12. Hari persentasi

13 4 0
                                    

       "Khajja," Jimin keluar menuju ruang makan bersama Kim. Jam 23.00 malam. Nampaknya bukan jam jam yang wajar untuk makan malam. Tapi bagi Kim rasanya menyenangkan melakukannya bersama Jimin. Begitu juga sebaliknya.
       Mereka berjalan menuruni tangga sambil saling merangkul. Jimin merangkul bahu Kim, dan Kim merangkul pinggul Jimin. Hangat sekali kalau melihat mereka rukun. Pada intinya Jimin tidak bisa begitu marah pada Kim. Tapi terkadang dia suka berlebihan juga.
       Kebetulan saat itu Seok Jin juga belum tidur. Dia masih sibuk mengerjakan pekerjaan Kantor. Bahkan masih mondar mandir keluar masuk kamar. Bolak baik
ruang kerja-kamar tidur. Dan tidak sengaja ia mendapati Kim dan Jimin rangkulan seperti itu. Ia tersenyum sambil terus memperhatikan mereka berdua dari lantai atas.
       Syukurlah yang terjadi antara mereka tidak begitu buruk. Seok Jin berpikir, Jimin memang berlebihan dan Jimin juga tidak menampik hal itu. Tapi Seok Jin tahu dan percaya Jimin bisa meluruskan segalanya. Hari ini makan malam memang kacau. Kim pulang terlambat, dan Jimin langsung mencecarnya. Kim jadi marah dan pada akhirnya semua jadi berantakan. Tapi lihat sekarang. Mereka sudah berpelukan lagi. Layaknya seorang anak yang memeluk boneka kesayangannya. Seok Jin berharap apa yang dilihatnya saat ini akan terus seperti itu hingga kapanpun.
       "Kau masih mau mengerjakan makalahmu lagi setelah ini?" tanya Jimin.
       "Eung," jawab Kim pendek setelah meneguk habis air minum dalam gelasnya. Perut sudah kenyang, dan Kim berniat menuntaskan makalahnya setelah ini.
       "Ayolah. Ini sudah waktunya tidur."
       "Oppa juga sering lembur mengerjakan tugas kuliah, 'kan?"
       "Ya . . . Benar juga."
       "Gwaenchanhaeyo. Aku hanya tinggal menyampul semuanya. Setelah itu aku akan langsung tidur."
       "Oppa akan bantu supaya lebih cepat."
       "Keurae," Kim tersenyum lalu mereka kembali ke kamar Kim untuk menyampul makalah dan lain lainnya.
       Kim menyusun lembaran lembaran kertas menjadi satu, lalu kertas jilid di halaman depan dan belakang sebagai sampul. Kemudian dijepit dengan penjepit kertas. Setelah itu Jimin menggunakan stapler untuk menyatukan semua lembarannya. Dan terakhir, staplesnya di tutup dengan ditempeli lakban berwarna hitam. Selesai. Cara yang sama mereka lakukan sampai semua tersampul rapi. Mulai dari makalah yang asli, salinan salinannya, dan materi penjelasan serta salinannya juga. Setelah semua selesai mereka baru menyadari bahwa itu sangat banyak. Makalah aslinya untuk dikumpul 1, salinan untuk dibagikan ke kelompok lain 10, dan materi penjelasannya 3. Totalnya ada 14 yang sudah disampul. Benar benar setumpuk. Agar lebih mudah Jimin menyarankan agar semuanya dimasukkan ke dalam paper bag. Supaya besok pagi Kim bisa langsung membawanya.
       "Eollae kkeutnasseo," (akhirnya selesai juga) desah Jimin.
       "Gomawoyo, oppa," ucap Kim.
       "Keurae. Ayo cepat tidur."
       Kim naik ke tempat tidur dan langsung memakai selimut. Jimin duduk di sampingnya di tepi tempat tidur.
       "Oppa di sini sampai kau tidur," ujar Jimin.
       Kim hanya membalasnya dengan seulas senyum.
       Jimin menatap Kim yang sudah menutup mata walaupun sebenarnya dia belum tidur. Jimin mengelus rambut Kim yang lembut dengan tangannya. Kalau melihat anak itu rasanya Jimin tidak ingin apapun lagi. Terima kasih pada Tuhan yang sudah mengizinkan mereka bertemu kembali. Padahal serasa tidak mungkin bertemu lagi dengan saudara yang hilang 18 tahun lalu dan usia mereka yang  terpaut 7 tahun. Mereka tidak tahu seperti apa wajahnya setelah sekian lama. Tapi naluri mereka yang begitu kuat mematahkan itu semua.

Oppa tidak bisa bayangkan kalau harus kehilanganmu lagi. Entah bagaimana jadinya kalau oppa harus tanpamu.

Batin Jimin sambil berkaca kaca.
       Setelah tertidur pulas, Jimin menaikkan selimut Kim lalu ia beranjak keluar. Raut wajahnya tampak sangat letih. Waktu begitu cepat berlalu. Tidak terasa sekarang Kim sudah menjadi seorang mahasiswi. Baru saja sebulan mulai kuliah, Jimin melihat dia sangat bekerja keras. Kadang kadang Jimin juga merasa iba.
       Jimin mematikan lampu sebelum benar benar keluar. Baru setelah itu, ia kembali ke kamarnya.
       "Dia terlihat sangat bekerja keras, bukan?" tahu tahu Taehyung sudah ada di belakang Jimin.
       "Ya. Dia tampak sangat letih," Jimin mengiyakan sambil sama sama menatap Kim yang sudah tertidur pulas dari pintu.
       "Jika kau melihat bagaimana dia ingin segalanya sempurna, dan bagaimana dia sangat bekerja keras untuk mengerjakan tugas kuliah dengan baik, maka saat itu kau juga bisa melihat dirimu sendiri saat bekerja keras agar segalanya sempurna. Kau selalu menuntut tugas kuliahmu sempurna seperti yang Kim inginkan sekarang," ujar Taehyung.
       "Apa aku seperti itu?"
       "Tentu saja. Karena itu aku suka sekelompok denganmu."
       "Agar kau bisa bermalas malasan dan akhirnya aku yang kerjakan semuanya," tebak Jimin.
       Taehyung hanya nyengir. Menyebalkan sekali.
       "Dasar kau alien," ejek Jimin sambil berlalu menuju kamarnya.

                                 🎈

       Gerbang kampus sudah terlewati. Sekarang Kim sedang menyusuri koridor dan kelasnya tinggal beberapa langkah lagi. Sambil menenteng paper bag jantungnya berdegup kencang. Belum apa apa Kim sudah paranoid. Yang dia pikirkan adalah bagaimana persentasinya harus berjalan baik. Sebenarnya ia juga mencemaskan Chanyoung. Dia bisa saja mengacaukan segalanya. Kim sudah mati matian lembur mengerjakan semuanya.
       Kim langsung duduk di sisi Rae In lalu meletakkan paper bagnya di bawah kursi.
       "Apa itu yang kau bawa?" tanya Rae In.
       "Ini makalahnya," Kim menaikkan paper bagnya di atas meja.
       "Wah, luar biasa," Rae In berbinar sambil mengotak atik isi paper bagnya.
       "Ayo cepat pelajari. Kita harus lakukan dengan baik."
       "Keurae. Tapi Chanyoung?"
       "Astaga. Aku benar benar ingin melempar anak itu."
       "Jika dia tahu kau ini atlet Taekwondo dia pasti ketakutan."
       "Ah, sudah ayo cepat pelajari."
       Fokus. Itu yang Kim pikirkan sekarang. Meski begitu ia tidak dapat sembunyikan rasa cemasnya karena Chanyoung. Sampai saat ini dia belum juga masuk kelas. Rae In hanya diam. Karena dia tahu Kim sangat stress. Mungkin dia tampak baik baik saja. Tapi sebenarnya dia benar benar khawatir.

       Triing . . . .
Jaemin: Fighting!😊

       Kim tersenyum sedikit pada Jaemin yang duduk di seberangnya.

Kim: Gomabda

Jaemin: Jangan terlalu dipikirkan. Nanti kau bisa stress

Jaemin: Tidak apa apa kalau tidak mendapat nilai A

Jaemin: Nilai B juga tidak buruk

Kim: Keurae. Aku akan mencoba untuk tenang.
  
       "Maaf aku terlambat," Chanyoung akhirnya datang dan langsung bergabung.
       "Kau ini dari mana, hah?" tanya Rae In geram.
       "Tadi aku ada urusan."
       "Omong kosong. Apa kau sama sekali tidak memikirkan persentasinya?" omel Rae In.
       "Sudah cepat pelajari," Kim melerai keduanya dan langsung memberikan uraian materi pada Chanyoung.
       "Selamat pagi, semua," tiba tiba Profesor Kang sudah masuk kelas. Ya ampun, persentasinya tinggal hitungan menit. Kim benar benar cemas lebih dari persentasi apapun. Saat persentasi di SMA dia bahkan tidak secemas dan segugup ini.
       "Baiklah, ini adalah hari persentasi. Jadi kita akan langsung mulai agar menghemat waktu."
       Jantung Kim semakin tidak terkontrol. Tanganya mulai dingin dan berkeringat. Chanyoung masuk beberapa menit yang lalu. Anak itu tidak mungkin langsung menguasai materinya. Entah harus bagaimana sekarang.

                             🎈

Recommended Song :
BTS - Map Of The Soul_All Tracklist

OUR HIDDEN FAMILY 2: THE THRUTH UNTOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang