bagian 1

43 5 3
                                    

Sudah sejam lebih Kania duduk di ruangan barunya. Hanya berteman meja yang penuh tumpukan map dan dinding kusam yang membosankan.

Sekian menit lagi semua anggota OSIS akan berkumpul dan ia masih bingung harus menyampaikan apa.
Visi, Misi, Program kerja, atau apapun itu.

"Dungggg....."

Dinding sebelah kanannya bergetar terkena tendangan bola.

"Dungggg..."

Dinding itu kembali bergetar terkena tendangan bola.

Ingin rasanya ia lari ke lapangan dan membelah bola itu menjadi dua bagian. Persis satu tahun yang lalu saat ia masuk anggota OSIS.

Tapi sayang, terlalu banyak hal yang dipikirkan saat ini.

"Dungggg..."

Dinding ruangan kembali bergetar.

Setelah berdebat panjang dengan imajinasinya Kania memutuskan untuk keluar ruangan dan menghampiri "si penendang bola".

Tapi entah kenapa mulutnya seakan bungkam saat melangkah keluar ruangan.

"Ini satu-satunya cara yang bisa bikin lu keluar dari ruangan menyebalkan itu." ucap si Penendang Bola sambil menunjuk ke arah ruangan yang pintunya terbuka.

Kania merapikan rambutnya dan mendeham.

"Udahlah, mending lu ikut gua main bola aja. Mau ganti maen basket juga no problem buat gua" lanjut si penendang bola.

"Ah ka, gua stress ini. Hari pertama jadi ketua OSIS gini ya rasanya. Gua bingung nih mau ngapain" keluh Kania pada si Penendang bola.

Si penendang bola acuh tak acuh pada perkataan Kania, ia malah asik memainkan bolanya.

"Ka, lu malah asik sendiri si" oceh Kania.

Si Penendang bola asik dengan bolanya.

Kania bersandar pada dinding disamping jendela. Angin berhembus perlahan. Menjatuhkan daun-daun yang menguning di ranting-ranting pohon.

Kania memandang laki-laki yang satu tahun lebih tua dari usianya .

Rambutnya menari-nari diterpa hembusan angin yang melintas. Seragam sekolah juga basah karna keringat yang mengucur deras di tubuhnya. Serta lesung Pipit di pipi kanan membuat ia selalu tampil manis meski tubuhnya begitu sangat kekar.

Ditambah dengan sikap kekanak-kanakannya namun berfikiran dewasa selalu menjadi pembeda dari semua laki-laki yang ia kenal di sekolah.

Kania mengangkat wajah dan mendapati sepasang burung melayang di udara. Langit yang biru jernih serta gunung yang menjulang tinggi menjadi latar belakang dari pemandangan menakjubkan itu.

"Andai sepasang burung itu adalah kita" ia berbisik pada hatinya.

Setelah sepersekian detik Kania tenggelam dalam lamunan.

"Woy malah ngelamun!" Ucap si Penendang Bola mengejutkan Kania.

"Sekarang mendingan lu beresin dulu ruangannya setelah itu baru mikir. Liat berantakan banget kan ruangannya" Kembali ucap si Penendang bola sambil melempar bola ke arah Kania.

Spontan Kania menangkap bola. Si Penendang yang kini menjadi pelempar bola tak acuh sedikitpun meski Kania hampir jatuh.

Kania terus memperhatikan si penendang bola sampai akhirnya hilang di tikungan kelas.

"Bagaimanapun juga kau adalah kakakku. Aku tak bisa berlebihan seperti ini" ucap Kania pada si Penendang bola yang kini hanya menyisakan jejak langkah.

Salahkah Mencintai Kamu [Update Tiap Jam 10 Pagi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang