Nama Baru

172 18 0
                                    

Tertanda, Kavatra Ganteng!
.
.
.

Suka banget godain cewek. Apalagi gebetan yang cantiknya kelewatan. Jiwa posesif seketika menguar.

~~quotedarihatiterdalam~~

***


Meilda Aryanti.

Sebuah nama yang tersamarkan dengan kata Rahasia. Vatra paham sekarang. Ternyata kata Rahasia itu bentuk ungkapan dari ucapan yang akan terlontar, hanya saja sedang disembunyikan. Bego sih memang. Memahami bahasa perempuan cuek saja Vatra belum mengerti. Maklum, jiwa kepo dan peka belum terbentuk sempurna.

Meilda nama aslinya. Cewek itu membuang muka ke luar jendela mobil dan menepis tangan Vatra yang sejak tadi bertengger di tangannya.

"Gue mau pulang." Kata singkat dan permohonan keluar dari bibir Meilda.

Vatra menghela nafas, mengubah posisi duduknya lurus di balik kemudi. Matanya berkeliaran melihat lalu lalang manusia yang berpasangan.

Malam ini belum saatnya untuk patah hati. Kencan pertama sebelum menembak sang pujaan hati. Vatra tidak akan mengantar pulang cewek itu sekarang. Mereka baru saja tiba di sini, belum sampai setengah jam. Moment indah belum tercipta sempurna. Maka dari itu, Vatra ingin mengulur waktu agar Meilda menghentikan niatnya untuk pulang.

"Kalau lo nggak nganterin gue balik, gue balik sendiri!" ucap Meilda sembari membuka pintu mobil. Tapi sayang, pintu itu tidak bisa terbuka karena kini Vatra sedang melempar senyum jahil. Dia kalah cepat dengan cowok tengil ini, pintu itu sudah lebih dulu dikunci.

"Buka! Atau gue teriak," ancamnya.

Vatra mengangkat bahunya acuh. "Teriak aja Kak kalau tega. Nanti kalau aku digebuki massa, Kakak tanggung jawab."

"Lo!" Meilda berdecak sebal. "Nyebelin, sumpah!"

"Kakak nggak capek apa marah mulu? Masih muda nanti cepet tua tau. Sayang Kak."

"Mulut gue, terserah gue!"

"Kakak gitu banget. Maka dari itu karena mulut Kakak, jadi nggak boleh ngomong kasar. Nggak baik tau Kak. Kata bundaku, cewek itu harus lembut dalam bicara, lembut dalam bertingkah laku, karena nanti perempuan itu jadi bagian terpenting dalam rumah tangga dalam mengurus suami dan anak-anaknya." Vatra berceramah panjang lebar tanpa beban berarti di wajah tampannya.

Jiwa terdalam Meilda agak tersentil mendengarnya. Bilang saja kalau Vatra sedang menyindir dirinya habis-habisan. Pakai segala bawa rumah tangga, istri, suami, anak-anak! Huh! Masih bocah aja banyak bahasa!

Meilda kesal!

"Lo nyindir gue?"

"Nggak Kak. Aku cuma kasih tau."

"Lo itu masih bocah. Please deh nggak usah sok nasehatin gue!"

Vatra tampak tersinggung. Cowok itu menatap tajam gadis di sampingnya itu dengan tubuh menghadap penuh pada Meilda.

"Aku tersinggung sama ucapan Kakak barusan," ucap Vatra serius.

Meilda tersenyum sinis. "Baguslah. Emang nyatanya gitu, kan?"

Vatra semakin mempersempit jarak mereka. Seketika Meilda menjadi panik melihat perubahan wajah Vatra yang berbeda. Malah terkesan menakutkan baginya.

"L-lo ... ng-ngapain?"

Vatra tersenyum miring, menaikkan sebelah alisnya sok angkuh.

"Kakak bilangin aku bocah. Sekarang aku mau buktikan kalau aku bukan bocah."

"Eh-" Meilda menahan dada Vatra dengan kedua tangan yang semakin dekat. Hangatnya nafas Vatra di dalam mobil yang agak panas terasa di wajah. Ini sangat dekat! Ternyata Meilda salah bicara. Bocah tampan ini malah nekat.

"Ja-jangan ... Vatra."

Bahkan Meilda sudah menutup matanya rapat-rapat. Menunggu beberapa detik tidak ada sesuatu. Memangnya sesuatu apa yang kamu harapkan, Meilda? batinnya bersorak heboh.

Meilda membuka matanya dan mengerjap lucu. Jarak mereka masih sangat dekat. Vatra terkekeh lucu.

"Takut, ya?"

"Enggak! Sok tau!"

"Ah, masa? Terus kenapa merem tadi? Ngarep aku cium?"

"Apa sih! Nggaklah! Gue ... gue ... cuma-"

"Cuma apa? Gugup?"

"Rese banget sih lo, bocah!" teriak Meilda.

Tawa Vatra meledak. Sangat renyah dan agak berat. Tawa lepas yang diakibatkan dari kejahilannya menggoda kakak cantik.

Meilda cemberut tak suka. Menggerutu dalam hati karena kekonyolannya barusan. Bisa-bisanya dia bertingkah bodoh di depan cowok itu. Ke mana jiwa cool seorang Meilda Aryanti? Tolong, kembalikan!

"Ayo!"

"Ke mana?" tanya cewek itu bingung karena setelah tertawa puas, Vatra langsung mengajaknya.

"Kencanlah! Masa iya dateng ke sini cuma diem di mobil. Cari angin, Kak. Ngobrol gitu, makan. Aku laper, haus. Cacingku udah demo soalnya."

"Emang lo nggak makan dulu tadi?"

"Nggak sempet Kak. Kan aku udah bilang tadi. Pulang sekolah uring-uringan mikirin iya-nya Kakak," balas Vatra.

Wajah Meilda terasa panas. Ih, Vatra itu makhluk apa, sih? Ciptaan Tuhan apa alien? Mulutnya kadang nyebelin tapi baperin!

Meilda kan juga cewek, punya hati dan perasaan selembut kapas sutra. Digodain pakai kata-kata gitu ya baper.

Vatra tau-tau sudah membukakan pintu mobil untuk Meilda. Cewek itu asik melamun kalau saja Vatra tidak menepuk bahunya.

"Ayo, Kak. Keburu malem."

Meilda pun nurut saja. Lagi pula dia juga lapar sejujurnya. Berdebat membuatnya kehilangan nutrisi makanan yang sudah tadi masuk perut. Dia butuh makan, biar punya tenaga empat lima untuk adu mulut sama Vatra. Bocah tampan yang menyebalkan.

"Ada ketoprak, Kakak mau?" tawar Vatra ketika melihat tukang ketoprak di situ.

"Iya."

Vatra pun memesan dua porsi ketoprak dan es teh manis. Tak lama pesanan pun datang. Duduk di kursi plastik yang lumayan, mereka makan dengan tenang.

"Pelan-pelan Kak. Nanti kesedak."

Meilda mengabaikan teguran itu.

"Kak."

"Lo ilfeel liat gue makan gini?"

Vatra malah tertawa. "Nggak gitu. Aku suka Kakak apa adanya kok. Kakak galak aja aku suka. Cuma makan yang pelan, nanti kesedak kan Kakak juga yang sakit."

"Sok peduli!"

"Aku sayang Kakak kok!"

Meilda tersedak.

~~~~~~~~~♥♥♥~~~~~~~~~

Nah nah nah.... bucin dasar Vatra!

Kak, Jadian Yuk! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang