#Part 13

44 16 51
                                    

Cinta akan membuat jiwa manusia sakit dan akan membuat hidup kian rumit

💮💮💮

Selepas kepergian Kenza, lembar-lembar harapnya semakin pupus. Mimpi-mimpi kecil bersamanya semakin tenggelam dan akan hilang seperti pantulan-pantulan sinar mentari.

Tentang kejadian menyeramkan ini, memang bukan karena Kenza, tapi dia sendiri yang mengizinkan Kenza pergi dan entah kapan dia akan kembali. Beta tak akan mungkin mendengarkan puisi dibawah senja bersama buah strawberry yang menjadi saksi. Beta akan merindukan syair-syair puisi yang dibacakan gadis jelita dengan gaya manisnya yang tak banyak orang mampu menirukan.

Beta harus segera terbangun dari mimpi-mimpi kecilnya. Mungkin untuk mengikhlaskan kepergian Kenza butuh waktu sangat lama. Tapi percaya, kejutan itu akan datang tanpa diduga.

"Bibi apakah anak kesayangan saya masih di atas ?" Nyonnya Andreani mencari Beta yang dari tadi tidak kelihatan hidung mancungnya.

"Maaf nyonnya, sepertinya tuan muda sedang keluar,"

"Baik Bi terima kasih," Berjalan ke arah suaminya yang sedang asiknya menonton film horor.

"Anak kita kemana ma,"

"Keluar mungkin malam mingguan,"

"Kita gak malam mingguan ma," menggoda istri cantiknya.

"Inget umur," cetus Andreani.

"Hahaha sini deh ma. Mau ngomong sesuatu,"

"Iya jangan lama-lama nanti kue brownisnya keburu matang."

Karena memang Andreani suka memasak, apalagi memasak kue favorit keluarganya. Tangannya mampu menyulap tepung menjadi adonan yang siap di nikmati.

Setiap malam minggu pasti keluarga mereka makan makanan kesukaan masing-masing. Malam minggu adalah hari makan besar menurut keluarga Joseph.

"Bentar lagi ulang tahunnya Beta, gimana kalau kita rayakan dan kita beri kado terindah,"

"Setuju pa, apa kadonya?" Dengan girang Andreani menjawabnya.

"Beta kan di rumah selalu kesepian. Gimana kalau kita beri kado adek kecil untuk Beta,"

"Oke ide bagus, jadi kita ambil di panti asuhan atau di rumah sakit?"

"Bukan dua-duanya,"

"Terus,"

"Kepo ya,"

"Hem,"

"Tuh ambil di perut mama, hahaha" melihat istrinya yang sudah tak sabar ingin mendengarkan jawabannya.

"Apa maksut papa haa. Nih rasakan," memukuli suaminya dengan benda apa aja yang dia bawa.

"Lariiiii...serem amat wajahnya, hahahaa." Tak hentinya Joseph ketawa.

Mereka berdua selalu bertengkar, tak ada harmonisnya sama sekali seperti kucing dan tikus kejar-kejaran tiap waktu. Wajar saja umur mereka belum genap 30 tahun. Andreani melanjutkan aktivitasnya di dapur dan Joseph masih ketawa di depan laptop, jiwanya seperti terganggu.

Semestinya  malam ini malam yang menenangkan tapi kenyataannya berbeda. Malam yang penuh kesedihan. Kini, Beta masih memandangi suratnya yang sudah dikubur bersama dengan rintiknya hujan yang jatuh ke bumi tanpa sengaja. Tetesnya sangat pelan, bahkan tak akan mampu membasahi lembar kertas putih yang dikubur  sangat dalam. Tulisan-tulisan itu pun tak akan luntur dan akan tetap abadi di dalam kegelapan.

Di balik pohon yang tak begitu besar dan tak jauh dari rumahnya terlihat seorang gadis cantik memakai baju berwarna merah, sengaja duduk dibangku dan melihat kejadian aneh yang dialami Beta. Gadis itu bernama Kenza, yang selama ini dia cari. Kenza baru pertama kali melihat manusia yang sifatnya tak masuk akal. Kenza ingin sekali menghampirinya, tapi apa? Alam dan seisinya belum mengizinkan mereka dipertemukan. Meski mereka tak bertemu, rindu tetap melekat di dalam organ-organ tubuhnya.

Rindu itu semakin mengalir deras. Rindu menjadi pertarungan terhebat, manusia harus siap menjalani dengan tegar dan kuat. Rindu juga tak butuh ditunggu, cukup jalani hari seperti biasa. Rindu akan tau kemana yang dia tuju.

"Semesta, ini bukan terakhir kalinya aku mengubur surat rindu. Semesta harapan ku  jaga dan lindungi gadis stroberi ku dimanapun dia berada. Jangan berikan awan mendung untuk hatinya, tetap biarkan awan itu cerah hingga menunjukkan rona yang begitu indah.

Semesta mimpi ku memang belum nyata, tapi setidaknya pernah bermimpi memiliki dia seutuhnya. Aku tak akan marah, tak akan pura-pura bahagia. Meski cerita ini pahit tetap ku telan hingga rasa itu berubah manis tanpa kepalsuan."

"Drttt...drttt...drttt..." Beta segera mengangkat telepon dari Papanya.

"Halo, bisa bicara dengan Beta,"

"Ada apa?"

"Apakah benar ini anak saya  bernama Beta yang dinginnya ngalahin es batu?" Joseph suka sekali menggoda seseorang. Mirip pelawak internasional.

"Iya pa ada apa,"

"Apakah boleh saya minta bantuan saudara Beta?"

"Cepetan pa ada apa jangan bosa-basi,"

"Disuruh pulang, ada cewek menunggu mu." Joseph menahan tawanya, agar Beta tak mengetahui jika papanya bercanda.

"Tut...tut...tut..."

Beta mengakhiri panggilan itu dan segera bangkit karena memang dia sangat terkejut mendengar telepon papanya. Sebuah pertanyaan selalu muncul dalam otaknya. Apakah cewek itu beneran gadis yang dia cari atau bukan?.

Beta telusuri jejak-jejak yang nantinya akan membawa sebuah jawaban. Sesampainya di dalam rumah dia terkejut melihat keadaan rumah sepi sekali.

"Dari mana aja?" tanya Joseph yang membawa kue yang siap di makan.

"Depan rumah,"

"Tuh sudah ditunggu tiga cewek di ruang makan, mereka berencana mau menikahkan kamu,"

Beta tanpa rasa ragu melangkahkan kaki ke ruang makan, dan sial disana hanya ada Bi Inah dan Andreani. Beta berusaha mencari cewek itu namun sayang tak ada.

"Ma, cewek itu mana?"

"Cewek siapa?" Andreani tak mengerti apa yang dimaksud anaknya itu.

"Cewek yang katanya papa mau dinikahkan sama aku,"

"Hahahahaha, kamu beneran mau nikah?"

"Enggak,"

"Papa mu itu bercanda,"

"Ihhh siaaaal," mendesis sebal.

"Papa gak boleh bohong,"

"Loh bener, tadi ada tiga cewek. Satu mama, dua Bi Inah, tiga Pipo si kucing cantik,"

"Udah-udah sekarang waktunya makan sepuasnya,"

"Nih, kue buatan mama habiskan."

Pada akhirnya keluarga Joseph menikmati makanan yang sudah disiapkan. Keluarga yang sangat ramah. Mereka bercengkerama hingga membuahkan hasil cerita bahagia.

BetadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang