Seorang perempuan terduduk di sudut kamar sembari memeluk dirinya sendiri. Kepalanya sejak tadi terbenam di antara kedua lututnya. Kondisinya cukup buruk, bahkan saat ini tangisnya sulit untuk dihentikan meski dirinya sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Teriakan-teriakan murka di kamar yang berada di sampingnya semakin jelas terdengar kencang; menyentuh hati membuatnya semakin remuk.
Salsa Safira Rahman. Saat ini dirinya tak mampu melakukan apa-apa selain menangis, menahan kecewa sekaligus luka. Kecewa karena lagi-lagi mendapati kedua orangtuanya bertengkar karena permasalahan yang serupa.
Tubuhnya tersentak kaget saat mendengar sesuatu membentur dinding cukup keras, lalu setelahnya teriakan ayahnya kembali terdengar. Seolah tak mau kalah, ibunya justru semakin gencar melawan perkataan ayah Salsa.
Salsa menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Berusaha menahan isakan agar tidak meledak saat itu juga. Entah sudah berapa lama dirinya menangis seperti ini. Yang jelas, dadanya terasa semakin sesak saat ini.
Dia bangkit dari posisi duduknya, berdiri di depan meja rias. Pandangannya tertuju kepada pantulan dirinya di cermin. Sementara pendengarannya tetap tertuju pada perdebatan di ruang sebelah.
Matanya terpejam erat saat mendengar gelas kaca dibanting ke lantai entah oleh siapa. Airmata itu semakin deras mengalir. Dia tidak tahan. Sungguh.
Tangannya terkepal kuat, membuat buku-buku jarinya memutih. Dia menggeram dan tanpa sadar tangan itu meninju permukaan meja dengan kencang. Menghasilkan memar yang sudah pasti akan cukup jelas terlihat nantinya.
Tanpa mau mendengar apa pun lagi, Salsa dengan cepat mengambil baju dari lemari dan memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Berniat membersihkan diri dan bersiap pergi untuk menenangkan diri.
Kembali keluar dengan wajah sedikit lebih segar dari sebelumnya, Salsa langsung saja mengenakan kerudung hitam segi empatnya. Menarik kedua ujungnya ke belakang dan menyampirkan di kedua bahu setelah dipakaikan jarum.
Ponsel, dompet, pouch berisi make up seadanya dan beberapa keperluan lainnya dia masukkan ke dalam sebuah tote bag berwarna hitam bertuliskan 'Don't let anyone ruin your life' yang berarti jangan biarkan siapa pun mengacaukan hidupmu.
Selepas mengenakan sepatu sneakers berwarna hitam-putih sedikit kusam, Salsa pun dengan cepat keluar dari kamarnya.
Langkahnya terhenti di depan pintu kamar orangtuanya yang berada tepat di samping kamarnya sendiri. Mereka masih memperdebatkan hal-hal yang sudah bosan Salsa dengar. Saat itu juga airmata yang sudah dengan susah payah dia hentikan kembali mengalir cepat di pipinya.
Tubuhnya mematung saat dengan tiba-tiba pintu itu terbuka. Menunjukkan sosok ayahnya. Salsa mengalihkan pandangan cepat-cepat.
"Mau ke mana, kok, sudah rapi?" tanya pria itu yang Salsa dengar seolah sedang berusaha berbicara lembut padanya.
Sementara itu, Salsa menunjuk ke arah pintu utama rumah minimalis keluarganya tanpa mau menatap ayahnya. "Mau keluar. Assalamualaikum." Setelah menjawab dengan suaranya yang sudah terdengar parau, cepat-cepat dirinya melangkah pergi dari sana tanpa mau bersalaman lebih dulu. Dia tidak cukup kuat untuk sekadar menyentuh ayahnya. Tangis itu akan semakin menjadi. Dan dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan orangtuanya.
Di depan pagar rumah yang langsung mengarah ke jalan raya, dia sedikit menimbang-nimbang apakah dirinya harus memakai angkot atau ojek online. Di sela aktivitas berpikirnya, melalui ekor matanya Salsa melihat seseorang baru saja keluar dari rumahnya. Dia menoleh ke arah pintu.
Ah, itu ibunya.
Wanita berusia empat puluh tahunan itu masih memakai pakaian yang sebelumnya dia kenakan. Hanya saja, kini dia membawa sebuah tas.
"Ibu mau pergi ke mana?" tanya Salsa saat ibunya hendak membuka pagar. Dia sama sekali tidak menatap wanita di hadapannya, pandangannya tertuju pada layar ponsel yang sengaja dia nyalakan.
"Ke luar sebentar." Sang ibu menjawab ketus. Meski tak melihat jelas, Salsa sudah tahu bagaimana ekspresi wanita itu saat ini.
"Jangan lupa pulang, ya, Bu!" Salsa melirik ibunya sekilas sebelum akhirnya melenggang pergi lebih dulu meninggalkan ibunya yang baru saja berhasil membuka pagar. Perempuan itu cepat-cepat memesan ojek online, menunggu di pinggir jalan tetapi bukan tepat di depan rumahnya.
Diam-diam dia mengawasi ibunya yang sudah berjalan ke arah yang berbeda dengan posisinya saat ini berada. Salsa membuang napas cukup panjang ketika melihat sang ibu yang pada akhirnya menaiki angkot jurusan rumah neneknya.
Sedikit lama menunggu, pada akhirnya driver yang akan mengantarnya pun tiba. Setelah memastikan nama Salsa, dia pun diizinkan menaiki motor dan memakai helm berlogo aplikasi ojek online tersebut.
Motor melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan Bandung di sore hari dengan keadaan cuaca yang tidak terlalu cerah. Selama perjalanan Salsa hanya diam. Namun, dia tetap menjawab jika driver di depannya ini berbasa-basi padanya.
Beberapa menit berlalu. Motor itu mulai menepi di depan sebuah coffee shop berukuran kecil.
Salsa turun dari motor kemudian melepas helm dan menyerahkannya. Dia merogoh tas kemudian membayarkan tagihannya. "Makasih, ya, A!" ucapnya tak lupa memberikan senyuman sopan sembari memberikan uang. Setelahnya dia masuk ke dalam coffee shop yang tampak ramai itu.
Saat baru saja ingin duduk di meja yang kosong, seseorang lebih dulu duduk di sana bersama temannya padahal dirinya yang sudah menarik kursinya lebih dulu.
Dia menatap lurus ke arah laki-laki yang pertama kali duduk di sana. Sepertinya mereka memang tidak menyadari keberadaannya. Yang ada justru mereka terus saja asyik mengobrol dan tertawa sembari duduk di kursi masing-masing.
"Teh! Teteh lagi apa, kok, berdiri di sini?"
Salsa menoleh ke arah laki-laki lain yang baru saja ikut bergabung dengan mereka. Mereka yang merebut meja pilihannya, justru dirinya yang merasa malu sekarang. Pandangannya kembali pada orang-orang yang sudah duduk. Ternyata atensi semua orang di sana sudah beralih padanya. "Saya duluan yang di sini. Tapi nggak apa, saya bisa cari meja lain."
Setelah mengatakan hal itu, Salsa segera pergi memilih meja lain yang jatuh pada meja yang berada di sudut kafe dekat jendela. Dialetakkan tote bag miliknya di atas kursi kosong yang berada di sampingnya. Tangannya melambai memanggil salah satu waitress di sana yang sudah dia kenali sejak lama. "Biasa, ya, Kak!" katanya setelah waitress yang dia panggil menghampiri mejanya.
---------------
950 wordsUNPUBLISH UNTUK DIREVISI
•First Published• : 25 Desember 2019
°Updated° : 17 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
General FictionTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...