"Kak Hasbi nggak ke mana-mana hari ini?" tanya Salsa yang tengah menghidangkan beberapa menu sarapan di atas meja makan dengan Hasbi yang tengah duduk di salah satu kursinya.
Hasbi mengangguk. "Iya. Paling nanti siang aku mau ke restoran. Bulan ini belum aku cek soalnya."
"Hari ini aku boleh kerja, 'kan?" Salsa menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Boleh, dong," balas Hasbi. "Kamu mau berangkat jam berapa?"
Salsa tersenyum. "Jam setengah delapan."
"Biar aku antar, ya?"
"Iya." Salsa mengambil duduk di samping Hasbi. Dia pun mulai mengisi piring milik Hasbi, kemudian mengisi miliknya.
"Kamu pulang jam berapa?" tanya Hasbi saat Salsa sedang membereskan semua peralatan makan setelah sarapan selesai. "Nanti sore kita ada acara syukuran."
Salsa mengangguk. "Iya, aku usahain sebelum acaranya dimulai aku udah ada di sini."
"Kateringnya udah disiapin?" Salsa kembali bersuara.
"Aku udah bicara, katanya dikirim sebelum acaranya dimulai."
"Kakak udah undang tetangga?"
"Udah, Sayang."
Salsa mengangguk. "Yoga sama Tari perlu kita undang nggak?"
"Itu terserah kamu aja. Emang Tari ada di Bandung?"
"Semalam, sih, katanya ada. Dia lagi libur. Tapi soal Yoga ...aku nggak tahu dia di mana. Kata Bunda, sih ada."
"Ya udah, coba kamu hubungi aja."
Setelah selesai dengan aktivitasnya, Salsa mencuci tangan dan mengeringkannya. Kemudian mengecup pipi Hasbi dengan singkat. "Maaf nggak banyak bantu."
"Nggak apa-apa. Kamu siap-siap, gih."
"Kalau gitu aku ke kamar dulu," ujar Salsa kemudian berlalu dari saja.
Hasbi memandangi perempuan itu yang perlahan hilang dari jangkauan pandangannya.
* * *
Berulang kali Salsa melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam dirinya menunggu Hasbi untuk menjemputnya pulang dari kantor. Padahal, dia sudah mengusahakan untuk pulang tidak terlalu sore, tetapi ternyata Hasbi yang justru terlambat menjemputnya.
Dia sedikit mendorong kacamatanya yang sedikit turun dari batang hidungnya. Dicarinya kontak lelaki itu lalu dia menghubunginya.
Beberapa dering sudah lolos dari panggilan tersebut. Akan tetapi, belum juga ada tanda-tanda bahwa Hasbi akan menerima panggilannya.
Salsa mengedarkan pandangannya, dia menurunkan gawai dari telinga saat melihat sebuah mobil yang dia kenali.
Saat mobil itu berhenti di depannya, dia pun mendekat. "Hasbi belum sampai juga?" tanya ayahnya dari balik jendela mobil yang terbuka.
Salsa menggelengkan kepalanya. "Belum, Yah. Salsa bareng Ayah aja, ya? Kak Hasbinya lama, mungkin dia sibuk di rumah."
Ayah tersenyum dan mengangguk. "Naik saja."
Salsa masuk ke dalam mobil tersebut. Dipakainya sabuk pengaman sebelum ayahnya kembali melajukan mobil. "Ayah mau langsung ke rumah atau mau pulang dulu?"
"Belum tahu, Sa," jawab ayah.
"Kalau Ayah bawa pakaian ganti mah mending langsung aja. Jadi Ayah siap-siapnya di rumah, biar Ayah juga nggak perlu cape harus bolak-balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
Ficción GeneralTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...