Persiapan (2)

14 4 0
                                    

Shasa mulai disibukkan dengan berbagai macam perawatan tubuh sebelum ia tampil bak ratu sehari di hari spesialnya tersebut, ralat, spesial bagi sang mama. Karena Shasa tak begitu menginginkan pernikahan ini.

Dan disinilah ia kini, di sebuah klinik kecantikan yang siap merawat tubuhnya dari rambut sampai ujung kaki.

Seumur-umur, hidup gue cukup sekali ini ikut treatment kayak gini. Mau nikah aja harus begini begitu. Huft... Paling gak betah tapi mau gimana lagi? Toh, setelah nikah aku bakalan bebas. Shasa menyeringai senang yang larut dalam pikirannya sendiri.

"Silahkan ganti bajunya, Mbak. Semua kelengkapannya sudah kami sediakan didalam bilik," dengan ramah seorang wanita membimbing Shasa menuju kedalam bilik.

Shasa pun masuk kedalam bilik dan mulai melepaskan bajunya satu per satu menggantinya dengan piyama batik milik klinik tersebut. Dan setelah keluar dari bilik, Shasa mengikuti perawat tersebut untuk memulai treatment.

Sementara di ruangan lain, sang mama menjelaskan apa saja yang harus dilakukan untuk Shasa selama dalam masa perawatan. Tak lama, Shasa pun pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Auw... Bisa pelan gak sih, Mbak! Sakit tau!" teriak Shasa yang meringis kesakitan ketika perawat tersebut memencet komedo dibagian hidungnya.

"Maaf, Mbak. Nanti saya akan lebih pelan lagi."

Huft... Bagi pemula, semua treatment pasti akan terasa sakit. Mbak nya aja yang terlalu lebay. Dimana-mana kalo mau cantik ya harus sakit dulu. Gumam perawat tersebut.

Heran... Kenapa banyak cewek yang betah ya buat pergi ke salon atau klinik kecantikan? Mendingan alami, modal cuci muka doang. Gak harus sakit-sakitan gini. Nyiksa diri banget, batin Shasa.

"Ya udah, deh, Mbak. Aku mau sambil tiduran aja boleh gak? Udah ngantuk soalnya, keenakan dielus-elus."

"Justru lebih bagus kalau Mbam Shasa tidur biar treatment-nya lancar," terangnya.

Tanpa menunggu waktu lama, Shasa pun sudah tertidur dengan lelap selama perawatan berlangsung.

*****

Shasa mengerjapkan matanya begitu keluar dari klinik tersebut. Langkahnya terhenti di depan pintu keluar setelah melihat mamanya yang menenteng banyak barang di tangannya.

"Mama ngapain?" tanya Shasa.

"Belanja buat persiapan kamu nikah nanti," jawab sang mama.

Shasa mengerutkan keningnya, "Kan semua udah disiapin. Terus itu beli apa lagi?" tunjuk Shasa ke arah tangan sang mama yang menenteng beberapa barang.

"Ini lingerie, baju tidur sama beberapa pakaian dalam untuk kamu pakai pas honeymoon nanti," ujar sang mama dengan santainya.

Shasa tampak melongo mendengar penjelasan sang mama. Apa-apaan ini? Bikin malu aku aja. Gumam Shasa yang mulai risih dengan kejujuran sang mama di depan umum.

"Astaga, Mama... Bikin aku malu aja."

"Ngapain kamu malu? Servis suami itu dapat pahala berlipat-lipat. Jadi jaga penampilan kamu buat suamimu"

"Ya ya ya... "

Shasa sudah tak ingin mendebat dengan mamanya dan lebih memilih masuk ke dalam mobil agar tak terlalu lama membahas hal tersebut dijalan.

Begitu mamanya masuk ke dalam mobil, Shasa langsung melajukan kendaraan roda empat tersebut menembus jalan raya yang mulai ramai dengan kendaraan lain yang berlalu lalang.

"Sekarang mau kemana lagi, Ma?" tanya Shasa yang duduk dibalik kemudi kepada mamanya yang duduk di samping.

"Kita fitting baju dulu soalnya tadi desainer-nya udah telpon Mama," tampak Mamanya membuka tas dan mencari benda pipih berlayar 6 inci. "Kamu telpon Rafa, suruh dia datang buat fitting. Biar sekalian dicek kekurangannya."

"Mama aja yang telpon dia," Shasa dengan dingin menjawab tanpa menoleh. Pandangannya fokus ke depan.

"Mama gak tau nomornya Rafa," terang sang mama.

"Aku juga gak punya," jawab singkat Shasa yang masih acuh.

Mama pun terkejut mendengar ucapan Shasa, "Kamu bilang apa barusan?"

"Aku gak punya nomor dia, Ma," jawab Shasa lagi.

"Kamu tuh gimana sih? Masa nomor hp calon suami sendiri gak punya?" ucap mama.

"Dia gak ngasi, ya aku juga gak ngasi no hp ku."

"Walau dia gak ngasi nomornya ke kamu, bukan berarti kamu juga ikut-ikutan gak ngasi nomor ke dia."

Shasa mencebik mendengar sang mama. "Kan yang penting nikah sama dia. Bukan sama orang lain"

"Kamu tuh dikasi tau bukannya manut malah ngebangkang."

Shasa memutar matanya seraya berkata, "Iya deh iya. Aku nurut sama mama, asal mama bahagia."

"Dan mulai dari sekarang, kamu harus belajar jadi istri yang baik. Mama gak main-main soal ini."

Aku bisa apa? Dikit-dikit di atur, dikit-dikit diatur. Mendingan diem dah dari pada dijawab. Keluh Shasa.

Mama Shasa mulai sibuk menekan benda pipih yang sudah di genggamnya. Sepertinya hendak menghubungi bundanya Rafa untuk memberitahunya agar datang ke butik melakukan fitting baju.

"Udah sampai, Ma."

"Kita tunggu Rafa dulu ya. Dia lagi dijalan mau kesini."

"Tunggu didalam juga kan bisa, Ma" keluh Shasa.

"Takut mereka nyasar."

"Ya gak lah, Ma. Kan nanti mama tinggal kasi tau tante kalo kita nunggu didalam. Lagian nunggu di mobil bisa mateng kayak ikan asin." Shasa mengeluarkan rayuan yang ampuh untuk sang mama. Mengingat mamanya sangat memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Betul juga ya. Yuk didalam aja. Mama takut kulit mama jadi kena panas."

Shasa pun keluar bersamaan dengan mamanya yang membuka pintu mobil dan mengikuti Shasa masuk ke dalam butik.

Di butik sudah ada beberapa orang yang sedang duduk, sepertinya mereka juga akan memesan beberapa baju. Lumayan ramai juga tempat ini, desainnya juga bagus semua, batin Shasa.

"Maaf, Mbak. Saya sudah ada janji sama mbak Andien untuk fitting baju," ucap Shasa begitu menghampiri meja resepsionis yang berada tak jauh dari pintu masuk.

"Dengan mbak siapa, ya?" tanya wanita yang bertugas sebagai resepsionis di butik tersebut.

"Bilang aja Shasa anaknya Mama Hilwa," jelasnya.

Wanita tersebut tampak menghubungi atasannya untuk memberitahukan keberadaan Shasa dan tak lama Shasa pun dipersilahkan masuk mengikuti wanita tersebut.

Begitu tiba didalam ruangan, Mama dan Shasa langsung duduk menunggu seseorang.

"Hai Uni Hilwa, apa kabar?" sapa seorang wanita yang tampak seumuran dengan mama Shasa datang menghampiri.

"Alhamdulillah sehat. Gimana kabar kamu? Makin ramai aja butiknya," jawab sang mama dengan ramah kepadanya seraya berjabat tangan dan mencium pipi kanan dan kiri layaknya teman yang sudah akrab sejak lama.

Pandangan wanita tersebut beralih ke Shasa "Calon manten makin cantik aja," ujarnya.

"Tante bisa aja. Tante juga cantik banget," balas Shasa sambil meraih tangan dan menciumnya.

"Ah, kamu bisa aja," tante Andien tersenyum dan menoel ujung hidung Shasa yang mancung. "Yuk ke dalam, kita coba bajunya" ajaknya.

Tiba-tiba langkah tante Andien terhenti saat mereka berjalan menuju pintu salah satu ruangan.

"Kenapa tante?"

Dengan kening mengkerut dan pandangan melihat sekeliling, tante Andien bertanya, "Calon suamimu mana? Kok gak kesini?"

"Dia nanti nyusul kesini, soalnya tadi banyak kerjaan," dengan mudah sang mama menjawab pertanyaan tante Andien tanpa harus menunggu jawaban dari Shasa. Mamanya sangat tahu bagaimana reaksi Shasa jika ada yang menyinggung tentang suaminya, pasti akan dijawab sesuka hatinya.

"Ya udah, yuk, kita masuk aja ke dalam. Biar karyawan tante aja yang nungguin dia," ajak tante Andien dengan mengapit lengan Shasa.

Jangan Takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang