"Kak lihat, banyak bunga dan kupu-kupu yang mengitari tubuhku," ucap bintang adiknya.
"Kamu mau kupu-kupu warna biru gk?"
"Sangat mau kak," senyum manis sekali bak primadona desa.
Akhirnya ia berhasil menangkap kupu-kupu kesukaan adiknya.
"Bintang, lihat kakak berhasil menangkap dua kupu-kupu sekaligus. Berwarna jingga dan biru. Lengkap seperti senja dan langit,"
Tiba-tiba Bintang hilang, suaranya tak lagi terdengar.
"Tang kemana ? Jangan bercanda." Ia teriak sekeras mungkin. Ia merasa lelah mencari adik kesayangannya.
"Tuan Beta bangun, sudah siang. Sarapan sudah siap dimakan," Bi Inah berusaha membangunkan Betadine yang dari tadi ngelindur tak jelas.
Akhirnya ia perlahan membuka mata. Mata yang terus menyapu disekeliling rumahnya. Dari samping kiri kanan semua merata. Sepertinya sedang mencari sesuatu. Tetapi yang dicari tidak ada. Ia berusaha menampar keras pipinya.
"Aduuuh," merasa kesakitan. Artinya tadi hanya mimpi.
"Sial, bukan kenyataan," merasa kesal.
"Maaf, apakah tuan baik-baik saja?" Tanya Bi Inah dengan tatapan kasih sayang.
"Saya baik-baik saja. Bi apakah mama dan papa sudah berangkat?" Betadine mulai sadar dan wajahnya pucat.
Ia lebih mengerti, jika seseorang yang sudah mati tak akan kembali.
Jika kembali pun hanya bayangan kita. Sudahlah ikhlaskan saja. Kepergiannya adalah hal terbaik. Meski menurut kita itu terburuk hingga membuat hati terpuruk. Tuhan lebih sayang, dan tau segalanya. Jangan berharap lebih kepada orang yang sudah meninggal. Doakan semoga hatinya lebih tegar dan sabar."Sudah tuan,"
"Terima kasih Bi."
"Tuan hati-hati ya jika hendak ke kebun. Pakai topeng, biar cewek-cewek tua tak menggoda,"
"Hahaha, enggak lah Bi," akhirnya tawa itu kembali. Banyak orang yang rindu dengan tawa itu, namun hanya Bi Inah yang mampu mendengarkan tawa renyahnya.
Memang benar, hanya dengan Bi Inah mampu mengeluarkan banyak kata selebihnya tidak.
"Sebelum berangkat ke kebun, makan dulu tuan," suruh bi Inah.
"Iya."
Beta segera menuju ke perkebunan teh yang letaknya tidak jauh dari rumah. Hanya dengan jalan kaki ia bisa sampai ke situ. Matanya terkagum-kagum melihat perkebunan teh yang terbentang luas. Dalam benaknya isyarat mengatakan.
"Mama dan papa memang hebat. Memiliki perkebunan yang sangat luas, tumbuh dengan subur."
Tiba-tiba bapak yang sudah renta mendekat ke arahnya."Tuan Beta, mari bapak ajak keliling perkebunan," ajak bapak tua itu.
"Baik pak."
Di tengah perjalan bapak tua itu sering menggodanya."Tuan Beta sudah punya cewek? kalau belum bapak carikan, cewek-cewek disini cantik dan seksi-seksi." Bapak itu tertawa dan berhasil menggodanya. Hingga membuat Beta berpikir.
Jika dijawab sudah punya, namun kenyataannya belum. Bohong dong. Tapi, kalau dijawab belum, ia takut dijodohkan dengan cewek yang gak jelas.
"Hmmmm," ia hanya mampu tersenyum. Padahal sebenarnya sedang kebingungan harus jawab apa.
"Kok malah tersenyum tuan," bapak itu terkekeh melihat Beta yang wajahnya kebingungan seperti tersesat dalam hutan ketika mencari jalan pulang.
"Hehehe, maaf tuan bapak hanya bercanda."
"Untung." Suara yang sangat lirih, sambil mengelus dadanya. Ia tak mau jika bapak itu mendengarkan perkataannya. Tapi nihil, bapak tua mendengarnya.
"Untung apa tuan?"
"Tidak pak tidak," ia tampak gugup sekali seperti mau nikah aja.
"Nak, bapak selesaikan tugas dulu ya,"
"Iya." Lagi-lagi jawaban menyebalkan yang bisa ia lontarkan.
Tak lama kemudian, setelah ditinggal bapak tua, ia menuju ke arah pohon strawberry. Ia mengehala napas panjang, ketika mengingat tempat ini banyak kenangan.
Tempat kenangan yang tersimpan. Hingga membuat otaknya tak mau memikirkan masa kelam. Namun, hatinya terus bergeming."Tempat berjuta kenangan yang harus ku ikhlaskan atau ku genggam. Tak ada jawaban. Aku selalu berharap meski ia tak lagi menetap. Lihatlah kepergianmu hanya membuat ku patah. Aku tak tau siapa yang salah. Ku simpan kenangan dalam catatan yang tersimpan rapi. Agar kamu tak mengerti."
***
Jangan lupa ukir kenangan kalian. Jangan lupa mampir ig @suncastr166_
@artic16_
KAMU SEDANG MEMBACA
Betadine
Romance"Surat untuk mu yang masih ku simpan di dalam kotak rahasia." Ketika mereka bertemu tak saling tanya diam seribu bahasa. Sifat yang misterius itu selalu menjadi pertanyaan. Perasaan mereka seperti aliran ombak, kadang padang kadang surut. Anak lak...