7

85 30 7
                                    

Trust is dangerous game

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Trust is dangerous game

-unknown-

Jeje telah menyelesaikan pekerjaan sebagai pemain piano di kafe kakak Eden. Awal yang aneh memang bagaimana ia bisa menjadi pekerja paruh waktu padahal uang yang ditransfer ayahnya lebih dari cukup. Namun jika di pikir kembali, tidak semua orang melakukan apapun kerjaan dengan dalih uang. Ia hanya menginginkan les yang ia lakukan beberapa tahun ini berguna.

Jeje sudah bersiap beranjak dari depan piano namun ia tersentak, melihat Eden berada di meja yang tak jauh dari piano. Rambut panjang yang ia ikat tinggi dengan kacamata yang menggelantung di hidung, baju yang sangat pas. Ia masih sibuk dengan buku yang berada di meja bersama makanan ringan dan Thai Tea nya. Jeje sudah satu minggu bekerja di kafe nya Ryan, dan selama ia perform Eden selalu berada di kafe. Entah ia belajar atau dengan alasan menjemput kakak nya. Memang kakaknya bersekolah tidak jauh dari kafe.

Jeje berjalan mendekati Eden. Ia duduk di kursi depan Eden.

"Hai.."

Eden yang membaca agak tersentak dengan kedatangan Jeje. "Eng... Hai kak." Dengan nada kikuk. Ia tidak bisa menetralisir detak jantungnya yang berdebar.

Jeje melirik buku yang ada didepan Eden. "Belajar?" Eden mengangguk lalu menutup bukunya. "Lah kok ditutup, belajar aja gue ngga ganggu." Jeje dengan bingung karena takut mengganggu.

"Bukannya ngga sopan kalo orang ngajak bicara kita malah fokus ke yang lain." Eden tersenyum lalu melanjutkan. "Ini juga ngga belajar kok kak ini cuma ngulang aja." Ia lalu membereskan buku-bukunya yang berada di depan.

Jeje melihat buku-buku yang berada didepan Eden. Alis Jeje agak mengerut "Kok kelas 11? Bukannya loe kelas 10?" Eden yang mendapatkan pertanyaan itu melihat ke arah Jeje. "Iya. Nggapapa hanya ingin aja. Hehe" Eden tertawa kecil.

Jeje menghela nafas. "Orang pinter mah beda ya belajar nya." Jeje menyadarkan punggungnya ke kursi. "Gue boro-boro belajar kelas 12 pelajaran sendiri aja masih keteteran." Dengan di akhiri kekehan. Eden terdiam melihat Jeje.

Memang ia selama seminggu saat Jeje perform selalu ada di kafe. Entah ia belajar atau menunggu kakaknya yang tidak membawa mobil. Namun ia hanya berbicara sedikit lalu setelah itu Jeje akan pamit pulang karena sudah malam. Jeje menyelesaikan perform nya pukul setengah 8 sejak jam 6. Jeje memang manis. Ia akan menghampiri Eden terlebih dahulu. Memulai percakapan lalu ia juga yang mengakhiri. Beruntung Jeje tidak mengerti bahwa Eden menyukainya. Mungkin Jeje akan menjauhi Eden.

Eden tersenyum seakan terpesona dengan Jeje. Ntah ia seakan tidak ada bosannya untuk melihat Jeje. Jeje akan menceritakan segala hal yang ringan ke Eden. Seperti bagaimana Kirana yang tadi pagi menganggu tidur tampannya, bagaimana mulut savage nya Injun saat ia tak mengerjakan tugas, bagaimana Hecan yang mengerjainya dengan menuang 5 sendok sambel di baksonya saat ia membeli air, atau tingkah Jeno yang tak berani ke WC sendiri setelah melihat film horor. Ntah Jeje merasa nyaman atau menemukan tempat curhat baru. Namun ia merasa lega dengan respon Eden yang setia mendengarkan nya. Eden bukan tipe yang akan bercerita semua namun ia tipe pendengar yang setia.

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang