Di sebuah jalan di antara rumah-rumah warga tak jauh dari area asrama, gadis berjilbab abu-abu tengah berlari seraya mengejar seorang anak kecil berusia empat tahun yang beberapa detik lalu turun dari pangkuannya."Mbak Hasya ... ayok kejal Faiz!" seru Faiz yang masih berlari. Di belakang sana, Hasya kesulitan mengejar karena memakai sarung sebagai rok bawahan.
"Mbak Hasya payah! Lalinya lambat," gerutu Faiz, cadel. Sembari menghampiri Hasya yang kini berjongkok seraya mengatur nafas.
"Ampun deh, Gus Faiz pintar. Mbak kalah ya, Mbak nyerah."
"Huuuu Mbak Hasya payah! Jangan nyelah dong, belusaha yang benel. Ayok kejal Faiz lagi ... "
"Mbak Hasya, lali!" Faiz kembali berlari, dengan kedua lengan yang terus melambai-lambai pada Hasya yang masih berdiri.
Dengan sangat terpaksa, Hasya melangkahkan kakinya sedikit cepat. Seraya mengejar Faiz di depan sana yang berlari-lari sembari terus meloncat.
"Eh jangan lompat-lompat, nanti jatoh!" seru Hasya khawatir, namun lelaki kecil itu tak menghiraukan. Membuat Hasya dengan cepat menghampirinya ke depan sana.
"Mbak Hasya, lepasin Faiz! Faiz pengen lompat, bial tinggi kayak Mbak Hasya ... " Faiz meronta ingin di lepaskan, saat Hasya dengan cepat membawanya ke dalam pangkuan.
"Kalo pengen tinggi, minum susu. Lompat-lompatnya nanti aja, kalo sudah besar ya," tutur Hasya menjelaskan. Faiz kecil terlihat mengangguk-anggukan kepala sembari ber'oh' ria.
"Kalo gitu, Faiz pengen beli susu!" Faiz turun dan langsung berlari ke arah warung yang menjajakan banyak jajajan disana. Membuat Hasya sedikit berfikir, sepertinya dia salah berbicara. Rupanya, mengurus satu anak kecil seperti Faiz saja pun sudah banyak menguras tenaganya.
"Ibu walung ... Faiz beli susu!" teriak Faiz sembari masuk begitu saja ke dalam rumah penjual.
"Faiz pinter, ucapkan salam dulu. Hei ... "
"Assalamualaikum, Ibu walung ... eh ... Mbak Hasya, lihat! Ada yang sedang beldua-duaan." Faiz menunjuk ke dalam, membuat Hasya berkerut kening. Sepertinya, anak itu melihat kang santri dan Mbak santri yang biasanya sembunyi-sembunyi untuk bertemu. Apalagi, kegiatan di asrama sedang tidak aktif karena masih mengadakan perlombaan agustusan. Mungkin, keamanan para pengurus pun sedikit di hiraukan.
"Faiz, tidak boleh seperti it ... "
"Ustadz Alif? ... "
Hasya menatap terkejut, dua manusia yang tadi di tunjuk oleh Faiz adalah Alif dan Fuji. Tiba-tiba, Hasya melangkahkan kakinya mundur keluar. Gadis itu merasakan, dadanya seakan terhimpit oleh batu besar.
"Mbak Hasya! Beli susu dulu, jangan kelual!" Faiz menarik lengan Hasya seraya membawanya masuk.
"Faiz masuk ke dalam sendiri ya, pintar. Mbak tunggu disini." Gadis itu mengelus pucuk kepala Faiz begitu lembut, membuat sang empu mengangguk patuh.
Hasya terus menundukkan kepalanya, entah sejak kapan netra gadis itu memanas. Namun, sebisa mungkin Hasya menahan agar cairan bening itu tidak terjun membasahi pipinya saat itu juga.
"Hasya ... "
Hasya menoleh. Kini, Alif dan Fuji sudah berada di belakangnya. Gadis itu tersenyum sembari mengangguk sopan.
"Saya, pamit duluan ya Ustadz," ucap Fuji sembari hendak melenggang pergi.
"Duluan ya, Sya." Gadis itu melontar senyuman pada Hasya, seakan tidak ada hal yang terjadi di antara mereka. Setelah kepergian Fuji, keheningan melanda dalam seketika. Alif menatap Hasya yang bergeming sembari mengalihkan pandangannya. Sedangkan Faiz, di dalam sana lelaki kecil itu malah asik menonton kartun pada acara televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
U S T A D Z I'm here!
Novela Juvenil®True story® [GENRE : RELIGI - ROMANCE] [UPDATE DUA HARI SEKALI] [FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA, DAN TINGGALKAN JEJAK SESUDAH MEMBACA] [Highest rank] #2 in - pesantren story [20/08/2021] #22 in - Duka [20/08/2021] #1 in - Pesantren story [22/08...