"Mau kemana, Sya?" tanya Tari yang melihat Hasya memilih arah lain setelah tadi selesai melaksanakan piket pagi bersama dirinya.
"Hasya mau ke ndalem dulu, Tar. Mau ngasih titipan Ning Putri," jawab Hasya menjelaskan sembari memperlihatkan sebuah paper bag hitam, yang tadi ia taruh diatas tembok pembatas asrama saat dirinya pergi piket terlebih dahulu.
"Apa itu?" Hasya menggeleng kecil, tak tahu. Pasalnya, gadis itu sama sekali tak membukanya karena tidak pantas membuka barang yang bukan miliknya, terlebih itu adalah milik Ning Putri, pun guru yang di seganinya.
"Yauda deh, aku duluan ke kamar ya." Tari berjalan sembari melambaikan tangannya pada Hasya.
Setelahnya, Hasya dengan cepat melangkahkan kaki menuju rumah Kiyai yang terletak tak jauh dari sana.
"Assalamualaikum ... " Hasya diam di ambang pintu dapur, hendak masuk kedalam.
"Waalaikumussalam," jawab seseorang dari dalam.
"Ada apa Mbak Hasya?" tanya orang itu yang tak lain adalah santri ndalem.
"Ini Mbak, Hasya mau ngasih titipan Ning Putri."
"Oh, masuk aja Mbak. Ning Putri ada di kamar," jelasnya sembari menunjukan jari jempolnya ke arah dalam.
"Ohiya, di dapur ada Umi?" tanya Hasya sekali lagi. Sang empu yang di berikan pertanyaan menggeleng cepat. Pun Hasya bernafas lega, pasalnya jika ada Umi di dapur Hasya harus bertemu dengan beliau terlebih dahulu.
Detik berikutnya, Hasya berjalan dengan langkah kecil sembari wajah yang terus menunduk dan badan yang sedikit di bungkukkan saat masuk ke dalam rumah Kiyai.
"Assalamualaikum," ucap Hasya sembari memposisikan dirinya untuk duduk di depan pintu kamar Ning Putri. Lama ... Tidak ada jawaban dari dalam sana, membuat Hasya berulang-ulang kali mengucap salam.
"Assalamualaikum."
Setelahnya, knop pintu beedecit. Dengan cepat Hasya menundukkan kepala.
"Waalaikumussalam."
Hasya bangkit dari duduknya dan setengah berdiri. Lalu meraih lengan Ning Putri dan menciumnya berkali-kali dengan takdzim. Perlahan, Ning Putri mengelus pucuk kepala Hasya yang terbalut oleh jilbab.
"Ada apa pinter?" tanya Ning Putri sangat lembut.
"Ini ada titipan untuk Ning," jawab Hasya yang masih menundukkan kepala sembari mengulurkan paper bag hitam yang ia bawa.
"Titipan dari siapa?" tanya Ning Putri sembari membuka sedikit paper bag yang kini ada di lengannya.
"Ustadz Alif menitipkan ini semalam," jawab Hasya dengan sangat hati-hati. Di tempatnya, Ning Putri tersenyum sembari terus memperhatikan wajah Hasya yang terus menunduk.
"Terimakasih ya Mbak Hasya." Hasya mengangguk sopan sebagai jawaban, setelahnya Ning Putri kembali masuk ke dalam kamar. Dan Hasya, melangkahkan kakinya ke arah dapur untuk kembali ke kamar asrama.
Namun, belum sampai Hasya di pintu dapur. Seorang wanita paruh baya berparas cantik, terlihat sedang duduk di atas hamparan tikar kecil di area dapur. Beberapa santri ndalem yang melewat di hadapannya pun, berjalan menggunakan dengkul seraya membungkuk dan menghormati sang Umi. Hasya pun melakukan hal yang sama saat mendekat ke arah beliau untuk bersaliman.
"Assalamualaikum Umi," ucap Hasya sembari mengangkat kedua lengannya, telah siap untuk mengambil uluran lengan sang Umi.
"Eh Hasya, habis dari mana?" tanya sang Umi dengan suara yang sangat lembut, sembari memberi uluran lengan pada Hasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
U S T A D Z I'm here!
Teen Fiction®True story® [GENRE : RELIGI - ROMANCE] [UPDATE DUA HARI SEKALI] [FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA, DAN TINGGALKAN JEJAK SESUDAH MEMBACA] [Highest rank] #2 in - pesantren story [20/08/2021] #22 in - Duka [20/08/2021] #1 in - Pesantren story [22/08...