Jujur saja Salsa lelah seperti ini; mendengarkan setiap kata yang begitu menyakiti hatinya tanpa tahu harus berbuat apa.
Diam. Ya, itu yang selama lima tahun ini dia lakukan di tengah masalah ekonomi yang mereka alami. Belum lagi, temannya perlahan pergi.
Dulu, ayahnya merupakan sebuah direktur perusahaan besar di Bandung. Hingga pada saat Salsa memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama, semua berubah begitu drastis.
Keluarganya yang berada berubah menjadi keluarga sederhana seperti saat ini. Perusahaan ayahnya mengalami gulung tikar karena ditipu habis-habisan oleh rekan kerjanya. Belum lagi orang terdekatnya yang menjual seluruh aset penting milik perusahaan sehingga dia kehilangan seluruh kekayaan termasuk fasilitas yang sejak kecil Salsa pakai.
Salsa juga tidak ingin seperti ini, tetapi apa boleh buat? Allah telah berkehendak.
Beberapa bulan memang masih berjalan begitu baik, hubungan kedua orangtuanya pun masih cukup harmonis. Namun, setelahnya ibu berubah. Dia menjadi seorang yang dingin. Yang dia urusi hanya uang saja. Dan karena itulah kedua mereka selalu terlibat dalam pertengkaran.
Ayah yang di kantornya bekerja sebagai karyawan biasa pun rasanya tidak membuat Ibu merasa cukup dengan gaji yang di dapat.
Ibu kerap kali menuntut lebih.
Dan pada akhirnya dirinya yang kembali menjadi korban dari semuanya. Kedua orangtuanya cenderung menjadi sosok yang menuntut Salsa untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Jika sekali saja dia membantah, beribu kata menyakitkan selalu terlontar dari mulut keduanya.
Kamu di sekolahkan bukan hanya untuk menjadi pintar. Tapi, juga agar bisa berbakti kepada kedua orang tua.
Kamu kalau tidak bisa seperti ini, ibu akan malu memiliki anak seperti kamu!
Saat apa yang dirinya dapat di sekolah tidak setara dengan teman-teman ibu atau ayahnya mereka selalu membanding-bandingkan dirinya dengan anak orang lain yang bisa meraih sesuatu yang lebih dibanding dirinya.
Entah mengapa, kata-kata seperti itu hampir setiap hari dia dapat.
Hal itu memang sudah sering terjadi pada banyak orang. Orang-orang yang mengalaminya pun pasti merasakan bagaimana menjadi dirinya. Meskipun beribu upaya acap kali dia lakukan untuk bisa menjadi apa yang mereka inginkan.
Sekali saja hasilnya tak sesuai. Dirinya dianggap sebagai orang yang tidak bisa diandalkan, tidak ada gunanya.
Jika saja hanya tuntutan yang dia dapat. Apa mereka tahu bagaimana perasaan dirinya?
Motivasi seakan tak pernah lagi dia dapatkan. Apalagi pujian. Yang ada hanyalah penuntutan dirinya harus begini, dirinya harus begitu. Mereka melakukannya tanpa tahu bagaimana perasaannya.
Tapi sungguh, Salsa sama sekali tak menyalahkan siapa pun. Tugas setiap anak memang menjadi apa yang orang tua inginkan. Hanya saja, apa segala kerja kerasnya tidak layak untuk dihargai? Setidaknya, saat dirinya tak mampu meraih apa yang mereka inginkan setelah bekerja dengan begitu keras.
Semua orang mempunyai titik terendahnya masing-masing. Di mana raga sangat butuh disemangati oleh orang lain. Tetapi dia tidak mendapatkannya.
Apa boleh buat, keinginan kedua orangtuanya tetap dia lakukan. Salsa benar-benar tak berani ikut andil dalam pertikaian kedua orangtuanya. Dia juga tak berani berkata apa pun saat kedua orangtuanya menuntut ini-itu darinya.
Andai dia masih memiliki seorang kakak, mungkin beban deritanya tak akan seberat ini. Setidaknya dia bisa berbagi rasa, bukan menanggung beban pikiran sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
Ficción GeneralTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...