Mau Jadi Pacarku?

117 9 1
                                    

Hari ini akan ada acara di kediaman anak bungsu ayah Gunawan. Kebetulan, Bastian ulang tahun yang kelima tahun. Keputusan untuk mengadakan acara sederhana akan dirayakan di rumah Ardhan dan Tiara. Dekorasi dengan nuansa superhero Captain America begitu kental. Ditambah lagi beberapa pernah pernik-pernik seperti action figure dari superhero tersebut. Bastian sangat menyukai tokoh itu. Bahkan bocah gembul itu ingin sekali bisa menjadi Captain America yang menyelamatkan dunia.

Vatra sedang bersiap-siap akan menjemput Meilda di rumahnya. Meilda juga diundang atas permintaan Bastian. Ternyata pertemuan pertama itu mengesankan bagi Bastian sehingga bocah itu masih ingat nama Meilda dengan baik. Vatra harus pasang badan agar Meilda tidak digoda oleh Bastian nanti. Bisa bahaya. Meski Bastian hanyalah anak kecil yang polos, tetap saja pesona keimutan Bastian akan meluluhkan siapa saja yang melihatnya.

Vatra menyemprotkan perfume pada leher dan pergelangan tangan. Kali ini dia memakai jeans hitam dengan kaus putih dibalut dengan jaket denim. Vatra malas untuk membongkar isi lemari. Toh, ini hanya acara Bastian dan tidak akan diperhatikan juga.

Menuruni tangga, Vatra melihat kedua orangtuanya sudah siap akan berangkat. Nasha tersenyum melihat putranya dan langsung mendapat pelukan dari Vatra.

"Bunda duluan aja. Aku mau jemput Meilda dulu."

"Meilda juga diundang?" tanya Ditya heran.

"Iya, Ayah. Bastian pernah ketemu Meilda. Udah lama banget. Tapi heran aku kok masih inget dia," keluh Vatra yang mendapat ejekan dari ayahnya.

"Meilda cantik, sih. Wajar aja Bastian kecantolan."

"Ish!"

"Gih, berangkat. Bunda sama ayah tunggu di sana aja. Hati-hati bawa motornya."

"Oke, aku berangkat duluan. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

Vatra baru saja sampai di rumah Meilda. Kali ini dia mendapat sambutan dari tante Lani. Sekarang mereka tinggal bersama di rumah ini. Meilda juga lebih baik setelah membuka diri serta membuang egonya terhadap masa lalu. Vatra tersenyum bangga jika mengingat usahanya bisa berjalan lancar. Hanya perlu selangkah lagi, maka Vatra akan menjadikan status mereka sejelas harapannya sejak lama.

"Hallo, Tante."

"Nak Vatra. Ayo, masuk. Meilda lagi siap-siap."

"Iya, Tante. Aku tungguin di sini aja."

Tante Lani memegang tangan Vatra diiringi senyuman penuh arti. "Terima kasih untuk semuanya. Tante nggak tau harus bilang apa ke kamu, Nak. Berkat kamu, Tante bisa bareng Meilda lagi. Terima kasih."

"Tante nggak perlu bilang itu. Aku cuma mau Meilda bisa bahagia. Aku udah janji sama mendiang om untuk jagain Meilda sebisa aku, buat dia bahagia dengan caraku. Aku senang akhirnya Tante dan Meilda bisa bersatu lagi. Aku yakin, Meilda akan lebih baik lagi dengan semua perubahan ini."

Tante Lani tidak kuasa menahan isak haru. Vatra menguatkan wanita itu dengan genggaman tangan. Baginya, tante Lani seperti bunda Nasha. Wanita yang hebat.

"Mama kenapa nangis?" Tiba-tiba Meilda datang dan berlutut di samping mamanya. Tangannya menghapus air mata itu.

"Nggak apa-apa, Sayang. Mama hanya bahagia."

Meilda memeluk mamanya dengan erat. Dia mengucapkan kata penenang. "Aku juga bahagia. Terus sama Meilda, ya, Ma? Sampai Meilda tua nanti."

Tante Lani tertawa sebagai respons ucapan itu. Diusapnya kepala Meilda dengan sayang, serta kecupan di kening. "InshaAllah. Vatra udah nunggu. Kasian dia liat kita kayak gini."

"Ya udah, kami pergi dulu, Ma. Aku nggak sampai malam, kok."

"Mama percaya Vatra bisa jagain kamu."

Keduanya berpamitan untuk segera menghadiri acara Bastian. Penampilan Meilda lebih fresh. Gadis itu memakai polesan makeup tipis serta cepolan rambut yang tidak begitu tinggi. Semoga saja tidak rusak diterpa angin.

"Aku udah bilang kalau kamu lebih cantik, nggak, sih?" tanya Vatra sebelum menyodorkan helm pada Meilda. Gadis itu terkekeh geli, lalu menggeleng. "Kamu keliatan cantik dan fresh. Aku suka penampilan kamu hari ini," puji Vatra yang membuat rona merah di pipi Meilda terlihat lucu dan menggemaskan.

"Udah, ah. Jalan sekarang. Nanti Bastian nunggu aku, loh."

"Awas aja ya kamu nempel dia banget. Aku nggak mau."

"Dih, cemburu?"

"Iya." Tawa Meilda terdengar lembut dan renyah. Vatra senang setiap mendengar itu. Meilda sudah lebih baik. Mereka pun segera berangkat. Acara akan dimulai pada pukul 7 malam nanti. Pasti ramai anak-anak seusia Bastian. Vatra harus tabah melihat sekumpulan bocah lucu di sana nanti.

Meilda meneliti setiap hiasan ruang tamu rumah tersebut. Begitu manly sekali untuk ukuran bocah yang sudah bertambah usia itu. Terlihat ada kue dengan deretan lilin serta boneka kue bentuk Captain America. Meilda berbisik pada Vatra.

"Bastian suka superhero banget, ya?"

"Bukan lagi. Dia udah maniak banget. Banyak di kamarnya action figure dari Captain America. Bangkrut deh pasti dompet uncle Ardhan beliin dia mainan berkelas gitu," komen Vatra yang lebih terdengar prihatin. Meilda mengiyakan dalam hati. Terlalu mewah, bukan? Tapi sebagai orangtua, pasti mereka akan menyenangkan anaknya. Apalagi dengan penghasilan yang cukup, kenapa tidak?

"Yuk, ke sana." Keduanya berbaur dengan keluarga besar Gunawan dan Wijaya. Mereka menyambut hangat kehadiran Meilda. Meilda juga lebih nyaman ketika mendapati seorang gadis berusia dua tahun di bawahnya yang merupakan sepupu Adira dan Bastian. Mereka berbincang akrab. Vatra dan Adira sedang berbicara ala anak remaja kebanyakan.

"Cantik, Bang," puji Adira pada Meilda yang sibuk dengan sepupunya.

"Ya, dong. Cocok sama gue, kan?"

"Sama gue kayaknya lebih dari cocok," godanya. Vatra mendengkus. "Udah jadian?"

"Belum."

"Kok gitu? Keburu disamber cowok lain baru tau rasa."

"Nggak mungkin. Perjalanannya panjang banget, kayak kereta api gerbong ratusan," sahut Vatra asal. Adira menatap geli abang sepupunya itu.

"Bucin amat. Eh, gue nanti bakal sekolah di tempat lo sekolah, loh. Bisa dong, cengin gue sama ciwi di sana."

"Belajar aja sana untuk ujian."

"Lo, mah. Tapi serius Bang, kak Meilda cantik gitu. Wajar sih, lo ngebet sama dia. Sekalinya jatuh hati sama yang begini. Mantep!"

Vatra menepuk dada dengan bangga. "Oh, jelas! Vatra."

Keduanya harus memutuskan obrolan itu karena acara sudah dimulai. Bastian sudah berdiri manis di tengah Ardhan dan Tiara yang juga tidak kalah antusias. Banyak anak kecil juga yang mengelilingi meja kue itu. Semua larut dalam keseruan ulang tahun Bastian. Vatra cukup lega karena perhatian Bastian tidak sepenuhnya pada Meilda. Kini Meilda ada di dekatnya sedang mencicipi hidangan yang tersedia.

"Manis banget," celetuk Vatra dengan tatapan tidak lepas dari Meilda.

"Jangan dimakan, nanti sakit gigi," balas gadis itu yang mengira kuenya terlalu manis.

"Kamu yang manis, Kak. Kok malah kue."

"Aku? Aku bukan gula, Sayang."

"Kalaupun bukan gula, kamu tetap manis di mata aku."

Plak.

"Lebay. Dah, ah. Malu tau. Kamu suka banget godain aku."

Vatra menggamit tangan Meilda yang bebas. Mengusapkan ibu jarinya pada punggung tangan Meilda. Tanpa ragu, Meilda sesekali menyuapi Vatra makanan.

"Mau jadi pacarku, Kak?"

.
.
.
.
Tbc.

#28/9/20

Kak, Jadian Yuk! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang