Eden menghela nafas panjang, membuat Sasa melirik adiknya yang sedang duduk disampingnya. Sasa ingin menanyai namun takut kena terkam karena suasana hati dan muka Eden seakan tidak baik. Padahal seharusnya Sasa lah yang badmood bukan Eden, sedangkan Ryan sudah tertidur pulas disamping Sasa. Mereka sekarang berada di pesawat dari Korea menuju Indonesia.
"Ck. Apa apaan sih!" Sasa kaget dengan reaksi Eden yang tiba-tiba marah.
"Dek?"
"APA!"
Sasa sampai menggeser tubuhnya kesamping agak menjauh dari Eden takut kena damprat.
"Kamu sekarang kok jadi bar-bar sih dek? Apa memang dunia SMA memang mengubah segalanya?"
Eden mendengus, "ngga ngaca? Belum juga jalan udah di cegah." Sasa makin mengerutkan dahinya.
"Apa yang di cegah? Kita ngga ada macet dek. Di udara ngga ada polisi tidur apalagi razia." Ucap Sasa dengan santai membuat Eden mendecak lagi.
"Bukan itu kak."
"Terus apa anjiir? gue salah mulu. Gue bukan cenayang anjir dikira bisa tahu sekali lihat lipatan dahi loe? Kalo gue cenayang mah gue bisa kali lihat lipatan dosa loe juga." Sasa mengomel dengan sekenanya. Biasanya kalo ngga ada mama sama anak anak mereka menggunakan kata gue loe tapi kalo sudah dirumah kata kata itu seakan menjadi kalimat haram mereka.
"Bukan kak."
"Terus apaan?"
Untung Ryan kalo tidur akan seperti orang mati suri. Ia tidak akan kaget dengan suara keras ataupun bangun. Apalagi ia tidur menggunakan handset dengan volume tertinggi membuat Sasa yang disampingnya saja bisa mendengar.
"Gue mulai menghilangkan sedikit harga diri buat deketin Jeje." Sasa menganggukkan kepala. "Kok loe biasa aja sih kak?"
Sasa tersentak. "Anjiir gue salah terus. Gue harus gimana?"
"Kaget kek."
"Ngapain kaget. Zaman sekarang banyak cewek yang agresif. Why?"
"Aah contohnya loe kan? Ngejar Haruto sampai sering banget ke Korea . Itu adalah salah satu orang ngga tau malu dalam mengejar hubungan."
Sasa hampir mengumpat di depan Eden kalo saja tidak ia tahan. "Iyee puas lu?" Dalam hati Sasa berkata sebaliknya. Ia saja sudah menyerah dengan Haruto namun ia bersikap bahwa ia baru permulaan.
"Nah sekarang gue lagi pedekate lah istilahnya ke Jeje. Ngasih sinyal gitu ke dia. Tapi baru juga ngasih sinyal tentang kangen masak gue di kira kesurupan zombie di train to busan. Kan ngga ada hubungannya anjiir." Jelas Eden dengan frustrasi nya. Sasa? Ia menutupi mulutnya dengan tangan takut ketawa nya kelepasan.
Eden melihat ke arah Sasa. "Kalo mau ketawa, ketawa aja ngga usah di tahan. Sok sokan punya moral." Sasa mendengus namun dengan tiba-tiba ia tertawa membuat Eden melirik tajam.
"Gini gini deh. Loe itu kan baru kenal dia beberapa minggu ketemu aja jarang setiap hari. Dengan tiba-tiba loe bilang kangen. Ya iya lah orangnya bingung. Loe kalo ngegas juga jangan langsung gas kenceng kasih kendor dikit."
"Katanya kalo ngegas ngga boleh setengah setengah?" Tanya Eden dengan polos mampu membuat Sasa menepok jidatnya.
"Yaudah deh terserah loe aja. Cara orang mencintai kan beda beda. Tapi inget jangan bikin illfeel cowok." Eden menganggukkan kepala mengerti.
"Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position--"
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR
FanfictionTrauma nya terhadap Hujan membuat Eden membenci hujan namun ia sangat menyukai bau tanah setelah Hujan. Penolakan yang di lakukan oleh Jeje disaat hujan membuat Eden semakin membenci hujan. Sedangkan Jeje pria yang masih menganggap hubungan seperti...