"Dari yang sudah saya dengar, ada dua orang yang selama ini menjadi seseorang yang sangat berperan di dalam hidup kamu, Hasya. Benar?" Hasya mengangguk.
"Lalu ... apa perasaan itu juga hadir untuk Ustadz Hilman?" Sekali lagi Arka bertanya, kali ini terdengar sangat serius.
Hasya menggeleng sembari tersenyum.
"Tidak, saya tidak memiliki rasa apapun pada beliau. Tak lebih dari rasa sayang saya sebagai adik untuk Kakaknya," jelas Hasya meyakinkan.
"Jadi perasaan itu di miliki sepenuhnya oleh Ustadz Alif saja?" Hasya mengangguk.
"Dan itu, adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan."
Hasya terlihat kembali menarik nafas panjang, untuk yang kesekian kalinya.
______
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, beberapa menit lalu Hilman baru saja beranjak dari asrama para Ustadz untuk kembali ke acara tahunan pondok pesantren Al-hajj satu. Sedangkan Hasya, gadis itu terlihat sedang berbincang, sembari duduk di teras depan kamar asramanya yang terletak di lantai dua.Dengan empat orang gadis berumuran lebih kecil darinya dan Tari yang selalu setia berada di sampingnya. Ke enam gadis itu terlihat begitu asik, dari membicarakan hal-hal mengenai pengajaran di pesantren dan banyak hal lainnya. Sembari memakan beberapa cemilan yang Hasya bawa untuk di makan bersama, ___kuluhum___, dari rumahnya.
Kebetulan, karena acara tahunan di pondok pesantren Al-hajj satu, kegiatan belajar di asrama malam hari tidak sepadat biasanya. Yang biasanya tuntas hingga pukul dua belas, kini ba'da maghrib pun telah usai karena keluarga besar Kiyai, pimpinan pondok pesantren Al-hajj dua pun pergi kesana.
Tak terasa, jarum jam kini menunjuk pada angka sepuluh malam. Sedikit demi sedikit, lampu-lampu kamar asrama sudah di matikan. Hingga, ke empat teman yang sedari tadi berbincang pun undur diri untuk istirahat lebih awal.
Tak lama, Hasya dan Tari pun menyusul ke empat temannya. Kembali ke dalam kamar asrama, dan segera mengistirahatkan badan mereka. Apalagi, Hasya yang beberapa jam lalu baru saja sampai ke tempat suci itu.
Pagi harinya ...
Waktu jemaah salat subuh telah usai, namun mushola pondok pesantren Al-hajj masih saja di penuhi oleh para santriwati dengan berbagai macam kegiatan mereka. Tadarus, muroja'ah, musawir, matla'ah kitab-kitab yang sebelumnya telah di ajarkan oleh kiyai dan para Ustadz.
Bahkan, ada pula di sisi sudut mushola, beberapa santriawati menggunakan waktu setelah salat subuh mereka untuk memejamkan mata dan merebahkan tubuh sekejap, alias tidur dengan beralaskan sajadah.
Sebenarnya, itu bukanlah kebiasaan baik. Sebagaimana Ibnu Qayyim Al-jauziyyah rahimahullah berkata, "Tidur setelah subuh mencegah rezeki, karena waktu subuh adalah waktu makhluk mencari rezeki mereka dan waktu di bagikannya rezeki. Tidur setelah subuh suatu hal yang di larang (makruh) kecuali ada penyebab atau keperluan."
Akan tetapi, seringnya begadang di waktu malam hari, membuat sebagian dari mereka menggunakan kesempatan itu untuk tidur sejenak sebelum kegiatan pagi hari di laksanakan.
Begadang mereka juga bukanlah hal yang sia-sia. Melainkan belajar bersama mengenai pengajaran-pengajaran di asrama, lalu di lanjut dengan menambah sedikit hafalan, jika tidak ada yang di lakukan pada jam istirahat malam. Maka setiap santri harus menaati peraturan sebagaimana yang telah di tetapkan.
Pukul tujuh, Hasya berjalan gontai, dengan sebuah mushaf Al-Qur'an yang berada dalam pelukannya. Sedangkan Tari, berada satu langkah di depannya bersama Yaya beserta teman sekamar yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
U S T A D Z I'm here!
Teen Fiction®True story® [GENRE : RELIGI - ROMANCE] [UPDATE DUA HARI SEKALI] [FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA, DAN TINGGALKAN JEJAK SESUDAH MEMBACA] [Highest rank] #2 in - pesantren story [20/08/2021] #22 in - Duka [20/08/2021] #1 in - Pesantren story [22/08...