Persiapan (3)

12 4 0
                                    

Tak lama setelah kedatangan Shasa di butik tersebut, Rafa tiba bersama Bunda. Ia tampak seperti mengejar waktu begitu tiba disana dengan keringat penuh yang bercucuran. Bagaimana tidak, ia datang ke butik hanya mengendarai sepeda motor yang membuatnya menerjang jalanan menembus panas terik cuaca kala itu.

Rafa mematut dirinya di depan cermin yang berada dibalik bilik tempat ia mencoba beberapa pakaian pengantinnya. Ada dua kostum yang harus dia coba hari ini, untuk akad dan resepsi.

Pakaian yang ia kenakan saat akad nanti berwarna broken White dengan hiasan beberapa payet dibagian leher dan ujung lengannya. Sementara pakaian untuk resepsi mengenakan jas hitam perpaduan merah sebagai kemejanya.

Shasa tertegun melihat Rafa saat ia mencoba pakaian akad dan keluar dari ruangan.

"Masya Allah, gantengnya mantuku" Nama Shasa sangat takjub melihat penampilan Rafa yang terlihat mempesona. Lebih berkarisma dan berwibawa.

Bunda Rafa tersenyum melihat ekspresi besannya, "Siapa dulu dong Bundanya," bangga sang Bunda.

"Ya deh, yang punya bujang ganteng. Senengnya gak ketulungan," singgung Mama Shasa.

Bunda tersenyum melihat tingkah sahabatnya yang akan menjadi besannya. Ternyata tak banyak yang berubah dari Hilwa, dia masih sama seperti dulu, ya Allah terima kasih sudah mempertemukan kembali dengannya, bisik bunda dalam hati.

Saat Rafa membenarkan posisi pakaiannya tanpa sengaja ia beradu tatap dengan Shasa yang tengah melihat takjub akan penampilannya. Menghadirkan rasa aneh dalam hatinya. Dengan cepat Shasa mengalihkan pandangannya dan beralih melihat sekeliling ruangan.

Shasa yang merasa diperhatikan oleh Rafa akhirnya memilih untuk beranjak ke toilet.

Bagaimana bisa rasa aneh ini ada lagi? Sepertinya aku harus kontrol lagi.

Shasa terus menepuk dadanya karena degup jantung yang begitu kencang dan sedikit terasa sesak. Ia menghirup udara melalui hidung sebanyak mungkin dan meniupkannya lewat mulut secara perlahan demi mengontrol kembali laju debar yang dirasa.

Selesai keluar dari toilet, Shasa berjalan menuju ruangan tadi. Ketika ia membuka pintu hendak masuk ke dalam, Rafa yang tengah mencoba pakaian untuk resepsi dengan reflek memandang ke arah pintu, membuat Shasa kaget dengan pandangan kagum terhadap penampilan Rafa. Cobaan apalagi ini?

"Ciee... yang terpesona," goda tante Andien sambil menyenggol Rafa dengan sikunya  yang sama terkejutnya melihat Shasa datang. Dengan cepat Rafa mengalihkan pandang, menghindari godaan orang-orang yang ada diruangan ini.

Rafa berdehem, "Semua bajunya pas. Aku udah boleh ganti?" Rafa mencoba menetralisir suasana yang mulai terlihat canggung.

"Oke. Sekarang giliran Shasa yang fitting ya. Yuk, masuk," ajak tante Andien sambil mengapit tangan Shasa yang tengah berdiri.

"Iya, Tante," singkat Shasa.

*****

Shasa tak dapat menahan rasa kagum akan penampilannya saat ini. Walau hanya sekedar fitting baju namun, ia merasa puas akan baju dan riasan saat ini. Ketika hendak keluar dari ruangan untuk menunjukkan penampilannya, Shasa urung untuk memamerkannya.

"Tante, aku gak mau keluar. Aku malu," ucap Shasa.

"Kenapa mesti malu? Kan, mama sama calon mertuamu juga pengen lihat."

"Kan yang pake aku, bukan mereka," jelas Shasa. "Aku udah cukup puas banget lihat hasilnya, apalagi ini hasil karya tante sendiri," puji Shasa yang tak siap untuk unjuk diri. Terlebih ada Rafa yang tengah menunggu diluar.

Tante Andien tersenyum sembari mencubit hidung Shasa dengan gemas, "Kamu tuh kalo malu kelihatan gemesin," Shasa meringis mengusap hidungnya. "Mau kasi surprise buat mereka ya?"

Shasa tersenyum sebelum mengangguk.

Dia udah bikin aku terpesona dan kali ini aku gak mau melakukan hal yang sama. Biarin aja dia lihat penampilanku nanti. Toh, nanti akan sama dengan hari ini. Shasa bermonolog dalam hati.

Setelah mencoba beberapa baju yang telah disiapkan tante Andien, Shasa berjalan keluar dari ruang ganti dengan senyum tipis di bibirnya.

"Eh eh eh kok, gak nyobain bajunya?" tanya mama Shasa.

"Lama didalam, kok keluar gak pake apa-apa?" Bunda Rafa pun ikut bertanya. Sementara Rafa hanya duduk dan sibuk dengan benda pipih yang digenggamnya. Walau tampak acuh tak acuh, telinga Rafa selalu standby mendengar obrolan mereka.

"Udah tadi di dalam tante," ucap Shasa.

"Kok gak di lihatin ke kita?"

"Biar surprise aja, Ma," ucap Shasa kepada mamanya. "Sekarang atau nanti, kan sama aja, Ma."

Sang mama hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya yang mulai susah di atur.

"Habis dari sini, kita makan yuk?" ajak Bunda Rafa yang menghampiri ibu dan anak tersebut. "Belum makan siang, kan? Kita makan sama-sama."

"Kebetulan juga, nih, udah udah laper," balas Mama Shasa seraya mengangguk.

"Tante ikut kita aja. Biar ademan." ucap Shasa yang sekilas melirik Rafa.

"Kok manggil tante, sih? Panggil Bunda aja, ya, sayang," tangan Bunda terulur mengusap kepala Shasa yang berdiri di sampingnya.

"Em... Iya, Tan. Eh, Bunda," senyum Shasa pada Bunda Rafa yang mulai merasa canggung dengan panggilan baru. "Ikut bareng mobil kita aja, ya".

"Kamu mau ikut bareng, Nak?" tanya Bunda pada Rafa setelah mengangguk merespon ajakan Shasa.

"Aku gak ikut, Bun. Gak ada yang bawain makanan untuk karyawan" jelas Rafa.

"Udah ikut aja. Nanti kamu bisa beli makanan untuk karyawan disana," pinta Mama Shasa.

"Makasih, Ma. Tapi Rafa udah terlanjur pesen sama langganan."

Rafa pun beranjak dari duduknya, menghampiri Bunda dan Mama Shasa, meraih tangan mereka kemudian pergi keluar butik menuju rukonya.

Selama perjalanan menuju tempat makan, Shasa tak bisa mengenyahkan pikirannya dari Rafa. Sepanjang perjalanan itu, ia teringat akan penampilan Rafa saat mencoba pakaian di butik.

Pikiran tersebut berhasil menghadirkan kembali degub jantung yang sempat mereda.

Sialan. Kenapa bisa seperti ini. Kenapa kepikiran terus. Akh... ganggu pikiran aja. Shasa menggerutu sambil memanyunkan bibirnya.

"Awas jangan sampai kelewat jalannya. Di depan kita belok ke kanan," ucap Mama Shasa menariknya dari lamunan, yang duduk disamping kemudi. "Dan jangan ngelamun lagi."

Shasa tersenyum kecut mendengar ucapan mamanya.

"Makanya lain kali kamu ajak Rafa keluar bareng. Jangan diem aja. Sok jual mahal lagi," goda sang Mama.

Shasa mencebik mendengarkannya. "Siapa juga yang mikirin Rafa".

"ya, kamulah yang mikirin dia. Bukan Mama. Mama 'kan udah punya suami. Beda sama kamu."

"Ya jelas beda 'lah, Ma. Mama kan udah tua, sementara aku masih muda."

"Kamu tuh kalau dikasi tahu, ada aja jawabnya," ucap mama. "Kalo kagum sama dia, ya kamu juga jangan diem-diem aja..."

"kita udah sampai bunda, Mama. Yuk, turun," Shasa memotong ucapan sang mama dan menghentikan mobilnya di sebuah rumah makan sunda seraya menghindari ucapan mamanya tersebut.

Bisa-bisanya mamanya menyebutkan dirinya kagum pada Rafa. Sebelum hal tersebut terjadi, Shasa akan membuat Rafa yang terkagum lebih dulu kepadanya. Karena ia tak mau mencintai seseorang, rasanya takut untuk memulai mencintai terlebih orang tersebut tidak mencintainya.

Jangan Takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang