Jendela yang sudah sejak beberapa menit lalu dia perhatikan kini mulai mengembun. Tampaknya di luar sana sedang turun hujan.
Salsa meminum air mineral yang berada dalam genggamannya kemudian meletakkannya kembali di atas nakas.
Malam ini, dia masih terjaga. Sementara Hasbi dia biarkan tidur di sofa yang berada dalam ruangan. Pasalnya, lelaki itu sudah banyak dia repotkan selama beberapa hari dirinya dirawat di rumah sakit.
Terbayang bagaimana lelahnya Hasbi yang harus menjaganya setiap waktu di tengah pekerjaannya yang pasti tidak sedikit.
Salsa menyandarkan punggungnya ke bagian kepala ranjang yang sudah dinaikkan oleh Hasbi sebelumnya. Namun, baru beberapa waktu dia membuat tubuhnya terasa nyaman. Dirinya harus kembali menegakkan tubuhnya saat dering panggilan terdengar nyaring di ruangan tersebut.
Dengan cemas, Salsa menoleh ke arah Hasbi bergantian dengan gawainya. Tak ingin lebih mengganggu tidur suaminya, Salsa pun segera saja mengambil gawai dan menerima panggilan dari Indira.
"Assalamualaikum."
Salsa mengernyit saat mendengar suara yang berbeda. Bukan Indira, melainkan mamanya Hasbi.
"Ini Mama."
"W-waalaikumsalam. Apa kabar, Ma?" tanya Salsa. Kalau dia ingat lagi, setelah siuman dari koma hingga sekarang yang sudah nyaris seminggu, dia sama sekali tidak pernah melihat kedatangan keluarga Hasbi.
Dia selalu bertanya-tanya. Apa mereka memang sibuk, atau tidak mempedulikan dirinya? Namun, sayangnya dia tidak mampu menanyakannya kepada Hasbi. Takut-takut jika Hasbi akan tersinggung atau bahkan lebih parah dari itu.
"Baik," jawab mama. "Mama menganggu kamu?"
"N-nggak, kok, Ma."
"Soal permintaan Mama waktu itu. Kamu belum melakukannya?"
Pandangan Salsa tertuju pada Hasbi yang masih tertidur. Apa lelaki itu tidak memberitahu mama bahwa dirinya baru saja bangun dari koma?
Dia kembali menyandarkan punggung. "Aku .... Aku minta maaf, Ma."
"Kenapa?" Mendadak, suara mama terdengar begitu ketus.
"Aku tahu kalau keadaan finansial kak Hasbi baik. Tapi, aku cuma mau niat ngeringanin beban kak Hasbi, Ma. Jadi, nggak semua hal kak Hasbi yang ngeluarin uang."
"Kamu meragukan kemampuan anak mama dalam menghidupi kamu ke depannya?"
"Bukan begitu, Ma. Tapi—"
"Mama baru meminta hal kecil saja sudah tidak dituruti. Apalagi meminta hal lain? Kalau bukan karena keinginan Hasbi, kami tidak akan menerima kamu sebagai menantu di rumah kami."
Kalimat demi kalimat yang mama katakan cukup menohok hatinya. Terlebih, kalimat terakhir sangat menunjukkan bahwa orangtua Hasbi tidak begitu merestui pernikahan mereka berdua.
Dia menggigit bibir bawahnya. Mengapa orang-orang seolah merasa tidak beruntung memiliki dirinya?
Tangan yang terpasang jarum infus bergerak menutup sebagian wajahnya dengan siku yang bertumpu pada kaki yang ditekuk ke atas. "Maaf kalau aku belum bisa jadi menantu . Aku—"
Salsa urung melanjutkan ucapannya saat panggilan diputus secara sepihak oleh mama. Dia meringkukkan tubuhnya, lalu menangis diam-diam.
Sayangnya, entah karena pendengaran Hasbi cukup tajam. Lelaki itu justru terbangun di saat Salsa masih menangis. Menghampirinya dengan cemas dan langsung mengusapi bahunya. "Kamu kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
Ficção GeralTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...