21

212 32 14
                                    


Ahad, penghujung Agustus 2019.

Gadis bernama lengkap Hasya Khumaira Az-zahra, gadis cantik nan cerdas yang banyak di gemari oleh seantero makhluk asrama, terlihat sedang berjalan gontai menuruni satu persatu anak tangga.

Sedangkan kedua lengannya, begitu erat memeluk mushaf Al-Qur'an berwarna abu-abu tua. Tujuannya kali ini adalah aula, untuk seperti biasanya menyorogkan bacaan Al-Qur'an pada para Ustadz.

Hembusan angin yang terasa sejuk menembus pori-pori kulit mulus Hasya, perlahan menerbangkan sedikit ujung jilbab yang di kenakannya. Ia berjalan cepat, hingga kini kakinya telah menginjak tempat yang senantiasa penuh dengan syafaat.

"Mbak Hasya! Tunggu," teriak seorang di belakang sana. Membuat Hasya dengan refleks kembali memutar arah tubuhnya untuk menghadap belakang.

"Ada apa, ya?"

"Mbak Hasya ada yang menjenguk, katanya menunggu di kantin asrama," tuturnya.

"Abi?" Sang empu mengangguk, membuat binar netra Hasya nampak begitu nyata.

"Baiklah, terimakasih ya." Hasya tersenyum, lalu bergegas pergi dari tempatnya berdiri.

Di sepanjang jalan asrama yang gadis itu lewati, Hasya tersenyum tiada henti. Hatinya berbunga bahagia, saat mengingat sang Abi yang di rindukannya datang untuk mengunjungi. Berbekal sebuah mushaf Al-Qur'an, Hasya melangkahkan kakinya ke area kantin asrama yang terlihat lenggang.

"Mas Hilman!" Gadis itu melambai pada Hilman yang sedang duduk di sebuah bangunan kecil di pinggir kiri kantin.

"Abi!!" serunya lagi, saat melihat sang Abi tengah tersenyum menatapnya dari kejauhan.

"Ucapkan salam, Hasya," timpal Hilman mengingatkan, sembari terkekeh.

"Ohiya, assalamualaikum Abi. Hhe Hasya lupa," tutur Hasya sembari meraih lengan sang Abi untuk bersalaman.

"Waalaikumussalam, Hasya. Putri Abi ini, bagaimana kabarnya?"

"Baik Abi, Alhamdulillah sangat baik." Hasya berucap seakan sangat bahagia.

"Yakin sangat baik?" Hilman menggoda, membuat sang Abi ikut tertawa.

"Ish, Mas Hilman! Hasya benar baik, kok. Hasya sehat, ini buktinya Hasya bisa jalan," jawab Hasya seraya meledek.

"Maksud Mas itu, itu tuh yang kurang baik hatinya. Benar kan, Bi?" Abi mengangguk, membuat Hasya membulatkan mata.

"Mas Hilman, apa sih jangan bahas itu di depan Abi, Hasya ..."

"Ekhem. Assalamualaikum."

Hasya diam sekejap, menatap sosok yang tadi berucap dengan penuh tanda tanya. Alif tersenyum, sedangkan Hasya masih melamun. Lelaki itu bersaliman patuh pada sang Abi, dan kini duduk di sampingnya? Hasya tidak bisa percaya. Kenapa mereka? Jangan-jangan ...

"Kemari, Sya." Sang Abi meminta Hasya duduk di sebelah kirinya. Lalu Hilman berpindah posisi sedikit menjauh dari dekat Hasya.

"Mas Hilman, kenapa ada Ustadz Alif?" tanya Hasya seraya berbisik kecil pada Hilman di sampingnya.

"Kenapa bertanya pada Mas? Tanyakan saja pada Ustadz Alif." Hilman terkekeh, saat Hasya memukul pergelangan tangannya cukup keras.

U S T A D Z  I'm here!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang