Berbagi Kisah Patah Hati Bersama Diaz Arfionza

122 10 0
                                    

No quotes!

.
.
.
.
.

Dua hari sejak Vatra mendapati Meilda tengah berpelukan dengan lelaki lain, membuatnya berubah. Berubah dalam artian, sikapnya jadi lebih pendiam, kadang melamun, kadang juga marah-marah tidak tentu. Ketiga temannya itulah yang menjadi sasaran kemarahan Vatra. Sampai Diaz capek berpikir apa penyebab satu temannya yang punya sifat jahil mendadak aneh seperti itu.

Dan sekarang, Vatra sedang asik tidur-tiduran di bangku beton belakang sekolah. Dia tidak sendiri, melainkan Diaz, Agil, serta Candy juga ikutan. Mereka bertiga takut kalau Vatra dibiarkan sendiri bakalan berbuat yang aneh-aneh. Jadi, sebagai teman yang baik dan solid, mereka mengikuti Vatra selama di sekolah.

Agil sibuk mengunyah keripik kentang dengan rasa barbeque itu sampai mulutnya penuh. Tidak beda dengan Candy. Cowok manis itu juga sibuk menguliti kulit kuaci yang kemudian kulitnya akan dia semburkan di wajah Agil hingga dua cowok itu membuat keributan.

Kali ini Diaz tidak mau diam saja. Diaz memilih menghampiri Vatra yang berada agak jauh dari mereka karena posisi Vatra mojok dekat pohon. Diaz duduk bersandar pada batang pohon besar itu. Dia menatap Vatra dalam diam. Yang ditatap memasang sikap cuek saja.

"Lo kenapa?" Diaz mulai bersuara setelah puas diam menatap temannya itu. Jengah juga lama-lama melihat tingkah Vatra yang begini.

"Apanya?" Vatra balik bertanya. Vatra tahu arah pembicaraan itu.

Diaz menghela nafas kasar. "Kalau patah hati, nggak usah kayak gini deh," ucap Diaz.

Vatra terdiam. Diaz itu tidak perlu dijelaskan saja sudah paham kenapa Vatra bisa begitu. Soalnya Diaz bisa baca situasi dan raut orang. Tapi, Diaz belum yakin dengan asumsinya kalau Vatra beneran patah hati.

"Jadi, lo beneran suka sama cewek itu?"

Vatra bangun dari tidurannya. Dia mengacak-acak rambut belakangnya hingga berantakan. Vatra menatap Diaz yang masih memperhatikan dirinya. Percuma bohong sama Diaz, cowok itu lebih tahu caranya membuat Vatra mau bicara.

Vatra mengangguk pelan.

"Ditolak?"

Vatra menggeleng. "Pacar orang."

Diaz terdiam. Dia agak terkejut kalau Vatra malah menyukai pacar orang. Mungkin sebagian orang akan menertawakan Vatra karena bodohnya menyukai perempuan yang sudah punya pacar. Tapi tidak dengan Diaz. Dia bukan orang seperti itu yang akan tertawa di saat temannya dalam keadaan tidak baik.

"Berat banget," cicit Vatra.

"Terus, apa yang akan lo lakuin? Nggak mungkin kan lo nikung cowok itu buat dapetin dia?"

"Nggaklah! Gue mana tega kayak gitu," sangkal Vatra. Menikung orang hanya untuk mendapatkan orang yang disuka bukan pilihan tepat. "Gue cuma kecewa."

Diaz bergeming.

"Karena dia bohong selama ini."

"Lo terlalu naif, Tra."

Vatra tersenyum miris. Naif? Memang benar. Vatra itu keras kepala. Dia tidak memahami apa yang telah dia lakukan.

"Lo bener, Yaz. Selama ini gue terlalu percaya diri kalau gue bisa dapetin dia. Tapi nyatanya, gue bodoh."

"Gue pernah ada di posisi lo, Tra."

Vatra menoleh pada Diaz dengan raut penasaran.

"Dulu, saat gue masih SMP." Diaz terkekeh. "Padahal masih kecil udah jatuh cinta aja."

"Wajar kok."

"Iya, wajar. Tapi cintanya gue nggak wajar karena suka sama pacar orang. Beda agama pula," jelas Diaz.

"Serius? Itu lebih berat, Yaz."

"Akhirnya gue relain cinta pertama gue. Dia bahagianya sama pacarnya yang jauh itu. Gue bisa apa selain ikhlas." Diaz tersenyum. "Gue harap lo bisa kayak gue, Tra. Kita nggak bisa memaksa orang lain untuk menerima cinta kita."

Vatra berubah murung. Mencoba ikhlas itu sulit, apalagi kalau masalah hati. Kenapa jatuh cinta serumit ini? Vatra cuma mau bahagia, itu saja. Tapi bahagianya harus sakit dulu, ya?

"Gue tau perasaan lo. Mau gimanapun, lo nggak akan bisa Tra. Mungkin lo berhasil buat dia agak nyaman, tapi kalau pacarnya udah balik, apa lo yakin masih berani deketin dia?"

Jleb banget ucapan Diaz. Vatra harus kuat! Apapun yang terjadi Vatra tidak boleh lemah. Cowok itu normal dan wajar kalau ditolak, terutama berujung patah hati. Seganteng-gantengnya orang, sepintar-pintarnya orang, tetap akan merasakan yang namanya Gagal.

"Omongan lo agak nge-jleb di hati gue, Yaz," keluh Vatra jujur.

Diaz tertawa. Dia menepuk pundak Vatra agar cowok itu tidak lagi sedih.

"Udahlah. Kalau emang jodoh, yakin aja bakal bersama. Lo pasti nggak lupa sama pepatah itu, kan?" hibur Diaz lagi.

Vatra tersenyum. Kali ini wajahnya tampak lebih membaik setelah mendengar kisah cintanya Diaz yang ... tragis (?).

"Ternyata kisah cinta lo lebih buruk dari gue, Yaz."

"Ha?"

"Iya. Lo cinta sama cewek orang dan beda agama pula. Kacau banget. Poor Diaz," ejek Vatra. Tuh, kan! Vatra itu lebih bagus jahil daripada sok jadi Tsundere seperti kemarin-kemarin.

"Gue tadi nggak ketawain lo padahal," ucap Diaz pura-pura kesal. Vatra tertawa lagi. Kali ini dia merebut snack singkong dari tangan Agil.

"Vatra!"

"Opo Masku? Bagi dikit napa. Kata bundaku ojo dadi wong medit. Ora lancar uripmu."
(Apa Masku? Bagi dikit kenapa. Kata bundaku jangan jadi orang pelit. Nggak lancar hidupmu)

"Wes! Ora usah ribut-ribut. Pening iki ndasku! Ora usah galau-galau. Kowe, Tra, ngalih ndisik. Aku arep jagong neng kene," serobot Diaz ikutan nge-Jawa.
(Udah! Nggak usah ribut-ribut. Pusing ini kepalaku. Nggak usah galau-galau. Kamu, Vatra, minggir dulu. Aku mau duduk di sini).

Candy dan Agil melongo karena tidak paham artinya.

"Jangan kayak orang bego deh lo berdua," celetuk Vatra yang baru saja memasukkan remahan singkong ke mulut.

"Gue bego juga karena lo berdua sama begonya! Udah tau gue sama Candy nggak tau bahasa Jawa, malah ngomong gitu!" omel Agil. Agil itu agak sensitif kalau ada yang bicara pakai bahasa daerah. Dia takut dijadikan bahan olokan.

Vatra dan Diaz tertawa geli.

"Can, mingkem!" seru Diaz.

Candy mengerucutkan bibirnya.

"Gue nggak ngomongin lo, sumpah. Tapi, Gil-"

"Paan?!"

"Kowe koyok lanang kok!"

"Lanang apaan?"

"Artinya bagus," sahut Diaz.

Agil mesem-mesem. Namanya bagus, ya? Duh, Agil paling like yang begini.

"Jahat lo, Tra," bisik Diaz.

"Mbarno ae. Hehe."

.
.
.
.
.

Tbc

Denyut Waktu

Kak, Jadian Yuk! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang