Sangat menyarankan baca part sebelumnya sebelum baca yang ini xoxo
Jenaka hampir menjatuhkan bingkisan makanan yang dibawanya begitu membuka pintu depan rumah bersama keempat kawannya yang lain. Siluet punggung yang membelakanginya itu tetap bergeming.
"Nih si ambis beneran nggak bakal berhenti kerja sebelum ajal menjemput rupanya." cibir laki-laki jangkung dengan kacamata bundar bertengger membingkai manik matanya.
"Hm? Loh lo ngapain kesini?" tanya Biru sembari melirik kawannya sekilas. Kembali ia membolak-balik lembaran kertas yang dipenuhi banyak angka dan tulisan.
"Rumah juga gue ikut urunan! Emang nggak boleh dateng?" balas Jenaka.
Sudah tahunan kenal dengan manusia paling tinggi se-Sadajiwa, tetap saja Biru masih nggak terbiasa dengan mulut pedas Jenaka.
"Mulut lo abis makan cabe berapa?" timpal Biru dingin sementara Jenaka membuka bungkusan makanan ke dua piring yang berbeda, "Belum juga makan. Gue abis dari rumah Nyokap terus Bokap tiri gue dateng, akhirnya ngungsi kesini. Makan dulu, ntar mati."
Biru mendengus geli namun akhirnya ikut melahap nasi goreng dari Jenaka. "Kenapa nggak ke apartemen? Ada adek lo sama ceweknya?"
Jenaka menggeleng, "Nggak kepikiran ke apartemen, kepikiran mau kesini aja. Kangen kasur disini." balas si jangkung cepat. Biru hanya menganggukkan kepalanya paham.
"By the way, did you have something with the owner of Javanicus?"
"Sama Pak Januar? What kind of a thing?"
Si kacamata menggeleng, "Bukan, bukan sama Pak Januar. Sama anaknya. Siapa namanya? Arinda? Aninda?"
"Adinda." jawab Biru penuh penekanan "Jangan salah sebut nama orang, Ka."
"Sorry, sorry. Kan gue jelek banget inget nama orang. That song, it's for her, right?" Jenaka menunjuk Biru dengan sendoknya.
"Disitu kaum hawa ada banyak, Naka. Kesimpulan lo tuh."
"I know tapi tatapan mata lo cuma ke dia, nggak ke penonton yang lain, Biru."
Skakmat. Biru berdeham pelan lalu menenggak sisa kopi susunya.
"Ceilah kaya anak SMA kepergok punya gebetan aja lo! Kaku!" goda Jenaka sembari tergelak kecil.
Biru memandang balik lawan bicaranya dengan serius, "Diem lo. Jangan ember." ancamnya.
"Nggak pernah gue bocorin rahasia temen sendiri! Kecuali kabar pacarnya Darryl telat seminggu tuh."
"Sama aja, bangsat! Mulut lo perlu dipakein rem."