Bab 3

31 4 0
                                    

Hanya helaan napas berat yang keluar dari hidung mancung Rafa. Tampak begitu melelahkan hari ini. Ditambah saat makan siang, Hana dan Fitri membuatnya harus bersabar menghadapi sikap Apak Zainal yang terlihat sangat akrab dengan Hana.

Berkali-kali Rafa melirik ke arah Apak Zainal namun tidak tampak gelagat seperti orang yang sedang kasmaran. Namun Rafa merasa begitu yakin Bundanya berbeda jika bertemu dengan Apak Zainal.

Raut wajah Hana yang selalu datar dan biasa saja menjadi pemandangan yang lumrah bagi Rafa. Namun tidak saat bertemu dengan Apak Zainal. Rafa menyadari itu dan mulai menunjukkan sinyal akan ketidaksukaannya terhadap sikap Hana.

Berbeda dengan Rafa, Fitri selalu menunjukkan sikap yang ramah terhadap Apak Zainal. Apa Fitri tak bisa melihat perubahan sikap dalam diri Hana? Atau hanya perasaan Rafa saja?

Menyingkirkan rasa curiganya, Rafa pun menutuskan akan meninggalkan Hana dan Fitri untuk pergi mengecek rukonya yang tak jauh dari tempat mereka makan. Mungkin dengan kepergian Rafa, mereka akan lebih leluasa bercengkrama.

Banyak kerjaan yang akan Rafa selesaikan hari ini dan beberapa hari berikutnya. Memantau dua Ruko yang ia percayakan kepada salah satu karyawan. Memeriksa barang-barang dan memesan barang yang mulai menipis.

Setelah beberapa bulan yang lalu ia mendapati karyawannya yang hanya duduk tanpa mengecek barang, Rafa pun marah dan memperingatinya. Rafa tak melarang mereka untuk bersantai, hanya saja sudah beberapa hari rukonya tersebut tidak mengirimi laporan keadaan barang di ruko. Dan itu menjadi pemicu kemarahan Rafa.

Tak ingin membuang waktu banyak, selesai makan Rafa beranjak pergi setelah berpamitan. Mungkin nanti malam ia akan menanyakan tentang Apak Zainal kepada Hana saat tiba di rumah.

********

Malam menjelang, menampakkan senyum rembulan dengan taburan bintang menghiasi Kota Cianjur malam ini. Di kota inilah Rafa tinggal bersama Bunda dan adik-adiknya setelah kepergian Ayahnya beberapa tahun lalu.

Meninggalkan kampung halaman di pulau Sumatera dan menetap lama hingga saat ini. Untuk berkunjung setahun sekalipun tak pernah Rafa lakukan, karena Rafa tak ingin membawa bundanya untuk melihat kenangan indah masa lalu bersama almarhum ayahnya.

Mungkin sudah banyak yang berubah sejak kepergiannya. Dan mungkin saja sanak saudara tak lagi mengingat keluarga Rafa. Rasanya tak mungkin jika keluarga di kampung tak mengingat mereka.

Begitu mobil terparkir di garasi, Rafa diam sejenak. Melepaskan semua lelahnya sebelum turun dari mobil. Setelah cukup meluapkan penatnya, Rafa membuka pintu dan keluar menuju rumah.

Langkahnya melambat saat masuk dan mendapati ruang tamu yang masih gelap dan hanya ruang keluarga yang terlihat begitu terang.

"Yang lain kemana? Kamu sendirian?" tanya Rafa pada khalid yang tengah belajar memandang materi pelajarannya didepan laptop.

Khalid menengadah, "Kak Gieta belum pulang. Katanya masih banyak pasien. Kalau Bunda sama Kak Fitri belum pulang," jawab Khalid.

Rafa mengernyit, bukankah tadi Bunda mengatakan dirinya akan langsung pulang selepas makan siang dan tidak ada acara lainnya. Namun, mengapa sampai malam menjelang Bunda belum jua pulang?

Rafa merogoh sakunya sebelah kanan, mengeluarkan ponsel. Jarinya mulai membuka aplikasi berlogo telpon hijau, mengecek panggilan dan pesan yang masuk, namun ia tak menemukan apapun perihal Bunda dan Fitri. Kemana mereka? Atau jangan-jangan?

"Kamu tidak telpon Bunda?" tanya Rafa yang masih memperhatikan ponselnya sembari duduk disamping khalid.

Khalid menggeleng namun tatapannya kali ini menatap serius kepada Rafa, "Kenapa, Bang?"

Jangan Takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang