Di hari ke empat, Salsa dan Hasbi memutuskan untuk kembali ke Bandung. Setelah banyak melakukan aktivitas di Gili Trawangan, berjalan-jalan atau bahkan membeli buah tangan. Sesuai dengan rencana Hasbi, kali ini mereka langsung ke rumah keluarganya. Oleh karena itu, Salsa sudah mengabari ayahnya beberapa hari sebelum pulang.
Bisa dikatakan, ini kali pertama Salsa menjejakkan kaki di rumah Hasbi. Dan saat ini, dia begitu gugup. Meski sudah pernah bertemu orangtua Hasbi dan keluarganya yang lain, tetap saja dia takut sesuatu di luar ekspektasinya terjadi.
Sesaat setelah turun dari mobil, Salsa tak sedikit pun mau melepas genggamannya pada tangan Hasbi. Meski tangan yang satunya Hasbi gunakan untuk menggeret koper. Sementara Salsa membawa beberapa bingkisan untuk orang tua dan kakak perempuannya Hasbi.
Hasbi mengetuk pintu. Namun, dia juga tidak berharap akan dibukakan pintu sehingga dirinya langsung saja masuk ke dalam tanpa lupa mengucap salam.
"Om Hasbi sama Tante baik pulang ...!" seru Rizki yang berlari ke arah mereka. Membuat Salsa dan Hasbi tersenyum melihatnya.
Rizki naik ke dalam gendongan Hasbi sehingga mau tak mau Salsa pun melepas genggamannya. Tak lama dari itu datanglah Indira dan mamanya Hasbi.
Salsa bergerak menyalami keduanya.
"Baru pulang?"
"Iya, Ma." Hasbi menurunkan Rizki dan menyalami mama beserta kakaknya. "Apa kabar, Teh?"
Indira mengangguk. "Baik, kok. Kamu bikin kita khawatir aja."
"Kalau ke luar itu kasih kabar waktu sudah sampai. Kamu justru tidak."
Hasbi melirik Salsa sebentar. "Waktu sampai di sana aku langsung kerja sampai malam. Kayaknya Salsa juga bilang sama Teh Indira."
"Iya, waktu itu Sasa juga bilang, kok, Ma."
"Ya sudah kalian istirahat,"
Saat hendak berjalan pergi, Hasbi menahan tangan Salsa. Dia mengambil alih bingkisan di tangannya kemudian menyerahkannya kepada sang mama. "Dari Salsa, Ma. Buat Mama sama yang lain. Kita permisi, ya."
Hasbi tersenyum dan menuntun Salsa ke kamarnya. Setibanya di kamar lelaki itu, Salsa dibuat terdiam melihat keadaan di dalam sana yang sudah mirip kapal pecah itu.
"Hehe, berantakan, ya?" Hasbi masuk terlebih dahulu kemudian meletakkan koper. "Maaf."
Salsa geleng-geleng kepala melihat banyak barang diletakkan tidak pada tempatnya. Seperti; handuk yang dibiarkan di atas kasur, kaus bertengger di kepala sofa tunggal, dan playstation yang beberapa alatnya dibiarkan begitu saja di atas karpet. Barang-barang lainnya pun tampak sama kacaunya.
"Kak, ada sapu, lap pel, dan beberapa barang yang lain?"
Hadbi mengangguk. "Mau apa?"
Salsa melepas kacamatanya kemudian memasukkannya ke dalam tas selempang. Setelahnya, dia menarik kedua sisi tangannya hingga ke siku. Tak lupa, cadar dan khimar turut dia tanggalkan. "Biar aku beresin semuanya."
"Nanti aja, Sa. Kamu pasti cape, 'kan?"
"Nggak, kok." Salsa tersenyum. "Mau tolong ambilin, nggak?
Tak ingin membuat Salsa kesal, Hasbi pun turun ke lantai bawah untuk mengambil peralatan yang dibutuhkan untuk membereskan kamarnya. Baginya, kamar bak kapal pecah merupakan seni tersendiri. Sadar jika dirinya tak lagi sendiri, mau tak mau dia harus meninggalkan kebiasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Tempatku Pulang | [SEGERA TERBIT]
Ficción GeneralTekanan dalam rumah, masalah dalam pertemanan, kehilangan seseorang yang melekat dalam hati. Tiga hal itu seolah selalu terikat dengan Salsa. Menyulitkan keadaan, membuatnya terpaksa menjadi orang yang penuh kepalsuan. Rumah tak lagi pernah terasa...