📌 21 Februari 2020
© dhayucaristasy
~
Pritha memanyunkan bibir kesal. Bukannya mendengar ceramah sosialisasi, ia malah mendengar ceramah panjang kali lebar sama dengan luas dari Pak Herman, guru matematikanya.
Sebenarnya, Pritha ini murid kesayangannya Pak Herman, nah, karena sayang, makannya sekali dapet nilai jelek ceramahnya panjang banget. Kaya sekarang ini contohnya. Sudah hampir sepuluh menit Pritha mendengarkan Pak Herman.
Dila yang juga berada di samping Pritha sibuk menahan malu, sedangkan Pritha sih bodo amat. Ya gimana, Pak Herman marahin Pritha di depan pintu aula, belum lagi ada beberapa mahasiswa. Yang dimarahin siapa yang malu siapa.
"Bapak tu ya, Pit, sampe bingung sama kamu. Kamu itu biasanya nilai matematika nggak pernah jelek sekarang ambles begini! Kamu nggak belajar apa gimana? Ini besok berpengaruh sama nilai kamu yang lain lho!"
"Nggak papa, Pak Herman," ujar Pritha tenang.
"Heh, nggak papa gimana kamu ini?! Kamu tu, ya, meskipun masih kelas satu udah harus kejar SNMPTN lho!" balas Pak Herman.
"Ah, bapak mah, baru juga punya nilai jeleknya Pita sekali. Marahin Pitanya udah kek mama marah gara-gara Pritha beli gula di warung," balas Pritha sambil memajukan bibirnya.
"Hah? Beli gula di warung? Mama lo marah karena lo beli gula? Yang bener aja, Pit?" potong Dila.
"Iya. Soalnya waktu disuruh beli gula setengah kilo kemarin, Pita belinya satu kilo," jawab Pritha.
"Lah?!"
"Terus mama bilang, 'Ya ampun, Pita! Mama bilang kan setengah kilo! Kamu ya, dari SD udah dibilangin setengah kilo masih aja beli sekilo!' gitu, Pak," cerita Pritha.
"Payah banget emang kalo disuruh inget-inget. Untung Pita nggak salah jurusan, ambil IPA," sambung Pritha.
Beberapa mahasiswa yang tak sengaja mendengar cerita Pritha terlihat menahan tawa mereka.
"Pak~ Pita mau masukkkkk," rengek Pritha.
"Jadi mau remed kapan ini?"
"Aaaaaa! Bapak mah, gausah remed! Mau ditaruh dimana, Pak, harga diri Pita sebagai murid kesayangan bapak," rengek Pritha.
"Bapak nggak kasian sama Pita? Pita udah terkenal sebagai murid kesayangan bapak lho! Masa Pita remed."
"Pita harus bilang apa coba, Pak sama temen-temen?"
"Bayangkan, Pak. Kalau nanti Pita di kata-katain, terus Pita nangis, terus nggak masuk sekolah karena merasa terbully, gimana coba?! Bapak nggak mau Pita seperti itu kan, Pak?! Iya kan, Pak?!"
Dila refleks memukul kepala Pritha sembari memasang deretan giginya canggung. Sumpah, bikin malu teman-teman.
"Maap ya, Pak. Remed secepatnya aja kalau bisa. Ini Pita nya saya bawa keluar aja deh, hehe," kekeh Dila.
"Yaudah bawa keluar aja. Kasian saya sama dia, di dalem juga nggak dengerin orang ngomong, dasar anak jaman sekarang," ujar Pak Herman sambil geleng-geleng kepala.
Ketika Pritha dan Dila sudah membalikkan badan, kembali Pak Herman menahan bahu Pritha. Meminta ia untuk berputar kembali menghadap Pak Herman.
"Mau potong rambut apa ganti cat rambut?"
Mendengar perkataan Pak Herman, Pritha nyengir hingga matanya terlihat tenggelam.
"Kemarin udah ganti kok," ujar Pritha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Lupa
Fanfiction[COMPLETE] Semua yang terlihat pada mata dan telinga, hanya bagian kecil dari sebuah kesalahan sebagaimana manusia kecewa. Mereka tidak benar-benar sesakit itu. Sebab semua manis dari manusia penuh cinta seperti mereka selalu tertinggal di setiap su...