah berumur lima tahun yang tidak lain adalah Taehyung itu hanya bisa menatap Haeji dengan tatapan polosnya, tak mengerti dengan maksud dari perkataan wanita cantik yang kini tengah berjongkok di depannya.
"I-ibu?" Haeji tersenyum simpul mendengar lirihan Taehyung, ia tangkup kedua pipi Taehyung dengan kedua tangan lembutnya.
"Iya, sayang. Ibu, Taehyungie mau kan jadi pangeran kecilnya Ibu?"
"Jadi jagoan Ayah juga tentunya." Belum hilang keterkejutan Taehyung mendengar permintaan Haeji, sosok pria gagah yang tidak lain adalah suami Haeji, Park Hyungsik. Tiba-tiba saja datang dan langsung menjuluki dirinya sendiri sebagai seorang ayah.
"I-ibu, A-ayah?" Mata Taehyung kini berkaca-kaca, rasa hangat seketika menyelubungi hatinya dan membuat Taehyung bahagia tak terkira.
Selama lima tahun ini Taehyung tinggal di panti asuhan tanpa tahu siapa orang tuanya. Yang Taehyung tahu, ia dibuang oleh sang ibu. Sekalipun ibunya itu tidak pernah berpikir, jika saja petugas panti tidak segera menemukannya, mungkin saja bayi mungil tak berdosa itu akan mati akibat hipotermia karena musim dingin yang kebetulan tengah terjadi.
Dan tanpa terduga, tiba-tiba saja datang kedua malaikat yang menawarkan diri menjadi orang tuanya. Menjajikan keluarga utuh dan bahagia untuknya, bagaimana Taehyung tidak bahagia?

KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot || Kth
Short StoryKumpulan one shoot, two shoot, dengan cast BTS Taehyung di dalamnya.