Happy reading.
Belum ahli baca pikiran cewek. Yang cenayang, coba bantu gue transfer maksud sikap cewek yang rumit!
~~vatrabutuhbantuan!~~
"Guys, gue balik duluan, ya!" seru Vatra ketika bel pulang baru saja berhenti berbunyi. Ketiga temannya itu memandang Vatra dengan wajah ingin tau."Cepet amat? Bukannya lo mau ikut ke rumah Diaz?" tanya Candy yang baru saja menenteng tas abu-abu itu di pundak.
"Gue bakalan dateng. Lo duluan aja. Ntar gue bawain camilan lagi deh," rayu Vatra.
"Lo mau ke ma ...."
"Dah, bacot! Gue duluan. Bye!" teriak Vatra yang sudah berlari duluan sebelum Agil menyudahi sesi tanya.
"..., na?"
Diaz dan Candy malah cekikikan melihat usaha Agil melanjutkan ucapannya barusan walau terdengar pelan.
"Kampret si Vatra!"
"Udahlah, yang penting dia dateng ntar. Yuk, balik!" potong Diaz santai. Ketiga remaja berwajah tampan idola sekolah setelah Vatra memilih pulang lebih dulu. Membiarkan Vatra pergi tanpa tau ke mana. Lagi pula Vatra akan menyusul dengan camilan sesuai janji. Lumayanlah untuk perut-perut gembel seperti Agil dan Candy.
Setelah melarikan diri dari ketiga temannya, Vatra harus bersembunyi dulu agar memastikan kalau tiga sohibnya sudah pulang dengan motor mereka. Vatra mengintip dari balik tembok pembatas ke arah parkiran. Dia melihat Diaz, Agil, dan Candy sudah keluar gerbang dan menghilang. Aman.
Vatra memutar langkahnya menuju ruang Osis. Dia ingin mencari kakak cantik. Rencananya, sih, mau diantar pulang. Semoga saja cewek itu mau.
Langkahnya semakin dekat ke ruang Osis. Terdengar suara orang bicara di dalam ruangan itu. Vatra menunggu, lalu ada seorang cowok baru saja keluar sambil membawa map coklat.
"Lo, Vatra, kan?" tunjuk cowok itu saat melihat adik kelasnya sedang berdiri bengong di luar ruang Osis.
"Eh, kok tau?" beo Vatra heran. Cowok itu terkekeh pelan.
"Lo itu famous kali di sekolah. Btw, mau ngapain di sini? Tumben."
Vatra menggaruk kepalanya tanpa sadar. "Itu, gue ...."
"Eh?" Seorang cewek keluar dari ruangan itu dan tampak terkejut saat melihat Vatra yang menatapnya diiringi ekspresi aneh.
"Lo mau balik sekarang?" Si cowok tadi bertanya pada Meilda.
"Iya."
"Hati-hati kalau gitu. Gue duluan, Mel, Tra!"
"Oh, iya, Bang!"
Kini tinggal Vatra dan Meilda di depan ruangan tersebut. Meilda membalikkan badan ingin mengunci pintu dulu sebelum pulang.
"Lo ngapain?"
"Jemput Kakak."
"Buat apa!"
"Aku mau nganter Kakak pulang. Tadi siang aku mau cari Kakak, tapi ada sedikit urusan," jelasnya merasa tidak enak.
Meilda diam-diam menggerutu kesal. Urusan lo sama Rania, kan?! Hanya membatin. Mana mungkin Meilda blak-blakan bicara seperti itu. Yang ada tambah besar kepala bocah itu.
"Bodo amat! Bukan urusan gue juga!" Meilda berjalan lebih dulu. Dia kesal saat melihat Vatra bersama Rania. Eh tunggu, memangnya punya hak apa dirinya kesal pada Vatra? Hei, Meilda! Sadar! Lo itu nggak suka ya sama bocah tengil yang narsis kayak dia. No!
"Tapi urusan Kakak adalah urusan aku," sahut Vatra yang ikut berjalan ngebut di belakang Meilda. Gila nih cewek, makan apa dia? Jalan aja kayak lagi lari.
"Apa, sih?! Suka banget gangguin gue, heran! Urusin aja sana gebetan-gebetan lo itu!" sembur Meilda yang kelolosan sebalnya. Ih, Meilda tidak kuat untuk berhenti ngomel sekali saja ketika melihat Vatra. Entah kenapa, kepolosan atau malah kebegoan cowok itu kadang membuat Meilda emosi terus.
Bisa cepet tua kamu, Mel!
"Kakak kenapa, sih? Galak banget hari ini. Padahal aku yang harusnya galakin Kakak," keluh cowok itu sebal. Kan, kan, Vatra cowok imut ini jadi ikutan emosi.
Meilda berhenti tanpa peringatan dan berbalik badan, sehingga Vatra yang ngintil di belakang hampir saja menabrak tubuh cewek itu. Untung saja kaki Vatra cepat mengerem mendadak.
Meilda menatap Vatra tajam, wajahnya juga dibuat galak. Dibanding sama muka galak akak Ros, wah, lewat!
"Gue emang galak, kenapa? Nggak suka lo? Denger ya, kita itu nggak saling kenal. Dan ini ... ngapain lo ngintilin gue sampai parkiran? Harusnya lo udah pulang tanpa peduliin gue!"
Vatra menahan nafas, capek gila. Jarak dirinya dan Meilda itu nggak jauh! Selangkah saja kaki Vatra maju, itu hidung pada nempel.
Kayaknya Meilda belum sadar kalau jarak mereka kelewatan dekat. Maklum, mode emosi masih berkuasa.
"Kak."
"Denger, nggak?!"
"De-denger. Aku-"
"Gagu lo, hah? Kenapa, nggak punya alasan?"
"Bu-bukan itu. A-aku se-sak."
"Eh?" Meilda kelihatan panik dan agak mundur, lalu tanpa sadar meraba wajah Vatra yang mana dia sedikit mendongak. Vatra jauh lebih tinggi dan itu menyebalkan bagi Meilda.
"Sesak kenapa? Lo punya riwayat bengek?!" tanyanya panik sendiri. Vatra dengan sigap menangkap tangan Meilda yang meraba wajahnya, lalu mengarahkan tangan cewek itu ke dada kiri.
"Aku sesak karena deg-degan, Kak."
Meilda melongo. Detik berikutnya Meilda melayangkan pukulan di perut Vatra hingga cowok itu mengaduh sakit. Sakitnya nggak seberapa, cuma dikit. Tapi pukulannya lumayan, loh!
"Sakit," rintihnya.
"Rese!"
Meilda meninggalkan Vatra yang mengejarnya di belakang. Tanpa ragu, Vatra meraih tangan Meilda dan membuatnya berhenti.
"Apa lagi!"
"Aku antar pulang. Udah siang, susah cari angkot."
"Nggak butuh! Gue jalan kaki!"
"Ck. Ayolah, ini aku bela-belain loh nunggu Kakak dan jemput Kakak ke ruang Osis tadi," melasnya.
"Siapa suruh lo nunggu gue?!"
"Kak, sekali aja deh."
"Udah deh! Lo tuh pulang aja. Gue bisa sendiri."
"Nggak sampai Kakak mau ikut naik motorku!" Vatra kekeuh dan memasang wajah cemberut.
Meilda menarik nafas dalam-dalam, lalu mendengus kasar.
"Fine!" putus Meilda mengalah.
"Yosh!" Vatra bersorak girang. Menang lagi dong, Vatra gitu, loh!
"Kakak ngambek, ya?" tanya Vatra yang melihat Meilda cemberut.
"Iya! Puas?!"
"Banget," cengir cowok itu lebar.
Bocah kampret!
.
.
..
.
TbcNakalnya dirimu dek Vatra. Haha. Darah tinggi si Meilda marah mulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak, Jadian Yuk! (Selesai)
أدب المراهقينKatanya orang kalau udah cinta nggak mikirin gimana fisik, bahkan usia. Karena bagi mereka, cinta itu nggak perlu perbandingan dalam beberapa hal. Orang nggak akan pernah tau ke siapa mereka jatuh cinta. (Kata banyak orang) Kalau cinta ya dikejar. T...