Part 3

3.8K 243 11
                                    

Kalau ada pompom, mungkin Sahila akan menggunakan itu untuk merayakan waktu kerjanya yang sudah selesai. Terkesan berlebihan memang, tapi itulah yang dia rasakan. Hari ini orang-orang kantor sangat aneh, terkecuali ketiga sahabatnya Nayla, Febri dan Mario. Sering kali orang lain menatap Sahila penuh selidik, tak jarang juga mereka berbisik-bisik. Tapi di saat Sahila menoleh, orang-orang itu langsung menunduk ketakutan. Sahila tidak nyaman di buatnya.

"Feb." Sahila mendatangi Febri. Wanita itu sudah janji akan mengantarkannya ke toko roti yang kemarin Sahila dan Nayla datangi.

"Hm." gumam Febri, saat ini dia sedang memoles wajahnya dengan sedikit bedak. Apa lagi sih kerjaan perempuan kalau tidak membenarkan make up nya. Right?

"Jadi kan anter gue ke toko roti?" tanya Sahila penuh harap.

"Jadi dong, ini gue udah siap-siap." Setelah menutup bedak dan memasukannya Febri segera berdiri sembari menengteng tasnya.

"Nay. Beres belum?" tanya Febri.

"Belum nih. Masih banyak gue," kata Nayla.

"Kalau gitu kita duluan ya. Gak apa-apa kan?"

"Iya, ati-ati ya." setelah mencium pipi kanan kiri dengan Nayla. Sahila dan Febri pun pergi keluar kantor.

Tak lama dari itu, sebuah deringan ponsel berbunyi nyaring. Febri segera mengambil ponselnya di dalam tas. "Nyokap gue." bisiknya pada Sahila.

"Angkat cepet, takut penting."

"Iya, Mah?"

"...."

"Sekarang, Mah? Tapi Febri lagi mau anter Sahila dulu."

"...."

"Iya, iya. Ya udah Febri pulang sekarang." Sambungan terputus. Febri menoleh pada Sahila dengan tatapan sedih. "Bep." panggil Febri. Sahila tersenyum pada temannya yang memang paling benar di antara ketiga sahabatnya.

Maksudnya paling normal. Kalau Nayla jangan di tanya, gadis itu terlalu polos di usianya yang sudah berkepala dua, selain itu dia juga paling lama berpikir, Loading lama itulah sebutannya yang benar, dia juga mengaku tidak pernah ciuman, punya pacar hanya di saat SMP saja, itu pun putusnya tidak dia sadari.

Kalau Mario, jangan di tanya tentang pria yang satu itu. Sifatnya terbanding terbalik dengan Nayla. Bicaranya yang asal bunyi sering kali membuat ketiga sahabat wanitanya kesal. Dia juga memiliki hobi berpacaran dengan wanita yang lebih tua dari usianya. Mario orang yang kritis, banyak menilai, tapi di sisi lain Mario memiliki sifat ke bapak-bapakan. Mungkin karena dia selalu berpacaran dengan wanita di atasnya.

"Pulang aja, gue bisa sendiri kok," ujar Sahila dengan tersenyum lembut pada Febri. Febri membalas senyum Sahila.

"Sorry ya."

"It's oke."

"Ya udah gue duluan ya." Sahila mengangguk. Setelah mengecup pipi kanan dan pipi kiri Sahila, Febri pun berlalu pergi.

Sahila menghela nafas, dan melanjutkan untuk menuju toko roti. Sesampainya di sana. Sahila memilah memilih roti pesanan Mamahnya. Setelah membayar semuanya, dia segera keluar dari toko roti tersebut. Sembari menunggu taksi yang lewat, dia menunggu di depan toko roti.

"Hei." tiba-tiba saja seseorang menepuk pundaknya. Sahila menoleh cepat.

"Iya?" tanya Sahila pada seorang wanita. Oh tidak, wajahnya sangat tidak asing baginya. Wanita itu pernah ia jumpa kemarin.

"Masih ingat saya?" tanyanya. Sahila terdiam sejenak.

"Amira, ya?" tanya Sahila.

"Kamu masih ingat ternyata." Amira tersenyum sinis. Sahila mencium bau-bau labrakan di sini.

Kenapa deh? Gue mau di kasih peringatan sama dia buat gak dekati Andre? - batin Sahila bertanya-tanya.

"Kamu tahu aku, tapi kamu tahu siapa aku?" Tanya Amira, suaranya itu loh terdengar tajam dan sinis. Tapi sungguh itu tidak berpengaruh apa-apa bagi Sahila.

Sahila menggeleng, karena pada dasarnya dia memang tidak tahu siapa Amira, terakhir kali dia melihat Amira sedang mengejar Andre. Dan saat itu di mulailah kebohongan hubungan Sahila dan pemuda tak tahu malu itu.

"Kalau gitu, kamu harus tahu, aku itu TUNANGAN ANDRE," kata Sahila penuh penekanan di akhir kalimatnya.

Sahila manggut-manggut. "Jadi?"

"Jadi?!" Amira tertawa hambar. "Jadi kamu harus tahu diri dan mau melepaskan Andre. Andre cuma main-main aja kok sama kamu."

"Kata siapa aku main-main sama dia?" cukup kalian tahu para pembaca, ini bukan suara Sahila, atau pun penjaga toko roti yang ikut berperan dalam drama ini.
Bukan juga suara malaikat penolong yang turun dari langit. itu suara si pembawa masalah. You know lah siapa. Yups, Andre. Si bianglala masalah.

"Andre." cicit Amira. Andre menghampiri kedua gadis itu.

Yang Sahila heran sampai saat ini, kapan dia lewatnya? Atau setiap hari dia memang mampir ke cafe coffee di depan? Pikir Sahila.

"Nah, mumpung ada orangnya, lo ambil deh sana, kalau bisa lo panggul, lo panggul deh, biar gak ada yang curi," ujar Sahila, dia langsung pergi meninggalkan kedua orang yang sudah membuatnya terlibat dalam masalah mereka.

"Sayang!" seru Andre. Tapi Sahila mengabaikan panggilan itu. Sahila segera menghentikan taksi yang kebetulan lewat dan langsung masuk. Keberuntungan sedang memihak padanya.

Padahal Sahila hanya orang asing yang kebetulan bertemu, kenapa menjadi repot seperti ini? "Argh.. kayak film sinetron aja." seru Sahila.

Supir taksi menatapnya dari kaca spion depan. "Kenapa, Mbak?" tanyanya.

Sahila tersenyum. "Perumahan Mawar Indah ya, Pak."

***

Ke esokan paginya.

Sahila pergi ke kantor dengan perasaan cemas dan gelisah. Pasalnya semalam ada nomor asing yang mengirim pesan padanya. Di dalam pesan itu, dia bilang akan benar-benar memotong gaji Sahila, kalau sampai Sahila kabur lagi seperti kemarin.

Seharusnya kalian semua sudah tahu siapa dia, ya Andre. Bos angkuh dan songong. Sahila menatap gedung tinggi di hadapannya. Sudah tiga tahun dia mengabdi di perusahaan ini, tapi kenapa baru sekarang dia merasa tidak nyaman?

Matanya jatuh pada Nayla yang sedang berbincang pada seorang pria dengan tubuh yang tinggi. Sahila tidak bisa melihat jelas, siapa orang itu, karena posisinya dia membelakangi Sahila.

Sahila menghampiri Nayla. "Nayla!" panggilnya. Yang di panggil menoleh dan melambaikan tangannya pada Sahila.

"Nah, Kak. Kenalin ini Sahila, Sahila ini Kak Delon."

Sahila dan pria bernama Delon itu saling berjabat tangan. Tatapan Delon tak sedikit pun beralih dari gadis yang saat ini tangannya tergenggam erat olehnya. Begitu pula dengan Sahila. Pria di hadapannya benar-benar menyihir Sahila.

"Udah lepasin, lama amat." goda Nayla sembari menaik turunkan alisnya. Sahila melepas tangannya, wajahnya terlihat merona, begitu juga dengan Delon.

"Ehem." Deheman itu membuat ketiga orang tersebut menoleh, sebuah tangan melingkar di pundak Sahila, membuat gadis itu tergelonjak kaget.

"Pak!" seru Sahila.

"Udah kenalan sama PACAR SAYANYA?" tanya Andre penuh penekanan. Ya, siapa lagi kalau bukan pria pencari onar seperti Andre. Delon mengerutkan dahinya.

"Oh, maaf saya kira-"

"Ayo sayang, kita masuk. Jangan lama-lama di luar, banyak virus buaya darat." sindir Andre sembari melirik sinis ke arah Delon.

Andre menarik Sahila membawanya masuk ke dalam gedung. Sahila merasa tak enak hati dengan Delon. Tapi apalah dayanya.

"Jangan memberontak kalau gajimu tidak mau di potong." ancam Andre.

Nah, ini yang Sahila takuti.

***

*Bersambung*


Ide ku mental entah kemana, jadi up-nya rada lama.
Entahlah part ini nyambung atau enggak..😁

S & A (Sahila & Andre Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang