"Hasyaaaaa!"
"Sya ... kamu tau gak?? Hah ... hah ... hah ... " Tari menghampiri Hasya dengan nafas yang terengah-engah. Membuat gadis yang sedari tadi sedang sibuk menghafal, mengerutkan keningnya heran.
"Kenapa sih Tar? Kenapa lari-lari?" tanya Hasya sembari mengelus punggung Tari, gadis itu masih kesusahan bernafas.
"Itu ... "
"Kenapa? Coba kamu nafas dulu deh yang bener, baru ngomong." Tari mengangguk lalu menarik nafasnya dalam-dalam. Dan setelah merasa bisa bernafas dengan baik, gadis itu kembali membuka suara.
"Orang-orang dibawah lagi pada gibahin kamu, Sya." Tari memasang wajah cukup serius.
"Gibahin Hasya? Emang Hasya ada bikin salah apa sama mereka?"
"Aku gak tau deh Sya, cuma tadi yang aku denger pas lewat itu mereka bawa-bawa nama Ustadz Alif segala," tambah Tari lagi, sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah bawah, tepat pada beberapa orang yang sedang berkerumun.
"Itu mereka-mereka yang gibahin kamu, Sya. Mbak Salwa juga, aku liat tadi gibahin kamu loh."
"Ah udahlah, biarin aja. Mereka mau ngomong apa kek, Hasya gak mau mikirin itu. Gak penting juga, toh gak ada ruginya buat Hasya, Tar. Alhamdulilah malah, dosa Hasya sedikit-sedikit ilang karena mereka gibahin Hasya." Gadis itu beranjak dari posisinya. Mulai tak nyaman dengan pemandangan dibawah sana yang melihatkan orang-orang itu terus bergibah ria tentang dirinya.
"Sya ... mau kemana ih?"
"Kamar."
"Ah tunggu sih! Aku kan belum ngomong lagi, Sya!"
"Hasya gak mau denger! Gak ada faedahnya, nambah-nambahin kotoran di telinga doang!" Hasya tak menggubris Tari di belakang sana, gadis itu terus berjalan ke arah kamar asrama.
Sesampainya di dalam kamar, Hasya menaruh mushaf Al-Qur'an di atas lemari. Lalu gadis itu mengambil sebuah buku dan pulpen. Duduk di depan lemari sembari mulai membuat coretan-coretan kecil pada buku hariannya. Namun tak lama gadis itu mendaratkan bokongnya untuk duduk di dalam kamar. Seorang gadis berjilbab panjang berjalan gontai beriringan dengan langkah Tari.
"Sya ... "
"Hmm." Hasya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.
"Eh, Ustadzah. Ada apa ya? Ada yang bisa Hasya bantu?" tanya gadis itu sembari berjalan kearah wanita yang tadi di panggilnya dengan sebutan Ustadzah, gadis itu perlahan membungkukkan badan dan mencium lengan Ustadzah begitu takdzim.
"Pun Umi, meminta kamu untuk menghadap, sekarang ke ndalem." Singkat, padat namun jelas. Hasya mengangguk, tak lama wanita itupun pergi dari hadapan Hasya dan Tari.
Tak menunggu waktu lama pun, Hasya segera melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga. Sedari tadi, hatinya terus bertanya-tanya. Ada apakah dirinya di panggil untuk menghadap sang Umi?
"Apa Hasya bikin kesalahan ya?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri, sembari terus melangkah pergi.
"Sstttt-stttttt. Orangnya dateng tuh ... "
Samar-samar, Hasya melihat kerumunan yang hendak di lewatinya mencolek lengan temannya masing-masing. Sepeti memberi isyarat agar tidak lagi melanjutkan perbincangannya karena Hasya berada tak jauh dari sana.
"Udah sih, kenapa harus takut! Toh ini fakta!" ucap seseorang yang lain, sembari mendelik ke arah Hasya. Membuat gadis itu mengerutkan kening.
"Pada kenapa sih?" gumam gadis itu di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
U S T A D Z I'm here!
Teen Fiction®True story® [GENRE : RELIGI - ROMANCE] [UPDATE DUA HARI SEKALI] [FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA, DAN TINGGALKAN JEJAK SESUDAH MEMBACA] [Highest rank] #2 in - pesantren story [20/08/2021] #22 in - Duka [20/08/2021] #1 in - Pesantren story [22/08...