BAB 32 : Meredakan Marah

2.1K 117 2
                                    

Hasbi benar-benar kesal saat dia diharuskan untuk tetap mengurusi pekerjaannya meski sedang berada dalam masa liburan. Kendati begitu, kewajiban tetaplah kewajiban. Mau bagaimana pun dirinya adalah pimpinan di sini, orang yang menjalankan resort ini.

Pendapat demi pendapat terus dilontarkan beberapa orang padanya. Pasalnya, beberapa bulan terakhir ini resort-nya mengalami penurunan keuntungan.

Sudah sejam mereka mencari solusi. Namun, Hasbi belum menemukan yang tepat.

Hasbi mengurut pelan pelipisnya. Dia mulai berucap untuk menengahi permasalahan tersebut. Namun pada akhirnya rapat ditunda beberapa waktu, mengingat belum benar-benar ada jalan keluar.

Hasbi pergi lebih dulu, dan bergegas menuju kamar inapnya. Mengingat bahwa dirinya pergi tanpa memberitahu. Dia yakin Salsa akan merasa kesal padanya. Lebih lagi, saat ini dirinya kembali lebih lama dari waktu yang dia janjikan kepada perempuan itu.


Setelah berada di depan pintu. Langsung saja Hasbi memasuki ruangan tersebut. Langkahnya terhenti saat melihat kunci dan kertas yang dia letakkan dinakas masih berada di sana.

Naik ke lantai atas dengan membawa serta benda tersebut, Hasbi juga tidak menemukan siapa pun di lantai atas. Begitu pula dengan kamar mandi.

Dia melangkahkan kakinya menuju teras di lantai tersebut. Sayup-sayup dirinya mendengar isakan di luar sana. Meski jendela tertutup tirai, dirinya tahu bahwa isakan itu berasal dari Salsa.

"Jadi dugaan sebelumnya sesuai dengan hasil diagnosisnya, Dok?" tanya Salsa di luar sana. Suaranya terdengar bergetar. Hasbi rasa, perempuan itu tengah berbicara di telepon dengan seseorang.

Hasbi mengernyit. Diagnosis apa? pikirnya. Dia semakin mendekatkan telinga ke dinding kaca tersebut.

"Gejalanya sudah terlalu lama. Apa penyakitnya pun akan susah disembuhkan?"

"Tapi ...bagaimana bisa? Tidak ada yang tahu soal ini."

Dengan terus menguping, Hasbi membuka aplikasi pencarian pada gawainya. Mulai bertanya penyakit apa yang memiliki gejala berkeringat di malam hari dan mimisan seperti yang beberapa malam ini Salsa alami.

"Operasi?" ujar Salsa terkejut. "Apa cara lain ...."

Tak menemukan hasil apa pun, Hasbi pun berdecak samar dan mematikan gawainya.

"Setelah pulang dari sini, saya akan ke rumah sakit. Terima kasih, Dok. Assalamualaikum."

Hasbi mengintip dengan sedikit membuka tirai. Perempuan itu terduduk di lantai, memeluk dirinya sendiri dan menenggelamkan wajah di antara kaki terlipatnya. Sebenarnya apa yang terjadi sampai-sampai perempuan itu harus berurusan dengan Dokter dan rumah sakit.

Gue harus cari tahu! batinnya.

Diketuknya bagian pintu di dinding tersebut. Membuat Salsa dengan cepat beranjak menghampiri setelah sebelumnya sempat memperbaiki tampilan wajahnya.

"Oh. Baru pulang?" tanya Salsa kemudian berjalan melewati Hasbi. "Mau mandi dulu?"

Dari cara Salsa berbicara saja Hasbi sudah tahu bahwa perempuan itu marah padanya. Dia tersenyum dan menghampirinya. "Aku mau peluk kamu dulu aja." Direngkuhnya pinggang ramping milik Salsa, membalikkan tubuhnya agar menghadap dirinya. Setelahnya, Hasbi memeluknya.

Salsa diam tak merespons. Namun, perlahan-lahan dia membalas pelukannya dengan wajah terbenam di dada Hasbi.

"Aku nggak tahu masalah apa yang lagi kamu hadapi. Tapi, jangan beranggapan kalau kamu sendiri, ya. Aku ada di sini. Dekap kamu dan kasih semangat buat kamu."

Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang