19

239 47 0
                                        

"Saya bangga dengan kamu Hasya, selamat atas pencapaiannya."

"Ustadz Alif?"

Lelaki itu mengangguk, seraya terus menatap binar wajah Hasya yang terlampau sempurna.

Hasya bersemu, hatinya menghangat saat melihat Alif yang kini tengah tersenyum manis di hadapannya. Hingga tak lama, perlahan senyumnya memudar. Saat seorang gadis berkulit putih menghampiri Alif dengan gontai.

"Ustadz Alif? Saya ingin berbicara sebantar, boleh?" sang empu yang merasa terpanggil menghadap belakang dan mengangguk sebagai jawaban. Tentu saja, membuat sedikit rasa sakit itu kembli menyentuh dinding perasaan Hasya.

"Saya duluan ya, Sya. Assalamualaikum." Alif melenggangkan kakinya ke arah sisi kiri aula, di susul oleh Fuji setelahnya. Sedangkan Hasya, masih terdiam di tempatnya. 

"Hasya, sumpah kamu gila! Hebat banget."

Dari kejauhan, Tari berlari layaknya orang gila sembari terus berseru bahagia. Membuat Hasya yang terdiam,  menyimpulkan sedikit senyumnya.

"Alhamdulilah, Tar."

"Hebat banget! Bangga aku sama kamu, Sya. Tadi sumpah keren banget! Hampir semua pertanyaan kamu jawab," tutur Tari yang terus menggebu. Kini, gadis itu mengikuti Hasya yang melangkah keluar dari aula.

"Kamu tau Sya? Santri-santri putra juga tuh pada ngomongin kamu. Hebat kamu Sya, udah cantik pinter lagi. Pokoknya Ustadz Alif gak salah punya cewek kayak kamu."

"Gak salah milih bener deh, Sya."

"Gak salah milih ya, Tar?" Hasya menghentikan langkahnya. 

"Iyalah, toh kamu pinter, cantik. Kurang apalagi cob ... "

"Kurang putih," ucap Hasya, suara gadis itu sangat datar sembari mengalihkan tatapan netranya pada Alif dan Fuji yang terlihat sedang membicarakan sesuatu, entah membicarakan apa itu.

"Sya ... " Tari berlari mengejar Hasya yang pergi begitu saja. Setelah melihat kebersamaan Alif dan Fuji di aula tadi. Hati Tari mengumpat tiada henti.

"Ustadz Alif, astaghfirullah! Kenapa itu orang demen banget narik ulur perasaan Hasya, sih?"

"Ciri-ciri manusia gak pandai bersyukur nih, kayak gini. Sama Allah udah di kasih yang cantik, pinter, baik. Eh ... masih nyari yang lebih putih ternyata. Gak sekalian itu si Ustadz pacaran sama kain kafan aja?"

Astaghfirullahaladzim, Tari.

Tari terus mengumpat, hingga kini tubuhnya telah berada di belakang Hasya yang terlihat duduk di teras pojok dengan pencahayaan yang sangat minim. Dari tempat itu, keberadaan Alif dan Fuji terlihat sangat jelas.

"Sya ... " Hasya menoleh.

"Apa Tar?"

"Jangan nangis," tutur Tari sembari memegang bahu kiri Hasya yang sedikit bergetar.

"Enggak kok, Hasya gak nangis Tar. Eum ... Hasya rasa, Ustadz Alif emang suka sama Mbak Fuji." Hasya tersenyum, mulai menyeka ujung netranya.

U S T A D Z  I'm here!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang