"Lo tahu nggak cowok yang difoto sama Salsa di foto profil sosial medianya?" tanya Hasbi to the point kepada Tari yang saat ini duduk di hadapannya di coffee shop tempatnya biasa berkumpul bersama temannya.
Sebenarnya dia sudah ingin menanyakan perihal lelaki tersebut kepada Tari tepat saat dirinya melihat foto tersebut. Namun, dia baru sempat setelah berhari-hari sibuk di hotel.
Tari menatap Hasbi dengan dahi berkerut. "Salsa siapa?"
"Salsa teman satu kelas lo."
"Lo kenal?"
Hasbi mengangguk.
"Emangnya kenapa, kok, lo pengin tahu sampai-sampai ajak gue ketemu kayak gini?" Tari menyesap kopinya perlahan dengan ekspresi wajah yang mendadak datar.
"Jawab aja apa susahnya, sih?" gerutu Hasbi. "Gue cuma penasaran."
"Eh, lo kok emosi sih! Jangan-jangan lo suka, ya, sama Salsa?" Tari melempar tatapan penuh selidik.
"Apa, sih, lo? Gue cuma minta jawaban lo, bukan ditanya-tanya begini!"
"Itu pacarnya, mereka pacaran udah bertahun-tahun. Gue iri sama mereka, pacaran bisa langgeng kayak gitu."
Mendadak seolah ada sesuatu yang baru saja menyentak Hasbi. Hasbi menatap Tari dengan putus asa. Jadi itu kekasihnya, ya?
Dia menyesap kopi miliknya untuk mengenyahkan perasaan aneh yang ada adalah dirinya saat ini. Sebisa mungkin Hasbi berusaha terlihat biasa saja. "Oh pacarnya, ya? Terus ... kenapa dia kayak sendirian?"
"Terus apa urusannya sama lo, sih, Bi?"
Hasbi menggelengkan kepalanya. Tari ada benarnya. Kenapa juga dirinya harus seperti sekarang ini? "N-nggak ada."
Tetapi, sesuatu mengganggu pikirannya saat ini.
"Gue dari tadi nggak tenang karena mikirin hal ini. Dan sekarang, gue makin nggak tenang. Apa dia sama pacarnya nggak bahagia, ya?" lanjut Hasbi.
Tari benar-benar tak mengerti mengapa Hasbi sebegitu khawatirnya dengan Salsa. Sampai-sampai berpikiran seperti itu. "Gue tanya sama lo sekali lagi. Lo suka sama Salsa?"
"Kalau gue suka juga percuma. Dia udah ada yang punya, 'kan?" Hasbi berdeham. Baiklah, dirinya baru saja salah bicara.
Tatapan penuh selidik yang diberikan Tari kini kembali biasa lagi. Dia sedikit tersenyum karena merasa sudah mendapat jawaban. Lelaki di hadapannya ini memang mudah sekali dibohongi. "Santai kali, Bi! Gue bercanda, kok."
"Bercanda di bagian mananya?!" Matanya berubah nyalang menatap lawan bicaranya. Tari ini memang benar-benar menyebalkan sejak lahir.
Tari tertawa. "Nggak usah kayak gitu, gue takut!"
"Cepat bilang!"
"Cowok itu namanya Syauki. Dia kakak satu-satunya Salsa."
"Lo gila! Gue udah kaget begini!"
"Ya ... habisnya lo lihat fotonya nggak pakai mata, ya? Mereka mirip banget, lho. Masa dikira pacaran?"
Hasbi meraih gawainya dan kembali mengamati foto tersebut. "Emang mirip?"
"Ya lihat aja. Mereka mirip banget. Bahkan waktu itu gue sempat lihat dia secara langsung di SMP. Ganteng banget, ya Allah!"
Lelaki itu terdiam sejenak. Setelah tiga kali ke rumahnya, dia tidak pernah melihat Syauki yang katanya adalah saudara kandung Salsa. "Dia di luar kota?"
"Kak Syauki udah meninggal lima tahun lalu. Padahal di keluarganya, Salsa paling dekat sama dia."
Hasbi tertegun. Pasti itu menyakitkan bagi Salsa. Di tengah keadaan keluarga yang memburuk, perempuan itu justru ditinggalkan orang tersayangnya. "Innalillahi wainnailaihi raaji'un."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
Ficción GeneralTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...