"Abang, aku lupa banget nanti malem ada arisan komplek. Di rumah nomor 37. Undangan nya ada di meja kecil deket telfon rumah."
Jeff beranjak dari kursi dan menuju tempat yang dimaksud Dinda.
"Ini undangan dikasih kapan? Kok abang nggak tahu?"
"Kayanya kemarin lusa. Abang pulang malem banget kan abis dari Sorong."
Mulut Jeff membulat sebagai jawaban. Tangannya sibuk membuka undangan warna putih itu.
"Kamu bisa dateng? Katanya ada meeting sampe malem?"
"Bisa, tapi nyusul. Abang nggak apa-apa kan berangkat duluan? Atau ajak Bang Aldo aja deh kayanya dia udah selesai pindahan. Tadi aku lihat mobilnya ada di rumah."
"Gampang lah nanti aku kontak anaknya. Kamu dimana?"
"Di ruangan. Abis makan siang. Abang udah enakan belum badannya?"
"Masih suka bersin, tapi udah mendingan kok. Besok bisa masuk kerja."
"Makanya jangan diforsir kerja, dong. Mana hujan-hujan di tempat proyek kaya nggak mampu beli payung aja!"
"Iya nyonya, hamba minta maaf. Udah sana kerja. Jam makan siang kamu udah abis tuh. Jangan gaji buta ya, ibu editor."
Laki-laki berlesung pipi itu memutus sambungan telepon setelah berpamitan.
Ia harus rela dikurung Dinda di rumah setelah demam sampai 40° semalam, plus flu berat dan batuk. Sakit perdana setelah masuk dekade baru.
Sempat panik apa Jeffrian kena penyakit yang sedang heboh sekarang, tapi setelah diobservasi dokter, Jeff cuma kelelahan dan terkena batuk-flu mengingat cuaca sedang super nggak jelas sekarang.
Dinda nggak bisa cuti mendadak karena banyak yang harus diselesaikan, tapi kompensasi dari atasan buat telat datang karena Jeff sakit dan nggak mungkin langsung ditinggal dan dirawat bibi.
Jeff membuka ponsel dan menekan tombol hijau setelah menemukan kontak yang dimaksud.
"Cuk, kon wes pindahan yo? Kok gak woro-woro se?"
(Lo udah pindahan ya? Kenapa nggak bilang?)"Waalaikumsalam, bapak Jeffrian."
Jeff meringis kecil, "Iya maaf gue lupa kasih salam. Dimana lo? Di rumah nggak?"
"Di kantor gubernur tapi bentar lagi balik. Cuma mau ambil data doang. Kenapa?"
"Ntar malem bareng ke arisan komplek ya? Dinda telat dateng terus gue nggak enak aja dateng sendirian..."
"Ya elah udah jadi kepala keluarga tetep aja jiwa introvert lebih dominan. Jam berapa acaranya? Gue nggak sempet baca tadi."
"Jam 7. Deket kok rumahnya, jalan kaki aja ntar."
"Oke. Ntar gue kabarin lagi."
Perumahan yang ditinggali Jeff dan Dinda terbilang cukup baru. Masih banyak petak kosong dan rumah-rumah siap huni yang menunggu ditempati pemilik baru.
Aldo yang memang enggan repot mencari rumah, akhirnya meminta Jeff mengurus rumah kosong yang tepat di seberang rumah keluarga Mandira.
Awalnya Aldo bersikeras beli apartemen yang letaknya dekat dengan kantornya, tapi karena calon istri nya juga kekeuh mau punya rumah daripada apartemen, jadilah laki-laki itu mengalah.
Demi masa depan cerah.
Begitu kata Jeffrian, selaku senior beberapa bulan dalam urusan rumah tangga.