Part 8

3.2K 214 17
                                    

Sahila dan Nayla duduk berdampingan, Nayla mencoba menenangkan Sahila yang masih tersulut emosi.

"Jadi, Dia bilang apa?" tanya Dimas sembari menaruh bokongnya di tangan sofa samping Nayla.

"Pak Andre tuh kebangetan, Pak, masa dia main potong gaji saya, gara-gara saya pulang bareng sama Raditya anak departemen lain." Sahila menarik nafas. "Sudah gitu, dia mau pecat saya kalau sampai saya jalan lagi bareng Radit, emangnya dia siapa saya?"

"Pacar kamu," jawab Nayla dan Dimas serempak.
Sahila mendelik kesal pada pasangan itu. "Bohong, itu mah, cuma kebisaan dia doang." sungut Sahila.

"Kayaknya, Pak Andre suka benaran deh sama lo, Sa." celetuk Nayla.

"Kalau kamu memang benar ingin keluar dari kantor ini, sebaiknya siapkan surat pengeluaran diri."

"Tapi, Pak, cari kerja jaman sekarang, kan susah."

"Kalau gitu jangan keluar, Sa, lagi juga kalau lo keluar gue sama siapa?" wajah Nayla berubah murung.

"Kan ada saya, Nay."

"Tapi Bapak beda ruangan sama aku, Pak, gak ada tempat curhat juga."

"Kamu bisa curhat sama saya."

"Iya, tapi aku gak bisa curhat masalah cowok, kalau sama Bapak. Eh.." Sontak Nayla menutup mulutnya.

"Jadi kamu suka curhat masalah cowok sama Sahila? Cowok siapa yang sering dia cerita sama kamu, Sa?" Tanya Dimas. Sahila hanya bisa tercengang.

"Ba..nyak, Pak," jawab Sahila.

"Dia lagi suka sama siapa?" tanya Dimas lagi.

"Enggak, Pak, gak ada yang aku suka, iya kan, Sa?"

"Hah? Iya." Sahila masih bingung dengan situasi saat ini.

"Sebentar, kalian pacaran ya?" tuding Sahila.

Sontak keduanya diam. "Eng-enggak." kilah Nayla.

"Jangan bohong, Pak Dimas kok kayak marah gitu? Lo juga kayak ketakutan."

"Eng-"

"Iya, kami memiliki hubungan, tapi kalau kamu masih mau saya bantu bicara dengan Andre, jangan bilang pada siapa pun."

"Apa?! Jadi benar?! Wah, gila lo, Nay, padahal dulu lo paling sering mengutuk Pak Dimas."

"Yang benar?" tanya Dimas penasaran. Sahila mengangguk.

"Iya, Pak, kayaknya Bapak itu kayak monster kutub, liat aja ponselnya, nama Bapak di sana 'Balok Ice' kok."
Dimas menatap Nayla minta penjelasan. "Benar begitu?" tanya Dimas.

"Udah di ganti, Pak, serius deh."

"Ganti namanya jadi 'Suamiku', saya gak mau tahu."
"Iya, nanti di ganti."

"Nurut banget lo, Nay," goda Sahila dengan menyengir lebar.

"Ya sudah, kamu boleh keluar, Biar nanti saya bicara dengan Andre." Sahila mengangguk.

"Makasih, Pak. Yuk, Nay, keluar!"

"Iya, bentar." Nayla tersenyum lembut pada Dimas. "Aku kerja dulu, ya, kamu yang semangat kerjanya."

Dimas mengangguk. "Kamu juga," katanya dengan tersenyum lembut.

"Aduh.. Baper, baper. Perasaan jomblo gue berontak." seru Sahila. Nayla dan Dimas tertawa, kemudian kedua gadis itu keluar.

Dimas segera mengambil benda pipihnya yang berada di meja kerjanya. Dia mencoba menghubungi Andre.


(Apa?)


"Kamu di mana?"


(Kantor,) jawab Andre singkat.


"Aku ke sana sekarang."


Tut!

Sambungan terputus, Dimas segera keluar dari ruangannya. Matanya bertemu tatap dengan Nayla, mereka saling tersenyum, tanpa mereka sadari Sahila memperhatikan keduanya.

"Ehem!" kode Sahila, Dimas menatap Sahila tajam, yang di tatap malah tersenyum tanpa dosa. Dimas pun berlalu pergi.

***


"Jadi kenapa kamu mau memecat Sahila?" Tanya Dimas.

"Dia kasih tahu kamu?" tanya Andre. Dimas mengangguk.

"Sebaiknya cobalah bersikap profesional, jangan libatkan masalah pribadi dengan urusan pekerjaan. Kamu tidak mau kan, kalau Andra yang kembali menggantikan posisi mu lagi."

Andre tersenyum sini. "Andra sudah mendapatkan apa yang dia mau, dan perusahaan ini sudah pindah tangan atas namaku, dia tidak ada hak lagi untuk menggantikan ku."

"Jangan anggap remeh ayah dan ibu mu, mereka bisa saja mengubah lagi keputusan mereka."

"Oke, oke, aku akan lebih profesional. Dan dimana gadis itu sekarang?"

"Dia ada di meja kerjanya." Andre mengangguk, dalam hati dia merasa tenang.

"Kamu jadi minta bantuan ayah dan ibu untuk melamar Nayla?" Dimas diam sesaat.

"Nayla sepertinya masih ragu."

Andre tergelak. "Kenapa harus menunggu izinnya? Langsung saja datang dan lamar, selesai. Apa kamu mau nasibnya seperti Amira lagi?" Dimas menatap Andre Intens.

"Menikah itu bukan hanya untuk satu orang, tapi dua orang. Kalau hanya satu orang yang siap dan satu orangnya lagi masih ragu, pernikahan itu enggak akan bahagia."

"Kamu terlalu kolot, Mas." Andre kembali tergelak.

"Setidaknya, aku tidak memotong gaji orang karena melihatnya jalan bersama pria lain."

Seketika tawa Andre berhenti. "Ya Tuhan, apa saja yang dia sudah adukan dengan mu?"

"Banyak, Sahila juga bilang kalau kamu telah memaksanya. Jadi jangan macam-macam, atau aku akan mengadukannya dengan paman dan bibi."

"Huh... Beraninya mengancam." cibir Andre, Dimas tertawa.

"Ini lebih baik, bukan?"

"Kalau gitu, bantu aku untuk menjauhkan Sahila dengan Raditya."

"Kenapa? Kamu menyukai Sahila?" Andre terdiam.

"Entahlah, hanya saja aku suka melihat dia saat marah, sangat lucu. Dan Raditya, sepertinya ada yang tidak beres dengan pria itu. Aku akan menyelidikinya," ujar Andre.

"Jangan memaksakan orang lain, mungkin Sahila enggak nyaman denganmu."

"Lihat saja nanti." Dimas menggeleng kecil, dia tahu betul bagaimana watak sepupunya itu.

***

Sahila kembali menyimpan barang-barangnya yang sudah di masukan ke box pada tempatnya semula. Mario berdecak, Sahila yang tersadar decakan Mario di tujukan padanya pun menoleh.

"Kenapa?" tanya Sahila dengan memicingkan matanya.

"Gue mah yakin, lo gak akan keluar begitu aja," kata Mario sembari menyebikan bibirnya.

Sahila mendelik. "Bukan gak jadi keluar, tapi pak Dimas yang melarang gue buat keluar, soalnya gue itukan pekerja yang baik."

"Serius? Gue kok gak percaya ya?"

"Terserah." Sahila malas untuk meladeni Mario, pria itu terlalu banyak mulut untuk seorang pria. Tapi percayalah, Mario itu sebenarnya sangat baik. Walau pun sangat mengesalkan.

***

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Para pekerja bisa menghela nafas lega karena telah berhasil melalui hari ini. Termasuk pada Sahila.
Gadis itu segera beranjak pergi saat di lihat kubikel semua orang telah sepi.

Sahila membuka alat tempurnya saat dia sudah memasuki lift. "Harus cantik, cantik, dan cantik." gumamnya.

Lift terbuka, Sahila segera memasukan make up nya. "Hai," sapa Raditya.

"Radit!" seru Sahila.

"Kita selalu berpaspasan ya, ini kebetulan atau emang jodoh ya?" Sahila tersipu malu sembari menyelipkan rambutnya ke belakang kuping. "Mau langsung pulang?" tanya Raditya.

"Em.. Iya, emang kenapa?"

"Nonton dulu, yuk, lagi buru-buru gak?"

Sahila berpikir sejenak. "Enggak kok," jawab Sahila.

"Kalau gitu mau kan nonton sama aku?"

"Boleh." Raditya tersenyum sembari menghela nafas.

Tanpa mereka tahu, seseorang telah memperhatikan keduanya dalam monitor CCTV.

"Kenapa dia bisa ramah sama laki-laki bermuka dua itu?" gerutu Andre.

***

*Bersambung*

Di pantau terusss....
Ujung-ujungnya mirip penguntit dia😂😂😂

S & A (Sahila & Andre Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang