#Part 12

63 21 42
                                    

Hari semakin gelap dan mereka sudah berada di rumah masing-masing. Beta menengok kanan kiri apakah ada orang di rumahnya. Ternyata rumahnya sepi bak tak ada penghuni. Langsung saja dia menuju ke kamar untuk mandi dan melepaskan penat di dadanya, berbaring dikasur sebentar. Setelah semua selesai, Beta segera menuju ke lantai dua.

Dengan pakaian yang elegan, rambut masih basah karena memang habis mandi dan memakai baju merah serta gitar cantik kesayangannya selalu dia pegang. Jam menunjukkan pukul 8 malam, dimana dia akan menikmati malam minggunya di rumah saja. Bi Inah selalu mengikuti dari belakang dan membawa dua gelas yang berisi minuman favorit Beta.

"Terima kasih Bi taruh aja di atas meja," memberikan senyuman tulus kepada Bi Inah.

"Sama-sama Tuan,"

"Bi saya ingin bercerita banyak."

Rumah Joseph memang sederhana, namun dalamnya sungguh istimewa. Di lantai 2 terdapat ruangan yang unik, dilengkapi dengan banyak lampu yang menyala, dan banyak sekali kata-kata puitis hingga terkesan sangat indah dan romantis. Tuan Beta dengan gaya santainya dan Bi Inah yang selalu menuruti keinginan Tuannya, sudah berada di ruangan itu.

Dimana Beta yang masih berdiri dan sekilas melihat langit yang banyak bintang di angkasa, sedangkan Bi Inah berdiri di belakang Beta dan dia merasa senang, karena dari dulu Bi Inah rindu dengan cerita Tuannya yang sangat manis sekali. Bi Inah terlihat sangat gugup, wajahnya selalu menunduk. Tak kuasa melihat tampannya Beta.

"Cerita apa Tuan?" Bi Inah selalu penasaran dengan ceritanya.

"Duduk aja dulu Bi," ruangan itu memang disediakan empat kursi lengkap dengan meja yang di pahat dan di ukir begitu menarik.

"Baik tuan."

Bi Inah berjalan mendahului Tuannya yang dari tadi hanya berdiri memandangi langit entah apa yang dipikirkan cowok tampan itu. Bi Inah sudah dianggap seperti Ibu keduanya. Keluh kesah, bahagia, bahkan apapun tentang cowok itu Bi Inah selalu tau. Dengan adanya Beta, Bi Inah merasa punya anak kandung sendiri.

Sudah lama Bi Inah rindu dengan anaknya yang sudah meninggal dunia. Seakan Beta mampu mengubah warna hidupnya yang telah lama warnanya hilang. Tak ada tuan yang baiknya sama dengan Beta. Keluarga Joseph memang  murah hati, selalu menganggap Bi Inah seperti keluarganya sendiri. Hampir 13 tahun Bi Inah bekerja di keluarga Joseph.

"Bi, Tuhan memang baik ya. Memberikan banyak pengalaman untuk kita semua. Contohnya saja, pengalaman ku yang mencintai seseorang namun dia tak kunjung datang. Bi, apakah masih ingat dua tahun lalu ada gadis kecil yang selalu mencari ku dengan beraninya dia  mengintip gerbang rumah ini dan anehnya dia membawa strawberry untuk ku, padahal aku gak kenal sama sekali." Mencoba kembali tegar untuk bersiap cerita semuanya.

"Dia tuh lucu sudah tau kalau papa punya banyak strawberry bahkan punya kebunnya sendiri, gadis itu masih aja ngotot bawa strawberry. Ku temui gadis itu Bi, dulu katanya dia cari teman yang namanya Tata. Kan aku jadi bingung Bi. Aneh sekali kan. Bi, hari-hari ini aku suka memikirkan gadis kecil itu. Aku percaya jika Tuhan punya kejutan yang gak akan kita sangka. Bahkan tentang perasaan pun, Tuhan maha adil dan bijaksana.  Bi, mau tanya tapi jangan jawab dulu sebelum aku mengakhiri semua ini. Bi, boleh gak aku berharap lebih pada seseorang yang bukan menjadi milikku." Berhenti sejenak sambil memejamkan mata.

"Bahkan seluruh jemari ku ini lelah menulis semua tentangnya. Tapi, perasaan ini sengaja ku tenggelamkan bersama aliran ombak yang sangat deras dan diantara rembulan yang hangat menyapa malam. Kenangan ini masih melekat jelas di kedua netra ku. Bi, apakah mungkin dia kembali dengan cerita yang sama atau sebaliknya. Entah sampai kapan aku harus terbenam. Akankah aku dan dia mampu bersua dan menikmati tawa yang tercipta? "

BetadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang