Makan Malam Kejutan

15 5 0
                                    

Rafa sangat menikmati makan malam kali ini. Selain melampiaskan rasa kesalnya, ia juga sangat berselera melihat lele goreng balado hijau yang dimasak Bundanya. Ia tak peduli dengan Tante Hilwa dan Om Adam yang terus berbicara sambil makan bersama sang Bunda.

Shasa pun demikian, ia pun menikmati ayam bakar madunya tanpa memperdulikan tuan rumah dan kedua orang tuanya. Makannya pun begitu lahap. Dan tanpa mereka berdua sadari, orang tua mereka diam-diam memperhatikan Shasa dan Rafa yang sama-sama makan dengan lahapnya.

"Gak nyangka, ya. Kalian bisa sama-sama fokus ke makanan sendiri," kalimat itu keluar dari Om Adam.

Shasa melirik sekilas papanya dan kemudian melihat Rafa yang duduk diseberangnya, dan Rafa pun melakukan hal yang sama.

"Kayaknya mereka cocok, nih" Rafa mendengus pelan mendengar ucapan Bundanya.

Sementara Gieta, Fitri dan Khalid saling diam sambil menahan senyum melihat ekspresi Abangnya.

"Bisa berjodoh beneran kayaknya," ujar Tante Hilwa.

Shasa tersedak begitu mendengar ucapan Mamanya. Rafa menyodorkan segelas air putih kepada Shasa yang kemudian diminumnya.

"Cieeee... Perhatian bener," goda Fitri yang duduk disebelah Rafa. Seketika Shasa membulatkan matanya melihat Fitri.

"Makasih," gumam Shasa dengan lirih tanpa menoleh sedikitpun pada Rafa.

Setelah meletakkan minumannya, Shasa kembali tertunduk menutupi rasa malunya sambil memain-mainkan makanannya.

"Kamu kenapa, Sha?" tanya tante Hilwa yang sejak tadi memperhatikannya. "Kamu sakit?"

Shasa hanya menggelengkan kepala sambil ditekuk. Aku malu Mama, bisa cepat pulang gak? Batinnya.

Makan malam selanjutnya menjadinya menjadi hening setelah insiden tersebut. Dan yang lainnya, menyantap makanan dengan nikmat.

*****

"Jadi, Om sama Tante ini temennya Bunda dari SMA?" tanya Fitri yang begitu antusias dengan cerita masa muda Bundanya.

"Kalo Om, sih cuma temen biasa aja, tapi Tantemu ini yang soulmate banget sama Bundamu," terang Adam.

"Wah, aku baru tahu kalo Bunda punya sahabat karib. Soalnya Bunda gak pernah cerita"

"Buat apa Bunda cerita sama kamu. Toh, kamu juga gak bakalan tau orangnya," jelas Bunda.

"Setidaknya kalo aku tahu Bunda punya sahabat deket, aku jadi punya orangtua kedua setelah Bunda," ungkap Fitri.

Bunda tampak termenung mendengar ucapan Fitri, terasa sakit dihatinya. Tujuan hidupnya setelah merantau adalah menjauh dari semua orang yang dekat dengannya, terlebih itu keluarga dan sahabat. Demi memulai kehidupan baru tanpa harus menyusahkan orang lain.

"Tante bersyukur banget waktu itu ketemu bundamu di majelis dan ikut lihat-lihat ke rukonya Rafa. Gak nyangka bundamu bisa membesarkan anak-anaknya jadi anak yang sukses" kagum Tante Hilwa.

"Semua juga hasil kerja kerasnya Bang Rafa, Tante," sanggah Gieta. "Bang Rafa yang udah perjuangin semua ini demi kita. Dia gak mau Bunda kerja. Jadi dia yang mati-matian nyari uang buat kita semua" ucap Gieta dengan bangga.

"Ini maksudnya apa, ya? Kamu promosi Bang Rafa?" goda Tante Hilwa yang mengedipkan mata ke arah Shasa.

Shasa mendengus kesal melihat mamanya dan melirik papanya yang tersenyum geli mendengar candaan mereka. Ia tahu maksud dan tujuan mama dan papanya datang kesini. Mereka berusaha untuk menjodohkan Shasa dengan Rafa.

Shasa melihat jam tangan yang terpasang di lengan kirinya, sebelum berbisik. "Mama udah jam sembilan, nih. Mau pulang jam berapa?" tanya Shasa.

"Bentar lagi, ya."

Huft... Selalu gitu deh. Ingkar janji. Gerutu Shasa dalam hati.

Pandangan Shasa beralih, menelisik setiap sudut ruangan. Terlihat semua barang tertata rapi, bersih dan nyaman. Tanpa disadari tatapan Shasa tertuju pada Rafa yang tengah sibuk dengan ponselnya.

Sok sibuk banget ni cowok. Malem-malem masih aja fokus sama hape. Jelas-jelas disini ada tamu. Gak ngehargain orang. Dasar cowok gak tau diri.

Shasa sibuk dengan pikirannya sendiri yang masih kesal dengan Rafa. Sepertinya ia tidak akan memaafkan perlakuan Rafa waktu itu.

"Tante, kok gak ngajak kak Lucky kesini, sih? Kan seru kalo rame-rame." tanya Gieta yang duduk disebelah Rafa.

"Pengantin baru mana boleh diganggu" jawab Bunda.

"Lucky lagi dirumah mertua nya dulu selama sebulan. Baru, deh tinggal di rumahnya sendiri," jelas Tante Hilwa.

"Kak Lucky sering banget nginep disini, Tante. Ce-eS nya Bang Rafa, tuh," ujar Gieta. "Tapi sayang, malah Kak Lucky duluan yang sold out." ledek Gieta dengan tawa lepas.

Rafa masih tak merespon. Matanya terus fokus ke ponsel yang dipegangnya. Berusaha menenangkan diri demi menghargai tamu yang merupakan sahabat Bundanya.

Rafa mengalihkan ponsel yang ada ditangannya, menyimpannya ke dalam saku celana. Ia mulai mendongakkan muka hingga bertemu pandang dengan Shasa.

Sekilas Rafa melihat mata Shasa. Tampak bulat, kecoklatan dan bulu mata lentik. Mata itu....

Ia mengerutkan keningnya. Tiba-tiba Rafa merasakan hal yang sakit di dadanya. Tangannya menyentuh dada, mengecek apa yang terjadi. Namun, tak ada rasa sakit saat ia merabanya. Apa ini?

Rafa menarik dirinya dari lamunan setelah mendengar teguran Bunda. "Kamu kenapa Rafa? Ada masalah?"  tanya Bunda yang masih memerhatikan Rafa.

"Gak apa-apa, Bunda. Cuma sedikit pusing aja." Rafa menarik nafas dalam sambil menormalkan rasa aneh dihatinya.

Bunda mulai memperhatikan Rafa. Ada hal lain yang dirasakan oleh Rafa. Pasti sesuatu telah disembunyikan Rafa dari Bunda.

"Kayaknya kita harus pamit dulu, nih. Soalnya udah malam juga," Om Adam mengajak Tante Hilwa dan Shasa untuk pulang. Dan Bunda pun mengantarkan mereka sampai ke pagar.

Sementara di dapur, Gieta dan Fitri yang tengah sibuk membereskan dapur, saling berbisik menyusunkan rencana untuk menjodohkan Rafa dengan Shasa.

Khalid tak begitu mau ambil pusing, ia fokus belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian kelulusan.

Rafa masih terdiam diruang tamu setelah kepergian keluarga Tante Hilwa. Tangannya memijat lembut kening sembari memikirkan keanehan yang ia rasakan.

"Kamu gak langsung tidur? Kenapa masih diam disini?" tanya Bunda yang masuk ke ruang tamu setelah mengantarkan keluarga Tante Hilwa.

"Pengen rebahan disini dulu, Bunda" jawab Rafa.

Bunda pun duduk disebelah Rafa seraya menyentuh keningnya. "Kamu beneran sakit?"

"Gak. Cuma kurang istirahat. Dibawa tiduran bakalan baik lagi badannya. Bunda, tidur aja duluan," terang Rafa.

"Bunda tidur duluan ya, udah ngantuk. Kamu jangan begadang."

Rafa hanya mengangguk dan duduk bersandar sambil memejamkan mata. Sungguh menguras tenaga dan pikirannya hari ini.

Ia berharap, esok tak adalagi desakan yang membuat pikirannya kacau. Beruntung tadi ia hanya diam tanpa berkata banyak.

Sepertinya, ia harus membiasakan diri untuk menebalkan telinganya, memberi celah di lubang telinganya, yang masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Rafa pun beranjak dari duduknya, pergi naik ke atas menyusuri tangga dengan perlahan dan masuk ke kamar tidurnya.

Jangan Takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang