Part #6

87 40 37
                                    

Namun, sayang kata yang dikeluarkan Cinta tidak didengar olehnya. Mereka menikmati malam penuh dengan kehangatan dan ketenangan. Lorong perjalanan mereka lewati tanpa halangan.

Cinta baru saja ia gendong, sudah tidur terlelap. Tak ada percakapan apapun saat itu. Hanya suara napas yang saling bersahutan. Di tengah jalan, darah itu kembali mengalir deras. Untung ia cowok yang tegar, kuat dan penuh semangat. Hingga setiap jalan dipenuhi darah berserakan. Malang nasibnya.

"Bangun, udah sampai,"
"Masih ada pelangi, hehehe," Cinta sedang ngelindur tak jelas.
"Mana dasar gila,"
Beta melihat ke atas, berusaha mencari pelangi dan hasilnya tak ada. Mereka sebenarnya sama-sama gila. Udah tau gak ada pelangi masih aja dicari.
"Indah,"
"Apanya, cepat turun. Badan mu berat. Berapa kali sih sehari makan."

Merasa kesal, Cinta tak bangun-bangun. Mungkin ia sudah nyaman berada dipundaknya. Alhasil ia yang harus mengalah. Hingga kakinya melangkah cepat dan tepat di depan pintu rumah Cinta.

"Tok...tok...tok..."
"Ta, jangan tinggalkan aku,"
"Idih gila," ia mencoba mengetuk pintu lagi.
"Tok...tok...tok..."
"Ceklek," terlihat seorang ibu mendekati mereka.
"Masuk sayang, maaf Cinta sering merepotkan mu,"
"Iya tan, gak apa-apa,"
"Nak bangun."

Ibunya membangunkan Cinta. Akhirnya Cinta sadar dan senang melihat Beta yang semakin peduli.
"Cepat masuk mandi," suruh ibunya.
"Yaudah Te, saya pamit."
"Loh kok buru-buru amat, makan dulu."
"Kapan-kapan tan,"
"Hati-hati ya,"
"Terima kasih tan." Mencium tangan ibunya Beta.

Ketika kakinya melangkah keluar. Tiba-tiba dari belakang ada yang memanggil namanya. Merasa namanya dipanggil, ia menengok ke belakang.

"Ta," Cinta memanggilnya.
"Iya,"
"Terima kasih. Kalau ada hujan lagi kabari ya. Aku mau terjebak hujan sama kamu yang lama. Jangan lupa makan See you."

Beta langsung berjalan tanpa memperhatikan Cinta. Apa yang diucapkan Cinta hanya bagaikan angin yang lewat. Tak pernah ia dengarkan. Akhirnya, ia melanjutkan perjalanan pulang, di tengah jalan ia melihat kubus es krim. Ia berpikir untuk membeli es krim tersebut. Meskipun ia tidak mencintai Cinta setidaknya bisa menolongnya. Apalagi Cinta habis jatuh, apapun yang diinginkan pasti segera ia kabulkan. Lelaki ini memang tak mempunyai hati pembenci.

"Assalamualaikum, bu beli es krim rasa coklat dan kopi, masih ada kan bu?" Tanya sopan pada seorang ibu penjual es krim.
"Masih nak," ibu itu terlihat masuk rumah lagi.
"Ibu, mau kemana," ia terkejut melihat tingkah ibu ini. Tak lama ibu itu datang kembali dan menbawa 2 anak perempuannya.
"Kakak ganteng," kedua anaknya serentak memeluk Beta. Ia merasa senang. Karena memang Beta menyukai anak kecil.
"Ada apa ini bu,"

Beta kebingungan.
Ibu itu tertawa dan memandangi Beta. Kemudian ia menceritakan tentang kehidupannya. Dulu ibu itu pernah punya anak laki-laki tapi masih dalam kandungan. Usianya baru 6 bulan dan sayangnya keguguran. Ibu itu sangat sedih, dan akhirnya Beta menganggap ibu si penjual es krim sebagai ibu angkatnya. Ibu itu menangis dipelukan Beta.

"Sudah bu, jangan nangis," mengusap air mata ibu angkatnya.
"Terima kasih nak,"
"Es krimnya bu, saya beli semua. Berapa harganya ? Apakah uang segini masih kurang?"
Beta menyerahkan uangnya dan akhirnya ibu itu merasa bahagia memiliki anak angkat yang baik hati.
"Ini nak," ibu itu membungkus semua es krimnya, namun Beta menolaknya.
"Gak usah bu, taruh sini aja. Bagikan ke semua orang bu atau kalau ada yang beli, gratis aja bu."
"Iya nak,"
"Saya pamit bu,"
"Hati-hati nak,"
"Kapan-kapan kesini lagi kak,"
"Iya."

Beta melanjutkan perjalanan ke rumah Cinta lagi. Beta memang begitu. Tidak sering menunda apapun. Entah itu hal yang membuatnya pusing atau sebaliknya. Ia tak pernah memandang kkebencian. Ia selalu lebih sabar ketika memuncak kemarahan.

"Tok...tok...tok..."
"Ceklek,"
Terlihat Cinta yang membuka pintu.
"Mau apa?"
"Tadi kamu mau apa merengek gak jelas, nih makan habiskan," menyodorkan es krim ke wajah Cinta.
"Terima kasih pangeran, hahaha. Kamu baik,"

Beta tak bergeming, ia langsung pergi begitu saja. Meninggalkan gadis yang menurutnya gila. Akhir-akhir ini mereka sering berdua. Yang jadi pacarnya Beta pasti sering cemburu. Karena kelakukaan Beta yang terlalu baik kepada semua manusia di bumi ini.

Gadis itu masuk ke dalam kamarnya menikmati es krim kesukaannya. Namun, disisi lain, Beta sekilas melihat Kenza yang wajahnya sangat jelas. Ia segera mengucek matanya, takut salah penglihatan.

"Kamu selalu melintas dipikiranku. Seandainya jika kamu kembali, pasti ku habiskan malam ku dengan mu saja. Untuk mu terima kasih, atas kasihnya. Wajah mu terlalu sejuk, terlalu indah jika dilupakan. Kala itu senyum mu sangat indah, tak mungkin hati ku pindah. Kupu-kupu bisikan ke dia, aku ingin memiliki seutuhnya. Rasa tak mampu ku keluarkan lewat suara, hanya terungkap lewat aksara. Cinta ku seperti anala yang kian membara, menjalar nyata. Aku tak sanggup mengutarakan apa saja yang aku rasakan. Rasanya seperti gelombang deras menelusuri jiwa ku.Napas ku saja sering terpenggal ketika nama mu disebut.Aneh memang, hanya melihat mu sebentar hati bergetar. Biarlah waktu yang menjawab. Apakah kita dipertemukan atau dipisahkan. Biarlah Tuhan yang menentukan. Benih-benih rasa yang kian menyemai dihati. Selamat malam gadis strawberry. Cinta ku akan abadi. Aku yang ingin mendekap mu selalu."

***
Eits, gimana perasaan kalian?
Salam malam yang kelabu :)

BetadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang